BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Banyak sekali hukum tentang pergaulan
wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar,
kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Namun, masih
banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahami tentang istilah
“muhrim”. Perlu diluruskan tentang istilah mahram, karena masih banyak orang
yang menyebut dengan istilah muhrim, padahal yang dimaksud adalah mahram.
Mungkin di antara kita ada yang tidak
mengetahui apa itu mahram dan siapa saja yang termasuk mahramnya. Padahal
mahram ini berkaitan dengan banyak masalah. Seperti tidak bolehnya wanita
bepergian jauh (bersafar) kecuali dengan mahramnya. Tidak boleh seorang
laki-laki dengan wanita berduaan kecuali dengan mahramnya. Wanita dan pria
tidak boleh jabat tangan kecuali itu mahramnya. Dan masih banyak masalah
lainnya.
Dalam hal ini, islam sebagai agama
terakhir yang membawa syariat terakhir, maka islampun sudah memberikan
rambu-rambu yang mengatur perkara ini, sehingga umat muslim merasa aman dan
terpeliharalah dari mulai jiwa dan kehormatannya. Konsep mahram yang diatur
oleh islam ini akan menjaga kemuliaan derajat wanita dan laki-laki, sehingga
tidak mudah untuk bergaul dan berinteraksi antar sesama yang lain jenis.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian dari mahram ?
2. Bagaimana dasar hukum mahram ?
3. Bagaimana macam-macam mahram ?
4. Bagaimana tujuan mahram ?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian mahram.
2. Untuk mengetahui dasar hukum mahram.
3. Untuk mengetahui macam-macam mahram.
4. Untuk mengetahui tujuan mahram.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mahram
Dalam kamus Al-munawwir kata mahromon berasal dari kata kharoma- yahrrumu- kharoman yang
berarti mencegah. Mahram menurut istilah ada beberapa pendapat yaitu :
1. Abdul Brr Rahimahullah, mahram adalah
lelaki yang haram bagi wanita karena sebab nasab seperti bapak dan saudara laki-lakinya atau sebab pernikahan atau
suami, mertua dan anak tiri atau anak susuan, saudara sesusuan.
2. Ibnu Qudamah, mahram adalah semua orang
yang haram untuk di nikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan
pernikahan, seperti bapaknya, anaknya atau saudara laki-lakinya karena seab
nasab atau persusuan.[1]
3. Muhammad Khasyad Rahimahulloh, mahram
adalah seorang yang haram menikah atas dasar ikatan karena sebab pernikahan,
nasab, persusuan.
4. syaikh Shalleh Al-Fauzan Rahimahulloh,
mahram adalah semua orang yang haram di nikahi selama-lamanya karena sebab
nasab seperti bapak , anak dan saudaranya atau dari sebab pernikahan yang lainnya
seperti saudara persusuan , ayah maupun anak tirinya.
Jadi definisi mahram secara keseluruhan
adalah larangan atau pengharaman yang berkaitan dengan hukum misalnya
pernikahan , safar, batasan aurat serta hukum berjabat tangan dan lainnya.
B. Dasar
Hukum Mahram
Adapun dalil sebagai
dasar hukum kemahroman:
وَلا تَنْكِحُوا مَا
نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ
وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ
الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ
مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا(٢٣
22. Dan
janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu,
kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu
sangat keji dan dibenci dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh)
23.
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang
menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua),
anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan
bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
لا يجمع بين المرأة وعمتها ولا بين المراة
وخالتها (متفق عليه)
Tidak boleh menghimpun
( dalam perkawinan )antara perempuan dan bibinya dari ayah dan juga tidak boleh
antara perempuan dan bibinya dari ibu. (HR. Bukhori Muslim)[2].
C.
Macam-Macam Mahram
1. Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah wanita yang haram di
nikahi untuk selama-lamanya. Antara seseorang dengan mahram muabbadnya
diperbolehkan untuk bercampur baur (ikhtilath), berdua-duaan (khalwat),
menemani dalam safar, dan berjabat tangan. Mahram muabbad ada tiga, antara lain
:
a.
Karena hubungan
keturunan (nasab)
Para ulama telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh, yaitu :
1. Ibu terus ke
atas
Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan
melahirkan walaupun jauh, yaitu : ibu, nenek dari bapak maupun dari ibu, ibunya
nenek, dan seterusnya ke atas.
2. Anak perempuan
terus ke bawah
Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki hubungan
kelahiran, yaitu : anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara
perempuan dari semua arah
Yaitu saudara perempuan dari kandung, saudara perempuan sebapak, dan
saudara perempuan seibu.
4. Bibi dari pihak
bapak terus ke atas
Yaitu saudara perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke
atas.
5. Bibi dari pihak
ibu ke atas
Yaitu saudara perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke
atas.
6. Anak perempuan
saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-laki terus ke bawah.
7. Anak perempuan
saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita) terus ke bawah.[3]
b.
Karena hubungan
pernikahan (mushaharah)
Mahram karena hubungan pernikahan ada empat,
yaitu :
1. Istrinya bapak
(ibu tiri) terus ke atas
Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang telah di ikat dengan akad
pernikahan oleh bapak, maka haram untuk dinikahi anaknya walaupun belum terjadi
jima’. Termasuk dalam kategori ini adalah istrinya kakek dan seterusnya ke
atas.
2. Istrinya anak
(menantu) terus ke bawah
Para ulama telah bersepakat bahwa istri anak kandung menjadi haram bagi
bapak hanya dengan akad nikah anaknya. Termasuk pula dalam kategori ini adalah
istrinya cucu dari anak laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya ke bawah.
3. Ibunya istri
(mertua) terus ke atas
Mertua menjadi haram untuk dinikahi laki-laki setelah akad yang dilakukan
dengan anaknya. Termasuk pula dalam kategori ini adalah neneknya istri dari ibu
dan neneknya istri dari bapak.
4. Anaknya istri dari suami lain (anak tiri)
terus ke bawah
Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi ijma’ dengan ibunya. Sehingga,
jika seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya, namun belum
terjadi ijma’ maka boleh menikahi anak perempuan istrinya tersebut. Termasuk
dalam kategori ini adalah cucu perempuan istri dari anak perempuannya maupun
dari anak laki-lakinya. Demikian seterusnya ke bawah.[4]
c.
Karena
persusuan (radha’ah)
Ada dua syarat yang harus terpenuhi agar
susuan dapat menjadikan mahram, yaitu :
1. Minumal disusui
sebanyak 5x susuan yang mengenyangkan
2. Penyusuan
terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak.
Mahram karena persusuan sama dengan mahram karena nasab. Dan persusuan
menjadikan wanita yang menyusui sama kedudukannya seperti ibunya. Dengan
demikian, diantara mahram karena persusuan adalah :
a. Wanita yang
menyusui (ibu susuan) terus ke atas
Termasuk dalam kategori ini adalah nenek susuan baik dari pihak ibu
susuanmaupun bapak susuan, ibu dari nenek susuan, dan seterusnya ke atas.
b. Anak perempuan
wanita yang menyusui (saudara susuan) terus ke bawah
Termasuk pula dalam kategori ini adalah cucu perempuan dari anak perempuan
maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya ke bawah.
c. Saudara
perempuan sepersusuan
Yaitu setiap anak yang menyusui kepada ibu susuan, meskipun waktu
menyusuinya berbeda.
d. Saudara
perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu susuan)
e. Saudara
perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan)
f.
Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan
(keponakan susuan)
g. Istri lain dari
bapak susuan (ibu tiri susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah istri dari kakek susuan, dan seterunya ke
atas
h. Istri dari anak
susuan (menantu dari anak susuan)
Termasuk dari masalah ini adalah istri cucu dari anak susuan.
i.
Ibu susuan dari istri (mertua susuan)
j.
Termasuk dalam masalah ini adalah nenek susuan
dari istri dan seterusnya ke atas.
k. Anak susuan
dari istri (anak tiri susuan)
Termasuk dalam masalah ini adalah cucu perempuan dari anak perempuan
susuan, dan seterusnya ke bawah.[5]
2. Mahram Muaqqat
Mahram muaqqat yaitu wanita yang haram
dinikahi untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqat, yaitu :
a. Mengumpulkan
dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Jika istrinya telah meninggal dunia atau di talak, maka diperbolehkan untuk
menikahi saudara perempuannya istri.
b. Mengumpulkan
wanita dengan bibinya dalam satu pernikahan
Jika istrinya telah meninggal dunia atau di talak, maka diperbolehkan untuk
menikahi bibinya istri.
c. Mengumpulkan
lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama
Bagi seorang yang telah memiliki empat orang istri, maka ia diharamkan
untuk menikah dengan istri kelima.
d. Wanita yang
telah bersuami, hingga ia ditalak atau di
tinggal mati oleh suaminya dan telah habis masa iddahnya.
e. Wanita dalam masa iddah hingga ia selesai
masa iddahnya.
f.
Wanita
dalam keadaan ihram ( haji atau umrah , hingga ia bertahalul.
g. Istri yang telah di talak tiga hingga ia
di nikahi oleh orang lain dan telah di ceraikan oleh suami yang baru tersebut.
h. Wanita musrik hingga ia masuk islam.
i.
Wanita
pezina hingga ia bertaubat dan beristibra.
Jika wanita tersebut telah bertaubat dengan taubat nasuha maka hilanglah sifat
yang menjadikannya haram untuk di nikahi.[6]
D.
Tujuan Mahram
Kata إمرأة sebagaimana yang dijelaskan dalam kamus al-Munawir berarti
perempuan, berasal dari kata مرأ yang berarti baik dan bermanfaat.[7]
Menurut ibnu Al-Anbari kata al-mar’atu المرأة dan al-imra’ah الامرأة keduanya memiliki pengertian yang
sama yaitu perempuan, dan juga berarti untuk menunjukkan perempuan dewasa.
Mengenai mahram ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur‟an
surat An-Nisa : 22-23.
Menurut
para ulama, perbedaan lafadz-lafadz ini karena adanya perbedaan orang-orang
yang pernah bertanya dan perbedaan tempat tinggal. Larangan bepergian selama
tiga hari bukan berarti merupakan penegasan tentang pembolehannya selama
sehari, semalam, ataupun buraid.[8]
MenurutAsy-Syafi‟i, tidak
disyaratkan adanya mahram yang menyertainya, tetapi disyaratkan adanya jaminan
keamanan bagi dirinya.[9]
Prinsip
hukum atau ketetapan ini bukan berarti berprasangka buruk terhadap wanita dan
akhlaknya,sebagaimana dugaan sebagian orang. Tetapi, hal itu dimaksudkan untuk
menjaga nama baik dan kehormatannya serta untuk melindunginya dari maksud jahat
orang-orang yang hatinya berpenyakit. Selain itu juga melindungi mereka dari
sergapan musuh yang hendak berbuat melampaui batas, seperti serigala-serigala
perusak kehormatan dan penyamun, khususnya bila si musafir melewati lingkungan
yang membahayakan semisal padang pasir atau dalam situasi yang tidak aman dan
sepi.[10]
Bepergian
pada zaman sekarang tidak sama dengan bepergian tempo dulu yang penuh dengan
bahaya karena harus melewati padang pasir, dihadang perampok, dan sebagainya.
Bahkan bepergian sekarang sudah menggunakan alat-alat transportasi yang
biasanya memuat banyak orang, seperti kapal laut, peasawkat terbang dan bus.
Hal ini menimbulkan rasa percaya dan menghilangkan kekhawatiran terhadap kaum
wanita, karena ia tidak sendirian berada di suatu tempat. Karena itu tidak
mengapa seorang wanita pergi menunaikan haji dalam suasana yang penuh
ketenangan dan keamanan ini.
Sebenarnya,
kaum wanita itu sudah dibebaskan oleh agama Islam. Kebebasan wanita itu
sebenarnya masalah yang menjadi pemikiran di dunia Barat, dan masih terus
hangat sampai hari ini. Tuntutan Islam supaya kaum wanita dihormati dan diberi
kesempatan kepadanya untuk melaksanakan tugas kewanitaannya terhadap
masyarakat, sebagai tugas kemasyarakatan yang terbesar baginya, itu bukanlah
berarti mengekang wanita itu, tetapi mengatur kegiatannya, meletakkan sesuatu pada
tempatnya yang wajar, dan mencegah agar jangan sampai sesuatau itu melewati
batas-batas yang ditentukan untuk dia, itu adalahsuatu usaha untuk membendung
anarkhi dan penyelewengan dari segala macam kebenaran, demi kepentingan
keluarga dan masyarakat.[11]
Menurut
Yusuf al-Qardlawi alasan (illat) dibalik larangan perempuan bepergian sendiri
tanpa mahram adalah kekhawatiran akan keselamatannya apabila ia bepergian jauh
tanpa disertai seorang suami atau mahram. Hal ini mengingat bahwa masa itu,
orang bepergian menggunakan kendaraan unta, bighal ataupun keledai dalam
perjalanan mereka, dan seringkali mengarungi padang pasir yang luas, atau
daerah-daerah yang jauh dari hunian manusia. Dalam kondisi seperti itu, seorang
perempuan yang bepergian tanpa mahram atau suaminya, tentu dikhawatirkan
keselamatan dirinya atu paling tidak nama baiknya akan tercemar.[12]
Akan
tetapi, jika kondisi itu telah berubah, seperti dimasa sekarang, ketika
perjalanan jauh ditempuh dengan menggunakan pesawat terbang dengan mengangkut
ratusan orang, atau kereta api yang mengangkut ratusan musafir, maka tidak ada
lagi alasan untuk mengkhawatirkan perempuan yang bepergian sendiri. Karena itu,
tidak ada salahnya ditinjau dari syari‟at, jika ia melakukannya. Dan hal
seperti itu tidak dapat dianggap sebagai tindak pelanggaran terhadap hadis yang
melarang wanita bepergian sendirian.
Kesimpulan
tujuan mahram lebih menjamin keselamatan perempuan. Selama berpergian seorang
perempuan harus ditemani oleh mahramnya kecuali apabila ia bepergian sudah izin
mahram maka diperbolehkan dan tujuan bepergian itu untuk mencari ilmu selama
terjamin kehormatan dan keselamatannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mahram
adalah larangan atau pengharaman yang berkaitan dengan hukum misalnya
pernikahan , safar, batasan aurat serta hukum berjabat tangan dan lainnya.
Dasar
Hukum mahram di jelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 22-23 dan juga di jelaskan
dalam hadist riwayat Bukhori Muslim.
Macam-macam mahram ada dua yaitu : Muabbat, Muaqqot
Tujuan
Mahram lebih menjamin keselamatan
perempuan. Selama berpergian seorang perempuan harus ditemani oleh mahramnya
kecuali apabila ia bepergian sudah izin mahram maka diperbolehkan dan tujuan
bepergian itu untuk mencari ilmu selama terjamin kehormatan dan keselamatannya.
B.
Saran
Hasil penulisan makalah ini
diharapkan dapat digunakan pembaca untuk mengetahui serta mendeskripsikan
tentang konsep mahram, serta pembaca
juga dapat membandingkan dengan referensi lain. Pembahasan materi yang lebih
mendalam tentang materi dapat dicari dari sumber lain, karena makalah ini hanya
membahas dasar. Demikian saran yang dapat disampaikan, penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
[1] Arisman,”Mahram dan
kawin sesuku dalam konteks hukum islam “, Jurnal
ilmu syari’ah, Vol. 17, nomor 1, 2018. hal. 48
[3] Abu hafizhah, Fiqih Munakahat, hal. 11
[4] Ibid,.hal.12
[5] Ibid,. hal. 20
[8] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat Rasulullah saw bagi Wanita
(Jakarta Timur: Pustaka Alkautsar, 1995), hal. 219
[10] Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid 1 Terj. As‟ad
Yasin (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal. 448
[11] Musthafa As-Siba‟y, Wanita di antara Hukum Islam dan
Perundang-undangan, (Jakarta: Bulan Bintang, tt), hal. 280