Sunday, July 05, 2020

ANALISIS KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL (TINGKAT KESUKARAN, DAYA PEMBEDA, PENGECOH, FUNGSI OPSI)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Evaluasi pembelajaran adalah sistem. Artinya suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai unsur sebagai satu kesatuan. Masing-masing unsur mempunyai fungsi dan peran tersendiri dan perubahan dalam salah satu unsur akan berpengaruh pada unsur yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dan sama pentingnya dengan proses pembelajaran. Pembelajaran tanpa kegiatan evaluasi akan kehilangan makna. Sebab guru tidak akan memperoleh informasi penting tentang tingkat pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi belajar, kekuatan, kelemahan siswa dalam belajar, serta kekuatan-kelemahan guru dalam proses pembelajaran yang dikembangkan. Walaupun evaluasi dianggap penting dan sudah merupakan pekerjaan rutin guru, namun dalam kenyataan sehari-hari di lapangan sistem evaluasi dalam pembelajaran bukan berarti tanpa persoalan. Berdasar pengamatan sepintas di lapangan, beberapa persoalan tersebut paling tidak berkaitan dengan pemahaman konsep dasar evaluasi, pelaksanaan dan pemanfaatannya, serta evaluasi program pengajaran.
Dalam proses pembelajaran ada tiga komponen utama yang merupakan satu kesatuan, yaitu tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Masing-masing komponen dalam proses pembelajaran tersebut saling bergantung. Oleh karena itu ketiga komponen harus senantiasa sesuai satu sama lainnya.Dalam melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya (muridnya, siswa, mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item, tes). Dalam aplikasinya mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai.

Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sebagai bagian dari peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui sistem penilaian. Dalam penilaian proses dan hasil belajar siswa di sekolah, guru memberikan suatu evaluasi untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi yang telah dikuasai oleh siswa selama proses belajar mengajar mengenai materi yang disampaikan. Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, berhasil atau tidaknya sangat ditentukan oleh tepat atau tidaknya pelaksanaan ujian. Untuk melaksanakan ujian ini memerlukan alat-alat. Bagi ujian tertulis maka alatnya adalah butir-butir soal tertulis. Bagi ujian lisan maka alatnya adalah butir soal tertulis yang disediakan bagi setiap tes, atau sekurang-kurangnya pokok pertanyaan yang sudah tertulis dan dipersiapkan sebelumnya. Bagi ujian praktek, maka alatnya adalah lembar pengamatan yang berisi segi-segi yang diamati beserta rentang skor masing-masing. Idealnya sebelum suatu tes dipergunakan maka tes tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagi tes yang baik, maka tes yang bersangkutan perlu diuji cobakan. Namun sebelum diuji cobakan tes tersebut harus memperlihatkan indokator-indikator sebagai tes yang baik. Dalam hal ini dilakukan suatu analisis butir soal

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah analisis tingkat kesukaran kualitas tes dan butir soal?
2.      Bagaimanakah analisis daya pembeda kualitas tes dan butir soal?
3.      Bagaimanakah analisis pengecoh kualitas tes dan butir soal?
4.      Bagaimanakah analisis fungsi opsi kualitas tes dan butir soal?
C.    Tujuan Penyelesaian Masalah
1.      Untuk menjelaskan analisis tingkat kesukaran kualitas ts dan butir soal
2.      Untuk menjelaskan analisis daya pembeda kualitas tes dan butir soal
3.      Untuk menjelaskan analisis pengecoh kualitas tes dan butir soal
4.      Untuk menjelaskan analisis fungsi opsi kualitas tes dan butir soal



BAB II
PEMBAHASAN

A.    ANALISIS TINGKAT KESUKARAN KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi outuas asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya. Misalnya, guru A memberikan soal ulangannya mudah mudah dan sebaliknya guru B memberikan soal ulangannya sukar sukar. Dengan pengetahuannya dan kebiasaan ini maka siswa akan belajar giat jika menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan mendapat ulangan dari guru A siswa tidak mau giat belajar atau bahkan mungkin tidak mau belajar sama sekali. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (Difficult Indexs). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.[1]
0,0                                                                      1,0
Sukar _______________________________ Mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (P besar), singkatan dari kata “Proporsi”. Rumus mencari P adalah
 
Dimana :
P = Indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
-          Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
-          Soal dengan P = 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
-          Soal dengan P = 0,7 sampai 1,00 adalah soal mudah

Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soalsoal yang dianggap baik, yaitu soal soal sedang yaitu soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 – 0,70. Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh digunakan. Hai ini tergantung kegunaannya.[2]
Contoh perhitungan :
Ada 20 orang dengan nama kode A-T yang mengajarkan test terdiri dari 20 soal. Jawaban tesnya dianalisa dan jawabannya tertera seperti dibawah ini
(1 = jawaban betul, 0 = jawaban salah)
Tabel 1.1 Analisis item untuk Tingkat Kesukaran
Siswa
Nomor Soal
Skor Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
13
B
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
11
C
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
12
D
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
9
E
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
14
F
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
8
G
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
13
H
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
9
I
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
17
J
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
13
K
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
10
L
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
4
M
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
13
N
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
16
O
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
12
P
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
10
Q
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
9
R
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
11
S
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
14
T
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
1
10
J
L
H
10
14
4
9
15
6
18
17
7
11
10
18
20
10
9
7
10
14
13
13


Dari tabel yang disajikan di atas dapat ditafsirkan bahwa :[3]
1.    Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran  = 0,5
2.      Soal nomor 13 adalah soal paling mudah karena seluruh siswa peserta tes dapat menjawab:
Indeks kesukarannya =  = 1,0
B.     ANALISIS DAYA PEMBEDA KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pintar (berkemampuan rendah).20 Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat (d besar). Indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee.[4]
Angka yang menunjukkan besarnya daya beda disebut Indeks Diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Akan tetapi pada indeks diskriminasi ini mengenal/ ada tanda negatif (-) yakni -1,0 ------------0,0----------1,0 (semakin ke kanan soal semakin baik, semakin ke kiri maka soal semakin jelek, sebab semakin ke kanan siswa yang pandai semakin sulit/tidak bisa menjawab dan sebaliknya siswa yang kurang pintar (kiri) bisa menjawab dengan asal-asalan).[5]
D = Indek diskriminasi (daya beda) JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar D = 0,00 ---------- 0,20 → Jelek (poor) D = 0,21 ---------- 0,40 → Cukup (satisfactory) D = 0,41 ---------- 0,70 → Baik (good) D = 0,71 ---------- 1,00 → Baik Sekali (exellent) D = Negatif, semuanya → tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.23 Dalam kegiatan analisis kualitas tes dan butir soal terdapat manfaat daya pembeda butir soal sebagaimana kami kutip berdasarkan pendapat Karjono Natar berikut ini.
1) Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2) Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai “kemungkinannya” seperti berikut ini: (a) kunci jawaban butir soal itu tidak tepat; (b) butir soal itu memiliki 2 (dua) atau lebih kunci jawaban yang benar; (c) kompetensi yang diukur tidak jelas; (d) pengecoh tidak berfungsi; (e) materi yang ditanyakan terlalu sulit, sehingga banyak siswa yang menebak; (f) sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya.[6]
Butir soal tes yang baik juga harus dapat menunjukan daya pembedanya. Sebagaimana penuturan Arikunto di atas, “daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang (berkemampuan rendah).”[7] Menurut Anastasi dan Urbina dalam Purwanto, daya beda berhubungan dengan derajad kemampuan butir membedakan dengan baik prilaku pengambil tes dalam tes yang dikembangkan. Soal dapat dikatakan mempunyai daya pembeda jika soal tersebut dapat dijawab oleh siswa berkemampuan tinggi dan tidak dapat dijawab oleh siswa berkemampuan rendah. Jika suatu soal dapat dijawab oleh siswa pintar maupun kurang, berarti soal tersebut tidak mempunyai daya beda, demikian juga jika soal tersebut tidak dapat dijawab oleh siswa pintar dan siswa kurang, berarti soal tersebut tidak baik sebab tidak mempunyai daya pembeda.[8]

C.    ANALISIS PENGECOH KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL
Perlunya dilakukan analisis pengecoh (distactors) pada setiap butir soal, untuk mengetahui efektif dan tidaknya pengecoh pada tes pilihan ganda. Pada alternatif jawaban benar, kelompok tinggi harus memilih lebih banyak jawaban yang benar. Sebaliknya untuk alternatif jawaban yang merupakan pengecoh, kelompok bawah harus memilih secara lebih banyak. Disamping itu semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada siswa yang memilihnya. Jika terjadi penyimpangan terhadap hal-hal tersebut, dalam arti tidak seorang siswa pun yang terkecoh atau kelompok atas justru lebih banyak yang terkecoh, berarti pengecoh yang disdiakan tidak efektif.[9]
Menurut sukiman analisis yang berhubungan dengan distraktor dilakukan khusus untuk bentuk tes pilihan ganda (multiple choice item) yang mempunyai opsi jawaban antara 3 sampai dengan 5 buah. Di dalam soal pilihan ganda terdapat satu jawaban yang benar dan beberapa jawaban salah atau distraktor.[10] Menurut Zainal Arifin butir soal yang baik adalah soal pengecoh yang dipilih peserta tes secara merata. Sebaliknya, butir soal yang buruk pengecohnya tidak dipilih secara merata.[11] Suatu distraktor (pengecoh) berfungsi dengan baik apabila pengecoh  paling tidak dipilih oleh 5% peserta tes atau lebih banyak dipilih oleh kelompok bawah.[12] Jadi distraktor dikatakan berfungsi dengan baik apabila pengecoh dipilih paling sedikit 5% dari peseta tes.
Menurut Suharsimi Arikunto tidak lanjut setelah dilakukan analisis keefektifan distraktor, dapat diperlakukan dengan 3 cara berikut ini:
a.       Diterima karena sudah baik. Artinya semua distraktor pada soal sudah dipilih 5% dari peserta tes.
b.      Ditolak karena tidak baik. Artinya distraktor sama sekali tidak dipilih peserta tes (0%).
c.       Ditulis kembali karena kurang baik. Artinya distraktor belum menjalankan fungsinya dengan baik (distraktor dipilih kurang dari 5%).
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih 5% pengikut tes.[13]

D.    ANALISIS FUNGSI OPSI KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL
Setelah tingkat kesukaran soal, daya pembeda, homogenitas dan analisis pengecoh dihitung, selanjutnya perlu diketahui pula apakah suatu opsi (alternative jawaban) dari setiap soal berfungsi secara efektif atau tidak. untuk itu, dapat digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Menentukan jumlah peserta didik
2.      Menentukan jumlah sampel (n), baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah yaitu 27%
3.      Membuat table pengujian efektifitas opsi
4.      Menghitung jumlah alternative jawaban yang dipilinh peserta didik, baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah.
5.      Menentukan efektifitas fungsi opsi dengan kriteria:
a.       Opsi kunci
a)      Jumlah pemilih kelompok atas dan bawah antara 25& - 75%
b)      Jumlah pemilih kelompok atas harus lebih banyak dari jumlah pemilih kelompok bawah .
b.      Opsi pengecoh
a)      Jumlah pemilih kelompok atas danbawah tidak kurang dari 25%
b)      Jumlah pemilih kelompok bawah harus lebih besar daripada kelompok atas[14]



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi outuas asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya
2.      Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pintar (berkemampuan rendah). Menurut Anastasi dan Urbina dalam Purwanto, daya beda berhubungan dengan derajad kemampuan butir membedakan dengan baik prilaku pengambil tes dalam tes yang dikembangkan. Soal dapat dikatakan mempunyai daya pembeda jika soal tersebut dapat dijawab oleh siswa berkemampuan tinggi dan tidak dapat dijawab oleh siswa berkemampuan rendah. Jika suatu soal dapat dijawab oleh siswa pintar maupun kurang,

3.      Menganalisis fungsi pengecoh (distractor)  yaitu menganalisis pola penyebaran jawaban butir soal pada soal bentuk pilihan ganda. Pola tersebut diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban butir soal atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko). Dari pola penyebaran jawaban butir soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi dengan baik atau tidak. Suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit dipilih oleh 5 % pengikut tes.
Setelah tingkat kesukaran soal, daya pembeda, homogenitas dan analisis pengecoh dihitung, selanjutnya perlu diketahui pula apakah suatu opsi (alternative jawaban) dari setiap soal berfungsi secara efektif atau tidak.



[1] Asrul dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Medan: Citapustaka Media,2014),hal.148-149
[2] Joko Widianto , Evaluasi Pembelajaran , (Madiun: UNIPMA PRESS,2018),hal.207-2084
[3] Asrul dkk, Evaluasi Pembelajaran,.....,hal.150
[4] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, 180-182. Arikunto, Prosedur, 212-214. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, 133-135.
[5] Ibid
[6]  Karjono Natar, Panduan Analisis Butir Soal (Lampung: UNILA Press, 2011), 12.
[7] Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, 219.
[8]  Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 102.
[9] Sunarti & Selly Rahmawati, Penilaian dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Andi, 2014),  hal. 139
[10] Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hal. 222
[11] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 279
[12] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 193
[13] Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hal. 234
[14] Sukardi, dewa ketut, Bimbinagn Karir di Sekolah- Sekolah,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal. 32

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer