BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebahagiaan
dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan oleh semua manusia, dan
semua itu akan terasa disaat sebuah keluarga menjalankan apa yang menjadi
kewajiban dan hak masing – masing, baik suami ataupun istri dalam sebuah
keluarga. Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu
berorientasi kearah tersebut, walaupun dalam aplikasi kehidupan tidaklah
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Harapan setiap rumah tangga adalah
kehidupan yang damai, tenang dan sejahtera. Sehingga dalam menjalani kehidupan
mampu menciptakan hubungan keluarga yang sangat harmonis.
Namun pada
kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang dan
menyenangkan. Ada kalanya kehidupannya begitu rumit dan penuh dengan masalah.
Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami
ataupun istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka
masing – masing.
Pada kesempatan
kali ini, penulis akan membahas mengenai nusyuz, syiqaq, dan penengah.
Semoga apa yang disampaiakan oleh penulis dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua sebagai umat Islam yang sangat menginginkan kehidupan berrumah
tangga yang harmonis serta menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Nusyuz?
2. Bagaimana Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Syiqaq?
3. Bagaimana Pengertian, dan Dasar Hukum Hakam (penengah)?
C. Tujuan
Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Nusyuz
2. Untuk mengetahui Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-Macam Syiqaq.
3. Untuk mengetahui Pengertian, dan Dasar Hukum Hakam (Penengah).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Dasar Hukum, dan
Macam-Macam Nusyuz
1. Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nazyaya-yansyuzu nasyazan wa nusyuzan, yang berarti meninggi, menonjol, durhaka, menentang,
atau bertindak kasar.[1] Menurut bahasa nusyuz adalah masdar
dari kata, ينشز نشز yang mempunyai arti tanah
yang terangkat tinggi ke atas. Nusyuz berarti sesuatu yang tinggi
seperti misalnya perkataan.
Secara terminologi, nusyuz mempunyai beberapa pengertian seperti:
a.
Fuqaha
Hanafiyah mendefinisikan nusyuz dengan ketidaksenangan yang terjadi di
anatra suami-istri.
b.
Ulama
malikiyah berpendapat bahwa nusyuz adalah saling manganiaya suami istri.
c.
Ulama
Syafi’iyah, nusyuz adalah
perselisihan di antra suami istri.
d.
Ulama
Hanabilah mendefinisikan nusyuz dengan ketidaksenagan dari pihak istri
atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis.[2]
Arti kata nusyuz ialah
membangkang. Yang dimaksud adalah membangkang terhadap kewajiban-kewajiban
dalam hidup perkawinan. Membangkang teradap kewajiban-kewajiban dalam hidup
perkawinan dapat terjadi pada pihak
istri dan dapat pula pada pihak suami.[3]
2.
Dasar Hukum Nusyuz
Terjadinya konflik rumah tangga
antara suami dan istri adalah nusyuz. Hal ini dapat ditemukan dalam Q.S
An-Nisa’ ayat 34:
اَلرَّ
جَالُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰه بَعْضَهُمَ عَلٰ
بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ
لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَٰهُ ۗ وَا لّٰتِىْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ
فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَا جِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ
اطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْغُنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ
عَلِيًّا كَيِيْرًا 34))
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S An-Nisa’ ayat 34).[4]
Ayat diatas digunakan sebagai
landasan tentang nusyûznya istri terhadap suami, meskipun secara
tersurat tidak dijelaskan bagaimana awal mula terjadinya nusyûz isteri,
melainkan menjelaskan tetang solusi atau proses penyelesaiannya. Atau dapat
juga ditarik beberapa pemahaman mengenai kandungan hukum yang terdapat dalam
Ayat tersebut yaitu:
a. Kepemimpinan rumah tangga
b. Hak dan kewajiban suami-isteri
c. Solusi tentang nusyûz yang dilakukan
oleh isteri.[5]
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), aturan
mengenai persoalan nusyuz hanya pada nusyuznya isteri dan akibat
hukum yang ditimbulkannya. Dalam persoalan nusyuz, KHI mengkat dari
ketentuan awal tentang kewajiban bagi isteri, yaitu berbakti lahir dan batin kepada
suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. Dan isteri dianggap nusyuz
jika istri tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut. Walaupun dalam
masalah tersebut menentukan ada atau tidak adanya nusyuz isteri. Hal
tersebut menurut KHI harus di dasarkan atas bukti yang sah.[6]
3.
Macam-Macam Nusyuz
1.
Nusyuz
Istri
Nusyuz bisa terjadi pada perempuan (istri)
dan juga laki-laki (suami). Akan tetapi, watak perempuan berbeda dengan watak
laki-laki. Oleh karena itu, penyembuhanya juga berbeda antara nusyuz antara
istri ataupun nusyuz suami. [7]
Adapun kriteria perbuatan nusyuz menurut
para ulama mazhab, yaitu sebagai berikut:
a.
Menurut
ulama Hanafi, apabila seorang istri (perempuan) keluar dari rumah suami tanpa
izin suaminya dan istri tidak mau melayani suaminya tanpa alasan yang benar.
b.
Menurut
ulama Maliki, apabila istri tidak taat terhadap suaminya dan istri menolak
untuk digauli, serta mendatangi suatu tempat yang istri tahu hal itu tidak
diizinkan oleh suaminya, dan istri mengabaikan kewajibannya terhadap Allah SWT,
seperti tidak mandi janabah, dan tidak puasa pada bulan Ramadhan.
c.
Menurut
ulama Syafi’i, apabila istri tidak mematuhi suaminya dan tidak menjalankan
ketentuan-ketentuan agama yang berkaitan dengan hak-hak suaminya seta tidak
menunaikan kewajiban agama lainya.
d.
Meurut
ulama Hanbali, apabila istri melakukan tindakan yang tidak memberikan hak-hak
suami yang wajib diterimanya karena pernikahan.[8]
Untuk itu sebagai seorang suami
harus melakukan suatu tindakan apabila istri melakukan perbuatn nusyuz. Adapun
tindakan suami yang harus dilakukan
adalah:
1)
Menasihati
Seperti firman
Allah :
....وَاْلَّتِى
تخَا فُونَ نُشُوزَ هُنَّ فَعِظُو هُنَّ.....
Dan
perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyusnya maka nasihatilah mereka. (Q.S An-Nisa’ ayat 34).[9]
Adapun yang dapat dilkukan oleh suami untuk istri adalah sebgai
berikut:
a.
Mengancamnya dengan tidak memberi sebagian
kesenagan materiil,
b.
Mengingatkan istri dengan menyebut
dampak-dampak nusyuz, diataranya
bisa berupa penceraian yang berdampak keretakan eksistensial keluarga dan
terlantarya anak-anak,
c.
Mesjelaskan kepada istri tentang yang
terjadi di akhirat, bagi perempuan yang ridha dengan Allah dan taat kepada
suaminya,
2)
Berpisah
tempat tidur
Memisahkan tempat tidurnya dari tempat
tidur istri, meninggalkan pergaulan, berdasarkan firman Allah swt:
.....وَاْهْحُرُو هُنَّ فِى المَضَا جِعِ .....
Berpisah dari tempat tidur yaitu suami
tidak tidur bersama istrinya, memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh
denganya. Jika istri mencintai suami maka hal itu terasa berat sehingga
akan membuat mereka baik.[12]
3)
Memukul
Jika dengan berpisah belum berhasil, maka
bagi suami diperintahkan untuk memukul istrinya. Pemukulan ini tidak wajib
secara syara’ dan juga tidak baik dilakukan. Namun cara ini merupakan cara terakhir
bagi suami setelah tidak mampu menundukan istrinya, mengajaknya dengan
bimbingan, nasihat, dan pemisahan tempat tidur. Pemukulan adalah hukuman fisik
dari segi syara’ dan tidak dimaksudkan terbatas pada pemberian rasa sakit pada
fisik perempuan yang durhaka. Atau untuk
mempertahankan perempuan agar tidak pergi atau marah darinya. Akan tetapi, ini
usaha untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran, membersihkan rumah tangga
dari keterpecahan yang dihadapinya. Bahwa memukul itu lebih sedikit madharatnya daripada
perceraian[13]
Menurut Ali Yusuf As-Subki sebaiknya untuk tidak berturut-turut
memukul dalam satu tempat. Menghindari wajah, karena wajah menghimpun
keindahan. Hendaknya tidak memukul dengan cemati, juga tidak dengan tongkat. Suami diperbolehkan untuk memukul istri sebagai pendidikan
maksudnya yaitu mendidik keluarganya menjadi lebih baik lagi tanpa menyakiti.[14]
2.
Nusyuz
Suami
Nusyuznya suami yaitu menjauhi istri,
bersikap kasar, meninggalkan istri, meninggalka istri dari tempat tidur, mengurangi
nafkah, atau berbagai beban berat lainya dengan istri, suami menikah dengan
perempuan lain yang ditemuinya pada kehidupan pernikahanya tanpa melihat keaadan
istri pertama, suami yang berakhlak tercela, mudah marah, atau kekacauan dalam
pembelajaranya.
Adapun penyembuhan atas nusyuznya
suami adalah sebgai berikut:
a. Hendaknya
isti meminta ketetapanya sebagai seorang istri akan kemuliaan
pemeliharaan beserta sifat-sifat yang dituntut bagi istri
seperti hak memberikan tempat tinggal, nafkah dan sebagainya.
b. Sebagai seorang
istri hendaknya istri membuat suaminya agar tetap mencintainya, mempertahakan
kelanggengan keluarga, takut untuk berpisah dan bercerai.[15]
B. Pengertian, Dasar Hukum, dan
Macam-Macam Syiqaq
1.
Pengertian Syiqaq
Siyqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan, dan permusuhan.[16] Menurut
istilah, syiqaq dapat berarti krisis memuncak yang terjadi antara suami
istri, sehingga terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran. Sedaangkan menurut fiqh, syiqaq adalah
perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu seorang
hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.[17] Syiqaq
merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak suami
dan istri secara bersama-sama. Dengan demikian syiqaq berbeda dengan nusyuz,
yang perselisihannya hanya berawal dan terjadi pada salah satu pihak, yaitu
dari pihak suami atau istri. [18]
Salah satu penyebab terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga adalah adanya perselisihan atau pertengkaran yang
memuncak antara suami dan istri. Menurut Undang-Undang kekerasan dalam rumah
tangga disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisisk, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 ayat 1).[19]
2.
Dasar Hukum Syiqaq
Dasar hukum syiqaq ialah
firman Allah swt, dalam surah An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا
فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا
إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا ﴿۳۵﴾
“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaaan antara keduanya
(suami istri) maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah swt, akan memberi taufik kepada keduanya (suami istri
tersebut). Sesungguhnya Allah swt, Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa’: 35)[20]
Berdasarkan firman Allah swt
tersebut, jika terjadi kasus syiqaq antara suami istri, maka diutus
seorang hakam dari pihak seorang suami dan seorang hakam dari pihak seorang
istri untuk mengadaka penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab tentang
terjadinya syiqaq serta berusaha mendamaikannya, atau mengambil prakarsa
putusannya perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang sebaik-baiknya.[21]
3.
Sebab-Sebab Terjadinya Syiqaq Dalam Rumah Tangga
Faktor utama penyebab terjadinya syiqaq
dalam rumah tangga adalah karena adanya nusyuz, baik dari pihak
suami maupun istri, sebab-sebab terjadinya syiqaq tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Syiqaq yang disebabkan oleh nusyuz istri
Adapun faktor penyebab syiqaq
dalam rumah tangga yang disebabkan oleh nusyuz istri antara lain:
a.
Istri
tidak memenuhi kewajiban suami
b.
Tidak
memenuhi hasrat seksual suami, melakukan pisah ranjang dan menolak untuk
menanggapi panggilannya.
c.
Keluar
dari rumah tanpa seizin suami atau tanpa hak syar’i.
d.
Tidak
mampu mengatur keuangan.
e.
Melontarkan
kata-kata yang menyakiti hati suami
f.
Melalaikan
tanggung jawab untuk melayani suami
2. Syiqaq yang disebabkan oleh nusyuz suami
Adapun faktor penyebab syiqaq
dalam rumah tangga yang disebabkan oleh nusyuz suami antara lain:
a.
Seorang
suami tidak memenuhi kewajibannya.
b.
Ketidak
mampuan suami untuk menafkahi keluarganya.
c.
Suami
tidak pengeertian kepada istri.
Disamping itu, Muhammad bin Muhammad
Al-Ghazali dalam al-wasit fi al-madzab, juga menjelaskan, bahwa dalam
kehidupan rumah tangga syiqaq (perselisihan
atau percekcokan) bisa terjadi karena tiga faktor, yaitu: pertama, istri
nusyuz terhadap suami, kedua, seorang istri mendapat perlakuan
sewenang-wenang dari suami, seperti halnya dipukul dan lain-lain, ketiga,
adalah adanya suatu persoalan yang rumit sehingga sulit diketahui siapa yang
bersalah dalam masalah itu, suami atau istri.[22]
C. Pengertian, dan Dasar Hukum hakam (Penengah)
1. Pengertian hakam
Istilah hakam berasal dari bahasa Arab yaitu al-hakamu
yang menurut bahasa berarti wasit atau juru penengah. Sedangkan dalam kamus
besar Bahasa Indonesia hakam berarti perantara, pemisah, wasit.[23]
Secara etimologis, hakam dalam perspektif Islam adalah
orang yang ditunjuk (berperan) sebagai penengah dalam penyelesaian sengketa.
Dalam tradisi Islam, penyelesaian perselisihan dan persengketaan dengan mediasi
dikenal sebagai tahkim, dengan hakam sebagai juru damai atau
mediatornya.[24]
Diartikan juru damai, yakni seseorang yang dikirim oleh kedua belah pihak suami
istri apabila terjadi perselisihan antara keduanya, tanpa diketahui keadaan
siapa yang benar dan siapa yang salah di antara kedua suami istri tersebut.
Dari beberapa uraian tentang pengertian hakam di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian hakam ialah seseorang atau lebih, dari pihak
keluarga atau orang lain yang ditetapkan dan bertugas sebaga juru tengah untuk
mendamaikan antara suami dan istri yang sedang berselisih dan bersengketa.
2. Dasar hukum hakam(penengah)
Mengenai penetapan atau pengangkatan hakam dapat
diketahui dalam QS. An-Nisa’ ayat 35, disebutkan bahwa :
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ
بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ
يُرِيدَا
إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ
بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
"Dan
jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga
perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 35)
Dari ayat di atas maka dapat diketahui
bahwa proses penyelesaian sengketa dibutuhkan seorang hakam (juru damai)
sebagai penengah dalam penyelesaian sengketa. Peran dari hakam di sini sangat
penting dengan mengkomunikasikan para pihak yang bersengketa. Jadi, di sini
komunikasi secara langsung antara para pihak akan lebih produktif dalam
menyelesaikan sengketa. Hal tersebut kemudian dikuatkan oleh firman Allah dalam
QS. Al Hujurat ayat 9-10 sebagai berikut:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ
فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ) 10(
"Dan
apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang
lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil.
Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 9-10).
Dari kedua ayat yang di atas terlihat
bahwa begitu pentingnya peran hakam dalam perselisihan atau
persengketaan antara suami dan istri.
Maka bila terjadi perselisihan antara suami istri, hendaklah diutus seorang hakam
dari keluarga suami atau seorang hakam dari keluarga istri. Kemudian
keduanya berusaha mendamaikan antara suami istri tersebut sehingga dapat hidup
rukun kembali.
3. Syarat-syarat menjadi hakam
Syarat-syarat menjadi hakam menurut Jumhur Ulama'
adalah orang
muslim,
adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan kematangan berpikir, dan
bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar pada perbaikan
hubungan dan pemisahan antara mereka bedua, berdasarkan pendapat Jumhur Ulama’,
keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hubungan
atau memisahkan mereka.
Sedangkan dalam fiqih munakahat disebutkan tentang
persyaratan menjadi hakam yaitu:
a)
Berlaku adil antara di pihak yang bersengketa.
b)
Mengadakan perdamaian antara kedua suami istri dengan ikhlas.
c)
Disegani oleh pihak suami istri.
d)
Hendaklah perpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau
berdamai.[25]
4. Tugas dan fungsi hakam
Tugas hakam adalah sebagaimana tugas hakim, dalam
sifat hakam
harus
sama dengan sifat hakim, yaitu mempunyai sifat jujur, bijaksana, mempunyai
kompetensi di bidangnya, dan sifat lain yang mendukungnya. Hakam berperan hanya
bersifat memberikan bantuan, nasehat mengenai perkara yang ditanganinya sesuai
dengan hukum yang ada. Selain itu tugas hakam itu ialah untuk mengetahui
persoalan perselisihan yang terjadi dan sebab-sebabnya. Tugas serupa itu tepat
dilaksanakan oleh orang yang bijaksana meskipun bukan dari keluarga suami atau
keluarga istri yang mungkin lebih mengetahui rahasia persengketaan itu dan
lebih mudah bagi keduanya untuk menyelesaikannya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya perceraian.[26]
Berdasarkan tugas hakam itulah, ia
dapat menjalankan fungsinya
sebagai
hakam dalam memberikan bantuan hukum dan nasihat hukum, Fungsi hakam adalah
berusaha untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa agar masalah dapat
diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Ia harus berusaha agar perkara yang disengketakan oleh masing-masing pihak
dapat terselesaikan. Dengan demikian, seorang hakam dalam membela, mendampingi,
mewakili, bertindak, dan menunaikan tugas dan fungsinya haruslah selalu
memasukkan ke dalam pertimbangannya kewajiban terhadap klien, terhadap
pengadilan, diri sendiri, dan terhadap negara untuk menegakkan keberadaan dan
keadilan.[27]
Jadi dapat disimpulkan bahwa tugas
dan fungsi hakam ialah memberikan bantuan, nasehat mengenai perkara yang
ditanganinya sesuai dengan hukum yang ada dan mengetahui persoalan perselisihan
yang terjadi serta sebab-sebabnya, dan berusaha untuk mendamaikan para pihak
yang bersengketa agar masalah dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nusyuz adalah suatu perbuatan yang
menentang atau membangkang terhadap kewajiban-kewajiban dalam hidup berumah
tangga atau dalam suatu pernikahan anatra suami dan istri. Dasar hukum yang menjadi landasan nusyuznya istri
terhadap suami adalah Q.S. An-Nisa’ ayat 34 yang dalam kandungan hukum Ayat
tersebut terdiri dari: kepemimpianan rumah tangga, hak dan kewajiban suami
istri, serta solusi penyelesaian nusyus yag dilakukan istri. Nusyus
terdiri dari nusyuz istri dan nusyuz suami yang bisa diselesaikan
dengan nasihat, berpisah tempat tidur dan terkhir apabila tidak bisa
diseslesaiakn dengan kedua cara tersebut bisa dengan cara memukul.
Syiqaq adalah perselisihan antara suami dan
istri. Dasar hukum syiqaq terdapat dalam Q.S An-Nisa’ ayat 35 yang mengutus seorang
hakam dari pihak seorang suami dan seorang hakam dari pihak seorang istri untuk
mengadakan penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab tentang terjadinya
syiqaq serta berusaha mendamaikannya. Adapun faktor penyebab terjadinya
syiqa adalah istri nusyuz terhadap suami, seorang istri mendapat
perlakuan kasar dari suami, dan adanya persolaan yang rumit antara kedua belah
pihak.
Pengertian hakam ialah
seseorang atau lebih, dari pihak keluarga atau orang lain yang ditetapkan dan
bertugas sebaga juru tengah untuk mendamaikan antara suami dan istri yang
sedang berselisih dan bersengketa. Dasar hukum hakam (penengah) terdapat dalam Q.S
An-Nisa’ ayat 34 dan Q.S. Al-Hujurat ayat 9 dan 10 dari kedua ayat tersebut
dijelaskan apabila suami istri berselisih dapat diselesaikan dengan mengutus
hakam untuk mendamaikan suami istri yang berselisih. Seorang hakam harus adil
dan tidak memihak dari salah satu pihak yang berselisih. Tugas da fungsi hakam
adalah memberi nasihat dan mendamaikan suami istri agama masalahnya dapat
diselesaikan.
No comments:
Post a Comment