Wednesday, March 20, 2019

Rukun dan Syrat Pernikahan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Namun, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahami tentang istilah “muhrim”. Perlu diluruskan tentang istilah mahram, karena masih banyak orang yang menyebut dengan istilah muhrim, padahal yang dimaksud adalah mahram.
Mungkin di antara kita ada yang tidak mengetahui apa itu mahram dan siapa saja yang termasuk mahramnya. Padahal mahram ini berkaitan dengan banyak masalah. Seperti tidak bolehnya wanita bepergian jauh (bersafar) kecuali dengan mahramnya. Tidak boleh seorang laki-laki dengan wanita berduaan kecuali dengan mahramnya. Wanita dan pria tidak boleh jabat tangan kecuali itu mahramnya. Dan masih banyak masalah lainnya.
Dalam hal ini, islam sebagai agama terakhir yang membawa syariat terakhir, maka islampun sudah memberikan rambu-rambu yang mengatur perkara ini, sehingga umat muslim merasa aman dan terpeliharalah dari mulai jiwa dan kehormatannya. Konsep mahram yang diatur oleh islam ini akan menjaga kemuliaan derajat wanita dan laki-laki, sehingga tidak mudah untuk bergaul dan berinteraksi antar sesama yang lain jenis.





B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian dari mahram ?
2.      Bagaimana dasar hukum mahram ?
3.      Bagaimana macam-macam mahram ?
4.      Bagaimana tujuan mahram ?

C.    TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk mengetahui pengertian mahram.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum mahram.
3.      Untuk mengetahui macam-macam mahram.
4.      Untuk mengetahui tujuan mahram.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mahram
Dalam kamus Al-munawwir kata mahromon berasal dari kata kharoma- yahrrumu- kharoman yang berarti mencegah. Mahram menurut istilah ada beberapa pendapat yaitu :
1.      Abdul Brr Rahimahullah, mahram adalah lelaki yang haram bagi wanita karena sebab nasab seperti bapak dan saudara  laki-lakinya atau sebab pernikahan atau suami, mertua dan anak tiri atau anak susuan, saudara sesusuan.
2.      Ibnu Qudamah, mahram adalah semua orang yang haram untuk di nikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan, seperti bapaknya, anaknya atau saudara laki-lakinya karena seab nasab atau persusuan.[1]
3.      Muhammad Khasyad Rahimahulloh, mahram adalah seorang yang haram menikah atas dasar ikatan karena sebab pernikahan, nasab, persusuan.
4.      syaikh Shalleh Al-Fauzan Rahimahulloh, mahram adalah semua orang yang haram di nikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak , anak dan saudaranya atau dari sebab pernikahan yang lainnya seperti saudara persusuan , ayah maupun anak tirinya.
Jadi definisi mahram secara keseluruhan adalah larangan atau pengharaman yang berkaitan dengan hukum misalnya pernikahan , safar, batasan aurat serta hukum berjabat tangan dan lainnya.

B.     Dasar Hukum Mahram
Adapun dalil sebagai dasar hukum kemahroman:
وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا(٢٣
22. Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci  dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)
23. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu),  dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
لا يجمع بين المرأة وعمتها ولا بين المراة  وخالتها (متفق عليه)                     
 Tidak boleh menghimpun ( dalam perkawinan )antara perempuan dan bibinya dari ayah dan juga tidak boleh antara perempuan dan bibinya dari ibu. (HR. Bukhori Muslim)[2].
C.    Macam-Macam Mahram
1.      Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah wanita yang haram di nikahi untuk selama-lamanya. Antara seseorang dengan mahram muabbadnya diperbolehkan untuk bercampur baur (ikhtilath), berdua-duaan (khalwat), menemani dalam safar, dan berjabat tangan. Mahram muabbad ada tiga, antara lain :
a.      Karena hubungan keturunan (nasab)
Para ulama telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh, yaitu :
1.      Ibu terus ke atas
Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu : ibu, nenek dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek, dan seterusnya ke atas.
2.      Anak perempuan terus ke bawah
Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan kelahiran, yaitu : anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
3.      Saudara perempuan dari semua arah
Yaitu saudara perempuan dari kandung, saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan seibu.
4.      Bibi dari pihak bapak terus ke atas
Yaitu saudara perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
5.      Bibi dari pihak ibu ke atas
Yaitu saudara perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.
6.      Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-laki terus ke bawah.
7.      Anak perempuan saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita) terus ke bawah.[3]
b.      Karena hubungan pernikahan (mushaharah)
Mahram karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu :
1.      Istrinya bapak (ibu tiri) terus ke atas
Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang telah di ikat dengan akad pernikahan oleh bapak, maka haram untuk dinikahi anaknya walaupun belum terjadi jima’. Termasuk dalam kategori ini adalah istrinya kakek dan seterusnya ke atas.
2.      Istrinya anak (menantu) terus ke bawah
Para ulama telah bersepakat bahwa istri anak kandung menjadi haram bagi bapak hanya dengan akad nikah anaknya. Termasuk pula dalam kategori ini adalah istrinya cucu dari anak laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya ke bawah.
3.      Ibunya istri (mertua) terus ke atas
Mertua menjadi haram untuk dinikahi laki-laki setelah akad yang dilakukan dengan anaknya. Termasuk pula dalam kategori ini adalah neneknya istri dari ibu dan neneknya istri dari bapak.
4.       Anaknya istri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah
Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi ijma’ dengan ibunya. Sehingga, jika seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya, namun belum terjadi ijma’ maka boleh menikahi anak perempuan istrinya tersebut. Termasuk dalam kategori ini adalah cucu perempuan istri dari anak perempuannya maupun dari anak laki-lakinya. Demikian seterusnya ke bawah.[4]
c.       Karena persusuan (radha’ah)
Ada dua syarat yang harus terpenuhi agar susuan dapat menjadikan mahram, yaitu :
1.      Minumal disusui sebanyak 5x susuan yang mengenyangkan
2.      Penyusuan terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak.
Mahram karena persusuan sama dengan mahram karena nasab. Dan persusuan menjadikan wanita yang menyusui sama kedudukannya seperti ibunya. Dengan demikian, diantara mahram karena persusuan adalah :
a.       Wanita yang menyusui (ibu susuan) terus ke atas
Termasuk dalam kategori ini adalah nenek susuan baik dari pihak ibu susuanmaupun bapak susuan, ibu dari nenek susuan, dan seterusnya ke atas.
b.      Anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan) terus ke bawah
Termasuk pula dalam kategori ini adalah cucu perempuan dari anak perempuan maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya ke bawah.
c.       Saudara perempuan sepersusuan
Yaitu setiap anak yang menyusui kepada ibu susuan, meskipun waktu menyusuinya berbeda.
d.      Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu susuan)
e.       Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan)
f.        Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan susuan)
g.      Istri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah istri dari kakek susuan, dan seterunya ke atas
h.      Istri dari anak susuan (menantu dari anak susuan)
Termasuk dari masalah ini adalah istri cucu dari anak susuan.
i.        Ibu susuan dari istri (mertua susuan)
j.        Termasuk dalam masalah ini adalah nenek susuan dari istri dan seterusnya ke atas.
k.      Anak susuan dari istri (anak tiri susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah cucu perempuan dari anak perempuan susuan, dan seterusnya ke bawah.[5]
2.      Mahram Muaqqat
Mahram muaqqat yaitu wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqat, yaitu :
a.       Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Jika istrinya telah meninggal dunia atau di talak, maka diperbolehkan untuk menikahi saudara perempuannya istri.
b.      Mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam satu pernikahan
Jika istrinya telah meninggal dunia atau di talak, maka diperbolehkan untuk menikahi bibinya istri.
c.       Mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama
Bagi seorang yang telah memiliki empat orang istri, maka ia diharamkan untuk menikah dengan istri kelima.
d.      Wanita yang telah bersuami, hingga ia ditalak atau di tinggal mati oleh suaminya dan telah habis masa iddahnya.
e.       Wanita dalam masa iddah hingga ia selesai masa iddahnya.
f.        Wanita dalam keadaan ihram ( haji atau umrah , hingga ia bertahalul.
g.      Istri yang telah di talak tiga hingga ia di nikahi oleh orang lain dan telah di ceraikan oleh suami yang baru tersebut.
h.      Wanita musrik hingga ia masuk islam.
i.        Wanita pezina hingga ia bertaubat  dan beristibra. Jika wanita tersebut telah bertaubat dengan taubat nasuha maka hilanglah sifat yang menjadikannya haram untuk di nikahi.[6]         

D.    Tujuan Mahram
Kata  إمرأة  sebagaimana yang dijelaskan dalam kamus al-Munawir berarti perempuan, berasal dari kata مرأ yang berarti baik dan bermanfaat.[7] Menurut ibnu Al-Anbari kata al-mar’atu المرأة dan al-imra’ah الامرأة keduanya memiliki pengertian yang sama yaitu perempuan, dan juga berarti untuk menunjukkan perempuan dewasa. Mengenai mahram ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa : 22-23.
Menurut para ulama, perbedaan lafadz-lafadz ini karena adanya perbedaan orang-orang yang pernah bertanya dan perbedaan tempat tinggal. Larangan bepergian selama tiga hari bukan berarti merupakan penegasan tentang pembolehannya selama sehari, semalam, ataupun buraid.[8]
MenurutAsy-Syafi‟i, tidak disyaratkan adanya mahram yang menyertainya, tetapi disyaratkan adanya jaminan keamanan bagi dirinya.[9]
Prinsip hukum atau ketetapan ini bukan berarti berprasangka  buruk terhadap wanita dan akhlaknya,sebagaimana dugaan sebagian orang. Tetapi, hal itu dimaksudkan untuk menjaga nama baik dan kehormatannya serta untuk melindunginya dari maksud jahat orang-orang yang hatinya berpenyakit. Selain itu juga melindungi mereka dari sergapan musuh yang hendak berbuat melampaui batas, seperti serigala-serigala perusak kehormatan dan penyamun, khususnya bila si musafir melewati lingkungan yang membahayakan semisal padang pasir atau dalam situasi yang tidak aman dan sepi.[10]
Bepergian pada zaman sekarang tidak sama dengan bepergian tempo dulu yang penuh dengan bahaya karena harus melewati padang pasir, dihadang perampok, dan sebagainya. Bahkan bepergian sekarang sudah menggunakan alat-alat transportasi yang biasanya memuat banyak orang, seperti kapal laut, peasawkat terbang dan bus. Hal ini menimbulkan rasa percaya dan menghilangkan kekhawatiran terhadap kaum wanita, karena ia tidak sendirian berada di suatu tempat. Karena itu tidak mengapa seorang wanita pergi menunaikan haji dalam suasana yang penuh ketenangan dan keamanan ini.
Sebenarnya, kaum wanita itu sudah dibebaskan oleh agama Islam. Kebebasan wanita itu sebenarnya masalah yang menjadi pemikiran di dunia Barat, dan masih terus hangat sampai hari ini. Tuntutan Islam supaya kaum wanita dihormati dan diberi kesempatan kepadanya untuk melaksanakan tugas kewanitaannya terhadap masyarakat, sebagai tugas kemasyarakatan yang terbesar baginya, itu bukanlah berarti mengekang wanita itu, tetapi mengatur kegiatannya, meletakkan sesuatu pada tempatnya yang wajar, dan mencegah agar jangan sampai sesuatau itu melewati batas-batas yang ditentukan untuk dia, itu adalahsuatu usaha untuk membendung anarkhi dan penyelewengan dari segala macam kebenaran, demi kepentingan keluarga dan masyarakat.[11]
Menurut Yusuf al-Qardlawi alasan (illat) dibalik larangan perempuan bepergian sendiri tanpa mahram adalah kekhawatiran akan keselamatannya apabila ia bepergian jauh tanpa disertai seorang suami atau mahram. Hal ini mengingat bahwa masa itu, orang bepergian menggunakan kendaraan unta, bighal ataupun keledai dalam perjalanan mereka, dan seringkali mengarungi padang pasir yang luas, atau daerah-daerah yang jauh dari hunian manusia. Dalam kondisi seperti itu, seorang perempuan yang bepergian tanpa mahram atau suaminya, tentu dikhawatirkan keselamatan dirinya atu paling tidak nama baiknya akan tercemar.[12]
Akan tetapi, jika kondisi itu telah berubah, seperti dimasa sekarang, ketika perjalanan jauh ditempuh dengan menggunakan pesawat terbang dengan mengangkut ratusan orang, atau kereta api yang mengangkut ratusan musafir, maka tidak ada lagi alasan untuk mengkhawatirkan perempuan yang bepergian sendiri. Karena itu, tidak ada salahnya ditinjau dari syari‟at, jika ia melakukannya. Dan hal seperti itu tidak dapat dianggap sebagai tindak pelanggaran terhadap hadis yang melarang wanita bepergian sendirian.
Kesimpulan tujuan mahram lebih menjamin keselamatan perempuan. Selama berpergian seorang perempuan harus ditemani oleh mahramnya kecuali apabila ia bepergian sudah izin mahram maka diperbolehkan dan tujuan bepergian itu untuk mencari ilmu selama terjamin kehormatan dan keselamatannya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mahram  adalah larangan atau pengharaman yang berkaitan dengan hukum misalnya pernikahan , safar, batasan aurat serta hukum berjabat tangan dan lainnya. 
Dasar Hukum mahram di jelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 22-23 dan juga di jelaskan dalam hadist riwayat Bukhori Muslim.
Macam-macam mahram ada dua yaitu : Muabbat, Muaqqot
Tujuan Mahram  lebih menjamin keselamatan perempuan. Selama berpergian seorang perempuan harus ditemani oleh mahramnya kecuali apabila ia bepergian sudah izin mahram maka diperbolehkan dan tujuan bepergian itu untuk mencari ilmu selama terjamin kehormatan dan keselamatannya.

B.     Saran
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan pembaca untuk mengetahui serta mendeskripsikan tentang konsep mahram, serta pembaca juga dapat membandingkan dengan referensi lain. Pembahasan materi yang lebih mendalam tentang materi dapat dicari dari sumber lain, karena makalah ini hanya membahas dasar. Demikian saran yang dapat disampaikan, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



[1] Arisman,”Mahram dan kawin sesuku dalam konteks hukum islam “, Jurnal ilmu syari’ah, Vol. 17, nomor 1, 2018. hal. 48
[2] Tim Pembukuan ANFA', Menyingkap dalam Fath Al-Qarib, cet. IV (Anfa' Press,2016), hal 449-500.
[3] Abu hafizhah, Fiqih Munakahat, hal. 11
[4] Ibid,.hal.12
[5] Ibid,. hal. 20
[6] Ibid, hal.21-27
[7] Ahmad warson munawir, al-Munawir , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1917), hal. 1416
[8] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat Rasulullah saw bagi Wanita (Jakarta Timur: Pustaka Alkautsar, 1995), hal. 219
[9] Majdi As-Sayyid Ibrahim,Fatwa-fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita..., hal. 220
[10] Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid 1 Terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal. 448
                                                                                                                               
[11] Musthafa As-Siba‟y, Wanita di antara Hukum Islam dan Perundang-undangan, (Jakarta: Bulan Bintang, tt), hal. 280
[12] Zuhad, Memahami Bahasa Hadis Nabi, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 478




Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer