Wednesday, May 01, 2019

NUSYUS, SYIQAQ DAN PENENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan oleh semua manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah keluarga menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan hak masing – masing, baik suami ataupun istri dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu berorientasi kearah tersebut, walaupun dalam aplikasi kehidupan tidaklah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Harapan setiap rumah tangga adalah kehidupan yang damai, tenang dan sejahtera. Sehingga dalam menjalani kehidupan mampu menciptakan hubungan keluarga yang sangat harmonis.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang dan menyenangkan. Ada kalanya kehidupannya begitu rumit dan penuh dengan masalah. Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing – masing.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai nusyuz, syiqaq, dan penengah. Semoga apa yang disampaiakan oleh penulis dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai umat Islam yang sangat menginginkan kehidupan berrumah tangga yang harmonis serta menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Nusyuz?
2.      Bagaimana Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Syiqaq?
3.      Bagaimana Pengertian, dan Dasar Hukum  Hakam (penengah)?

C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mengetahui Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Nusyuz
2.      Untuk mengetahui Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Syiqaq.
3.      Untuk mengetahui Pengertian, dan Dasar Hukum Hakam (Penengah).



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Nusyuz
1.      Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nazyaya-yansyuzu nasyazan wa nusyuzan, yang berarti meninggi, menonjol, durhaka, menentang, atau bertindak kasar.[1] Menurut bahasa nusyuz adalah masdar dari kata, ينشز نشز  yang mempunyai arti tanah yang terangkat tinggi ke atas. Nusyuz berarti sesuatu yang tinggi seperti misalnya perkataan.
Secara terminologi, nusyuz  mempunyai beberapa pengertian seperti:
a.       Fuqaha Hanafiyah mendefinisikan nusyuz dengan ketidaksenangan yang terjadi di anatra suami-istri.
b.      Ulama malikiyah berpendapat bahwa nusyuz adalah saling manganiaya suami istri.
c.       Ulama Syafi’iyah, nusyuz  adalah perselisihan di antra suami istri.
d.      Ulama Hanabilah mendefinisikan nusyuz dengan ketidaksenagan dari pihak istri atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis.[2]
Arti kata nusyuz ialah membangkang. Yang dimaksud adalah membangkang terhadap kewajiban-kewajiban dalam hidup perkawinan. Membangkang teradap kewajiban-kewajiban dalam hidup perkawinan dapat terjadi  pada pihak istri dan dapat pula pada pihak suami.[3]
2.      Dasar Hukum Nusyuz
Terjadinya konflik rumah tangga antara suami dan istri adalah nusyuz. Hal ini dapat ditemukan dalam Q.S An-Nisa’ ayat 34:

اَلرَّ جَالُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰه بَعْضَهُمَ عَلٰ بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَٰهُ ۗ وَا لّٰتِىْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَا جِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْغُنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَيِيْرًا 34))
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S An-Nisa’ ayat 34).[4]
Ayat diatas digunakan sebagai landasan tentang nusyûznya istri terhadap suami, meskipun secara tersurat tidak dijelaskan bagaimana awal mula terjadinya nusyûz isteri, melainkan menjelaskan tetang solusi atau proses penyelesaiannya. Atau dapat juga ditarik beberapa pemahaman mengenai kandungan hukum yang terdapat dalam Ayat tersebut yaitu:
a. Kepemimpinan rumah tangga
b. Hak dan kewajiban suami-isteri
c. Solusi tentang nusyûz yang dilakukan oleh isteri.[5]
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), aturan mengenai persoalan nusyuz hanya pada nusyuznya isteri dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Dalam persoalan nusyuz, KHI mengkat dari ketentuan awal tentang kewajiban bagi isteri, yaitu berbakti lahir dan batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. Dan isteri dianggap nusyuz jika istri tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut. Walaupun dalam masalah tersebut menentukan ada atau tidak adanya nusyuz isteri. Hal tersebut menurut KHI harus di dasarkan atas bukti yang sah.[6]
3.      Macam-Macam Nusyuz
1.      Nusyuz Istri
Nusyuz bisa terjadi pada perempuan (istri) dan juga laki-laki (suami). Akan tetapi, watak perempuan berbeda dengan watak laki-laki. Oleh karena itu, penyembuhanya juga berbeda antara nusyuz antara istri ataupun nusyuz suami. [7]
Adapun kriteria perbuatan nusyuz menurut para ulama mazhab, yaitu sebagai berikut:
a.       Menurut ulama Hanafi, apabila seorang istri (perempuan) keluar dari rumah suami tanpa izin suaminya dan istri tidak mau melayani suaminya tanpa alasan yang benar.
b.      Menurut ulama Maliki, apabila istri tidak taat terhadap suaminya dan istri menolak untuk digauli, serta mendatangi suatu tempat yang istri tahu hal itu tidak diizinkan oleh suaminya, dan istri mengabaikan kewajibannya terhadap Allah SWT, seperti tidak mandi janabah, dan tidak puasa pada bulan Ramadhan.
c.       Menurut ulama Syafi’i, apabila istri tidak mematuhi suaminya dan tidak menjalankan ketentuan-ketentuan agama yang berkaitan dengan hak-hak suaminya seta tidak menunaikan kewajiban agama lainya.
d.      Meurut ulama Hanbali, apabila istri melakukan tindakan yang tidak memberikan hak-hak suami yang wajib diterimanya karena pernikahan.[8]
Untuk itu sebagai seorang suami harus melakukan suatu tindakan apabila istri melakukan perbuatn nusyuz. Adapun tindakan suami yang harus dilakukan  adalah:
1)      Menasihati
Seperti firman Allah :
....وَاْلَّتِى تخَا فُونَ نُشُوزَ هُنَّ فَعِظُو هُنَّ.....
Dan perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyusnya maka nasihatilah mereka. (Q.S An-Nisa’ ayat 34).[9]
Adapun yang dapat dilkukan oleh suami untuk istri adalah sebgai berikut:
a.       Mengancamnya dengan tidak memberi sebagian kesenagan materiil,
b.      Mengingatkan istri dengan menyebut dampak-dampak nusyuz,  diataranya bisa berupa penceraian yang berdampak keretakan eksistensial keluarga dan terlantarya anak-anak,
c.       Mesjelaskan kepada istri tentang yang terjadi di akhirat, bagi perempuan yang ridha dengan Allah dan taat kepada suaminya,
d.      Memilih waktu dan tempat yang sesui untuk berbicara.[10]
2)      Berpisah tempat tidur
Memisahkan tempat tidurnya dari tempat tidur istri, meninggalkan pergaulan, berdasarkan firman Allah swt:
 .....وَاْهْحُرُو هُنَّ فِى المَضَا جِعِ .....
 Dan tinggalkanlah mereka dari tempat tidur (Q.S An-Nisa’ ayat 34).[11]
Berpisah dari tempat tidur yaitu suami tidak tidur bersama istrinya, memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh denganya. Jika istri mencintai suami maka hal itu terasa berat sehingga akan membuat mereka baik.[12]
3)      Memukul
Jika dengan berpisah belum berhasil, maka bagi suami diperintahkan untuk memukul istrinya. Pemukulan ini tidak wajib secara syara’ dan juga tidak baik dilakukan. Namun cara ini merupakan cara terakhir bagi suami setelah tidak  mampu menundukan istrinya, mengajaknya dengan bimbingan, nasihat, dan pemisahan tempat tidur. Pemukulan adalah hukuman fisik dari segi syara’ dan tidak dimaksudkan terbatas pada pemberian rasa sakit pada fisik perempuan yang durhaka.  Atau untuk mempertahankan perempuan agar tidak pergi atau marah darinya. Akan tetapi, ini usaha untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran, membersihkan rumah tangga dari keterpecahan yang dihadapinya. Bahwa  memukul itu lebih sedikit madharatnya daripada perceraian[13]
Menurut Ali Yusuf As-Subki sebaiknya untuk tidak berturut-turut memukul dalam satu tempat. Menghindari wajah, karena wajah menghimpun keindahan. Hendaknya tidak memukul dengan cemati, juga tidak dengan tongkat. Suami diperbolehkan untuk memukul istri sebagai pendidikan maksudnya yaitu mendidik keluarganya menjadi lebih baik lagi tanpa menyakiti.[14]
2.      Nusyuz Suami
Nusyuznya suami yaitu menjauhi istri, bersikap kasar, meninggalkan istri, meninggalka istri dari tempat tidur, mengurangi nafkah, atau berbagai beban berat lainya dengan istri, suami menikah dengan perempuan lain yang ditemuinya pada kehidupan pernikahanya tanpa melihat keaadan istri pertama, suami yang berakhlak tercela, mudah marah, atau kekacauan dalam pembelajaranya.
Adapun penyembuhan atas nusyuznya suami adalah sebgai berikut:
a.       Hendaknya isti meminta ketetapanya sebagai seorang istri akan kemuliaan pemeliharaan beserta sifat-sifat yang dituntut bagi istri seperti hak memberikan tempat tinggal, nafkah dan sebagainya.
b.      Sebagai seorang istri hendaknya istri membuat suaminya agar tetap mencintainya, mempertahakan kelanggengan keluarga, takut untuk berpisah dan bercerai.[15]

B.     Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Syiqaq
1.      Pengertian Syiqaq
Siyqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan, dan permusuhan.[16] Menurut istilah, syiqaq dapat berarti krisis memuncak yang terjadi antara suami istri, sehingga terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran.  Sedaangkan menurut fiqh, syiqaq adalah perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.[17] Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama. Dengan demikian syiqaq berbeda dengan nusyuz, yang perselisihannya hanya berawal dan terjadi pada salah satu pihak, yaitu dari pihak suami atau istri. [18]
Salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah adanya perselisihan atau pertengkaran yang memuncak antara suami dan istri. Menurut Undang-Undang kekerasan dalam rumah tangga disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisisk, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 ayat 1).[19]


2.      Dasar Hukum Syiqaq
Dasar hukum syiqaq ialah firman Allah swt, dalam surah An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا ﴿۳۵

“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaaan antara keduanya (suami istri) maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah swt, akan memberi taufik kepada keduanya (suami istri tersebut). Sesungguhnya Allah swt, Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa’: 35)[20]
Berdasarkan firman Allah swt tersebut, jika terjadi kasus syiqaq antara suami istri, maka diutus seorang hakam dari pihak seorang suami dan seorang hakam dari pihak seorang istri untuk mengadaka penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab tentang terjadinya syiqaq serta berusaha mendamaikannya, atau mengambil prakarsa putusannya perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang sebaik-baiknya.[21]

3.      Sebab-Sebab Terjadinya Syiqaq Dalam Rumah Tangga
Faktor utama penyebab terjadinya syiqaq dalam rumah tangga adalah karena adanya nusyuz, baik dari pihak suami maupun istri, sebab-sebab terjadinya syiqaq tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Syiqaq yang disebabkan oleh nusyuz istri
Adapun faktor penyebab syiqaq dalam rumah tangga yang disebabkan oleh nusyuz istri antara lain:
a.       Istri tidak memenuhi kewajiban suami
b.      Tidak memenuhi hasrat seksual suami, melakukan pisah ranjang dan menolak untuk menanggapi panggilannya.
c.       Keluar dari rumah tanpa seizin suami atau tanpa hak syar’i.
d.      Tidak mampu mengatur keuangan.
e.       Melontarkan kata-kata yang menyakiti hati suami
f.        Melalaikan tanggung jawab untuk melayani suami
2.      Syiqaq yang disebabkan oleh nusyuz suami
Adapun faktor penyebab syiqaq dalam rumah tangga yang disebabkan oleh nusyuz suami antara lain:
a.       Seorang suami tidak memenuhi kewajibannya.
b.      Ketidak mampuan suami untuk menafkahi keluarganya.
c.       Suami tidak pengeertian kepada istri.
Disamping itu, Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali dalam al-wasit fi al-madzab, juga menjelaskan, bahwa dalam kehidupan rumah tangga  syiqaq (perselisihan atau percekcokan) bisa terjadi karena tiga faktor, yaitu: pertama, istri nusyuz terhadap suami, kedua, seorang istri mendapat perlakuan sewenang-wenang dari suami, seperti halnya dipukul dan lain-lain, ketiga, adalah adanya suatu persoalan yang rumit sehingga sulit diketahui siapa yang bersalah dalam masalah itu, suami atau istri.[22]

C.    Pengertian, dan Dasar Hukum hakam (Penengah)
1.      Pengertian hakam
Istilah hakam berasal dari bahasa Arab yaitu al-hakamu yang menurut bahasa berarti wasit atau juru penengah. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia hakam berarti perantara, pemisah, wasit.[23]
Secara etimologis, hakam dalam perspektif Islam adalah orang yang ditunjuk (berperan) sebagai penengah dalam penyelesaian sengketa. Dalam tradisi Islam, penyelesaian perselisihan dan persengketaan dengan mediasi dikenal sebagai tahkim, dengan hakam sebagai juru damai atau mediatornya.[24] Diartikan juru damai, yakni seseorang yang dikirim oleh kedua belah pihak suami istri apabila terjadi perselisihan antara keduanya, tanpa diketahui keadaan siapa yang benar dan siapa yang salah di antara kedua suami istri tersebut.
Dari beberapa uraian tentang pengertian hakam di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian hakam ialah seseorang atau lebih, dari pihak keluarga atau orang lain yang ditetapkan dan bertugas sebaga juru tengah untuk mendamaikan antara suami dan istri yang sedang berselisih dan bersengketa.

2.      Dasar hukum hakam(penengah)
Mengenai penetapan atau pengangkatan hakam dapat diketahui dalam QS. An-Nisa’ ayat 35, disebutkan bahwa :

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا
إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
"Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 35)
Dari ayat di atas maka dapat diketahui bahwa proses penyelesaian sengketa dibutuhkan seorang hakam (juru damai) sebagai penengah dalam penyelesaian sengketa. Peran dari hakam di sini sangat penting dengan mengkomunikasikan para pihak yang bersengketa. Jadi, di sini komunikasi secara langsung antara para pihak akan lebih produktif dalam menyelesaikan sengketa. Hal tersebut kemudian dikuatkan oleh firman Allah dalam QS. Al Hujurat ayat 9-10 sebagai berikut:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ) 10(

"Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 9-10).
Dari kedua ayat yang di atas terlihat bahwa begitu pentingnya peran hakam dalam perselisihan atau persengketaan  antara suami dan istri. Maka bila terjadi perselisihan antara suami istri, hendaklah diutus seorang hakam dari keluarga suami atau seorang hakam dari keluarga istri. Kemudian keduanya berusaha mendamaikan antara suami istri tersebut sehingga dapat hidup rukun kembali.
3.      Syarat-syarat menjadi hakam
Syarat-syarat menjadi hakam menurut Jumhur Ulama' adalah orang
muslim, adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan kematangan berpikir, dan bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar pada perbaikan hubungan dan pemisahan antara mereka bedua, berdasarkan pendapat Jumhur Ulama’, keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hubungan atau memisahkan mereka.
Sedangkan dalam fiqih munakahat disebutkan tentang persyaratan menjadi hakam yaitu:
a) Berlaku adil antara di pihak yang bersengketa.
b) Mengadakan perdamaian antara kedua suami istri dengan ikhlas.
c) Disegani oleh pihak suami istri.
d) Hendaklah perpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau berdamai.[25]

4.      Tugas dan fungsi hakam
Tugas hakam adalah sebagaimana tugas hakim, dalam sifat hakam
harus sama dengan sifat hakim, yaitu mempunyai sifat jujur, bijaksana, mempunyai kompetensi di bidangnya, dan sifat lain yang mendukungnya. Hakam berperan hanya bersifat memberikan bantuan, nasehat mengenai perkara yang ditanganinya sesuai dengan hukum yang ada. Selain itu tugas hakam itu ialah untuk mengetahui persoalan perselisihan yang terjadi dan sebab-sebabnya. Tugas serupa itu tepat dilaksanakan oleh orang yang bijaksana meskipun bukan dari keluarga suami atau keluarga istri yang mungkin lebih mengetahui rahasia persengketaan itu dan lebih mudah bagi keduanya untuk menyelesaikannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perceraian.[26]
            Berdasarkan tugas hakam itulah, ia dapat menjalankan fungsinya
sebagai hakam dalam memberikan bantuan hukum dan nasihat hukum, Fungsi hakam adalah berusaha untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa agar masalah dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Ia harus berusaha agar perkara  yang disengketakan oleh masing-masing pihak dapat terselesaikan. Dengan demikian, seorang hakam dalam membela, mendampingi, mewakili, bertindak, dan menunaikan tugas dan fungsinya haruslah selalu memasukkan ke dalam pertimbangannya kewajiban terhadap klien, terhadap pengadilan, diri sendiri, dan terhadap negara untuk menegakkan keberadaan dan keadilan.[27]
            Jadi dapat disimpulkan bahwa tugas dan fungsi hakam ialah memberikan bantuan, nasehat mengenai perkara yang ditanganinya sesuai dengan hukum yang ada dan mengetahui persoalan perselisihan yang terjadi serta sebab-sebabnya, dan berusaha untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa agar masalah dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Nusyuz adalah suatu perbuatan yang menentang atau membangkang terhadap kewajiban-kewajiban dalam hidup berumah tangga atau dalam suatu pernikahan anatra suami dan istri. Dasar hukum  yang menjadi landasan nusyuznya istri terhadap suami adalah Q.S. An-Nisa’ ayat 34 yang dalam kandungan hukum Ayat tersebut terdiri dari: kepemimpianan rumah tangga, hak dan kewajiban suami istri, serta solusi penyelesaian nusyus yag dilakukan istri. Nusyus terdiri dari nusyuz istri dan nusyuz suami yang bisa diselesaikan dengan nasihat, berpisah tempat tidur dan terkhir apabila tidak bisa diseslesaiakn dengan kedua cara tersebut bisa dengan cara memukul.
Syiqaq adalah perselisihan antara suami dan istri. Dasar hukum syiqaq terdapat dalam Q.S An-Nisa’ ayat 35 yang mengutus seorang hakam dari pihak seorang suami dan seorang hakam dari pihak seorang istri untuk mengadakan penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab tentang terjadinya syiqaq serta berusaha mendamaikannya. Adapun faktor penyebab terjadinya syiqa adalah istri nusyuz terhadap suami, seorang istri mendapat perlakuan kasar dari suami, dan adanya persolaan yang rumit antara kedua belah pihak.
Pengertian hakam ialah seseorang atau lebih, dari pihak keluarga atau orang lain yang ditetapkan dan bertugas sebaga juru tengah untuk mendamaikan antara suami dan istri yang sedang berselisih dan bersengketa. Dasar hukum hakam (penengah) terdapat dalam Q.S An-Nisa’ ayat 34 dan Q.S. Al-Hujurat ayat 9 dan 10 dari kedua ayat tersebut dijelaskan apabila suami istri berselisih dapat diselesaikan dengan mengutus hakam untuk mendamaikan suami istri yang berselisih. Seorang hakam harus adil dan tidak memihak dari salah satu pihak yang berselisih. Tugas da fungsi hakam adalah memberi nasihat dan mendamaikan suami istri agama masalahnya dapat diselesaikan.


       [1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Progressif, 1997), Hal. 1418-1419
      [2] M. Dahlan, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: DEEPUBLISH, 2015), hal. 125-126
      [3] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2014), hal. 88-89
      [4] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:Duta Surya, 2012), hal. 108-109
     [5] Laykatul Fitria, Makna Nusyuz dalam Pandangan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Skripsi S1, hal. 28
       [6] Pasal 83 ayat 1 dan pasal 83 ayat (1) dan ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (KHI)
       [7] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2012), hal. 302
       [8] M. Dahlan, Fikih Munakahat, ......... hal. 127-128
       [9] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,.......... hal. 108
       [10] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, .......... hal. 303-304
       [11] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,......... hal.108
       [12] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, ……. hal. 305-306
       [13] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, ........ hal. 307-308
      [14] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, .........hal. 312-313
      [15] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, ……… hal. 317-319
      [16] MZAB Zulkarnain, Bab III Tinjauan Umum Tentang Syiqaq dan Shulh Dalam Hukum Islam, Repository UIN SUSKA, 2015, hal. 22.
      [17] Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta; Kencana Media Prenada Group, 2006), hal. 241.
       [18] MZAB Zulkarnain, Bab III Tinjauan Umum Tentang Syiqaq dan Shulh,……, hal. 22.
       [19] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat 1.
       [20] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, .......... hal. 109.
      [21] Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 41.
      [22] Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-Wasit Fi Al-Madzab, (Dar al-Salam: 1997), sebagaimana syang dikutip  Nur Taufiq Sanusi dalam Disertasi, hal. 11.
       [23] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional & Balai Pustaka, 2003), hal. 383
       [24] Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13
       [25] Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 193
       [26] Dedi Mulyadi, PERAN DAN FUNGSI HAKAM DALAM PERKAWINAN UPAYA MENANGGULANGI SYIQAQ, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 1 No. 2, 2016, hal. 35
       [27] Dedi Mulyadi, PERAN DAN FUNGSI HAKAM DALAM PERKAWINAN UPAYA MENANGGULANGI SYIQAQ, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 1 No. 2, 2016, hal. 38-39

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer