Thursday, June 06, 2019

PENGERTIAN HADITS DAN UNSUR-UNSURNYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Hadits adalah sumber hukum kedua setelah al-Quran yang merupakan penjelasan dari ayat-ayat al-Quran yang bermakna umum. Akan tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadits. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadits, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan dikatakan hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap hadits.
Hadits memiliki sinonim yang hampir sama dengan sunnah, kahabar dan atsar. Hadits mempunyai beberapa struktur yaitu sanad, matan, rawi yang masing-masing mempunyai peran penting dari keadaan suatu hadits tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut penulis akan menjelaskan pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar. Sehingga kita dapat memahami hadits, sunnah, khabar, dan atsar beserta unsur-unsurnya secara singkat agar mudah di mengerti oleh pembaca.
           
B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar persamaan dan perbedaan ?
2.      Bagaimana pengertian Sanad, Matan, Rawi ?
C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk menjelaskan pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar, persamaan dan perbedaan.
2.      Untuk menjelaskan pengertian Sanad, Matan, Rawi


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar, Persamaan dan Perbedaan
1.      Pengertian Hadits
Hadits adalah teladan dari Nabi Muhammad yang wajib diikuti. Sebagian besar hadits diriwayatkan secara lisan oleh para sahabat kepada generasi penerus mereka (tabi’in).
Hadits atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Hadits juga sering disebut dengan الخبر (al-khabar), yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits[1].
Hadits secara etimologi berarti ”baru dari segala sesuatu”. Kata hadits mengandung pengertian sedikit dan banyak. Firman Allah dalam Q.S. Adh-Dhuha:11 yang artinya “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. Maksudnya sampaikanlah risalah. Dengan demikian, secara etimologi kata Hadits sinonim dengan kata al-khabar.
Sedangkan secara istilah (terminologis) sinonim dengan Sunnah.Keduanya diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasul sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul, akan tetapi pada umumnya hadits dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan oleh Rasul setelah kenabian baik itu berupa sabda, perbuatan maupun taqrir[2].


Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits.
a.       Ulama Hadits umumnya menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau”.
b.      Ulama Ushul menyatakan, bahwa: “Hadits ialah segala perkataan, segala perbuatan dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”.
c.       Sebagian Ulama, antara lain At-Thiby menyatakan, bahwa: “Hadits ialah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, para sahabat-sahabatnya dan para tabi’in”[3].
Perbedaan pandangan tersebut kemudian melahirkan dua macam pengertian hadits, yakni pengertian terbatas dan luas. Pengertian hadits secara terbatas adalah segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad . Adapun pengertian secara luas, sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi, “sesungguhnya hadis bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad melainkan dapat pula disebut pada yang mauquf (dinisbatkan pada perkataan dan segainya dari sahabat) dan maqthu’(dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabi’in)”[4].
                                                                                      
Adanya perbedaan ini karena berbedanya dalam meninjau hadits tersebut.
Contoh Hadits Nabi:
a.    Yang berupa perkataan/ Sabda:
عَنْالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَالْإِيمَانُبِضْعٌوَسَبْعُونَشُعْبَةًوَالْحَيَاءُشُعْبَةٌمِنْالْإِيمَانِ
Nabi Muhammad bersabda: iman itu ada tujuh puluh cabang. Dan malu itu cabang dari iman”.

b.      Yang berupa perbuatan:

عَنْجَابِرِبْنِعَبْدِاللَّهِأَنَّالنَّبِيَّكَانَيُصَلِّيعَلَىرَاحِلَتِهِنَحْوَالْمَشْرِقِفَإِذَاأَرَادَأَنْيُصَلِّيَالْمَكْتُوبَةَنَزَلفَاسْتَقْبَلالْقِبْلَةَ 
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW shalat di atas kendaraannya menuju kearah Timur. Namun ketika beliau mau shalat wajib, beliau turun dan shalat menghadap kiblat”. (HR. Bukhari)

c.    Yang berupa taqrir (pengakuan)
Para ulama pada umumnya beerpendapat bahwa hadist adalah semua perkataan, perbuatan, taqrir, dan hal hal lain yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW[5]
Yang dimaksud taqrir (pengakuan) ialah apabila nabi  mendiamkan atas perbuatan yang dilakukan oleh sahabat. Misalnya pada suatu ketika nabi bersama Khalid bin Walid berada dalam suatu jamuan makan yang dihidangkan daging biawak (dhabb) . Nabi tidak menegur atas adanya jamuan dari daging biawak (dhabb), dan ketika Nabi dipersilahkan untuk memakannya beliau bersabda:
لاَ، وَلَكِنْلَمْيَكُنْبِأَرْضِقَوْمِيفَأَجِدُنِيأَعَافُهُ.
Tidak, tetapi binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik padanya
فَاجْتَرَرْتُهُفَأَكَلْتُهُوَرَسُولُاللهِ:قَالَخَالِدٌ
“Kata Khalid: segera aku memotongnya dan memakannya, sedang Rasululllah melihat padaku”.


2.      Pengertian Sunnah
Menurut etimologi, sunnah adalah jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela. Dalam pengertian syara’, kata Sunnah dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang atau  dianjurkan oleh Rasul , baik berbentuk sabda maupun perbuatan[6].
Dari sudut terminologi di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah [7]. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi 3 golongan:
a)      Ulama Hadits membahas segala sesuatu dari Rasul dalam kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk dan penuntun sebagai teladan dan figur bagi kita, karena diri beliau sebagai “uswatun hasanah”
b)      Ulama Ushul membahas segala sesuatu dari Rasul dalam kapasitas beliau sebagai pembentuk syari’at yang membentuk undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi mujtahid sepeninggal beliau[8]
c)      Ulama Fiqh meninjau dari segi pribadi Nabi . dalam seluruh aspek kehidupannya.(perbuatan,perkataan,pengakuan) mempunyai nilai hukum, yang berkisar antara wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.[9]

Pengertian Sunnah menjadi beragam di kalangan para pengkaji syari’at, sesuai dengan spesialisasi dan tujuan masing-masing. Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang di ambil dari Rasul, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat fisik, dan juga non fisik, sebelum atau sesudah menjadi Rasul.

3.      Pengertian Khabar
Khabar adalah sebuah kata yang mengungkapkan tentang peristiwa di luar, baik yang sesuai dengan fakta ataupun tidak, dengan kata lain, dalam khabar  terdapat kemungkinan benar atau yang telah didustakan[10]
Secara etimologi, khabar ialah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Menurut terminologi khabar ialah berita dari Nabi , sahabat maupun dari tabi’in.
Khabar merupakan sinonim dari hadits. Keduanya digunakan untuk menyebut yang Marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi), Mauquf (yang disandarkan kepada sahabat), Maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in). Sehingga ia mencakup segala sesuatu yang datang dari Rasul , sahabat, tabi’in.
Sebagian ulama mengatakan hadits adalah apa yang datang dari Nabi , sedang khabar adalah apa yang dating dari selain Nabi [11].

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa setiap hadits dapat dikatakan khabar, tetapi tidak semua khabar dikatakan hadits. Jadi hadits lebih umum dan luas daripada khabar.

4.      Pengertian Atsar
Secara etimologi atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut kebanyakan ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibanding dengan khabar.
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain[12].
Dari pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar, sebagaimana di uraikan di atas, menurut jumhur ulama ahli hadits, dapat dipergunakan untuk maksud yang sama yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar, dan atsar

5.      Persamaan dan Perbedaan
Dari keempat pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar, terdapat kesamaan dan perbedaan makna menurut istilah masing-masing. keempatnya memiliki kesamaan maksud, yaitu segala yang bersumber dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir. Dan hadits dapat juga disebut dengan sunnah, khabar dan atsar. Sedangkan perbedaannya yakni
a.       Hadits dan sunnah : terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber pada Nabi Muhammad , sedangkan sunnah segala yang bersumber dari nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti ataupun perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat maupun sesudah menjadi Rasul.
b.      Hadits dan atsar : sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi Muhammad , hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi Muhammad .
c.       Hadits dan atsar : jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad , sahabat dan tabi’in.[13]
Atau lebih jelasnya lihat table berikut!
Hadits
Hadits adalah setiap ucapan/ perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad
Sunnah
Segala uacapan/ perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad yang baik sebelum diangkat menjadi Rasul ataupun sesudah diangkat menjadi Rasul.
Khabar
Khabar adalah berita/ kabar yang berasal dari Nabi Muhammad , para sahabat dan tabi’in
Atsar
Atsar adalah segala sesuatu yang berasal dari para sahabat tabi’in, yang juga disandarkan kepada Nabi Muhammad yang cakupannya lebih luas dari khabar

B.     Unsur-unsur Hadits
1.      Sanad
Sanad secara etimologi  berarti bagian bumi yang menonjol, sesuatu yang berada di hadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda memandangnya. Sanad secara terminologi adalah jalur matan, yakni rangkian para perawi yang memindahkan matan dari sumber utamanya.  Bentuk jamaknya adalah isnad. Segala sesuatu yang anda sandarakan kepada yang lain disebut musnad[14].
Adapun yang dimaksud dengan isnad ialah: menerangkan atau menjelaskan sanadnya hadits (jalan datangnya hadits). Sedangkan yang di maksud musnad ialah: hadits yang di sebut dengan diterangkan seluruh sanadnya yang sampai kepada Nabi [15].
Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perawi (periwayat) hadits, sanad terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga Rasul .[16]
2.      Matan
Matan secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya. Sedangkan matan secara terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung pengertiannya. Penamaan seperti itu barangkali didasarkan pada alasan bahwa bagian itulah yang tampak dan yang menjadi sasaran utama hadits[17].
Terkait dengan matan atau redaksi, yang perlu dicermati dalam memahami hadits adalah:
1.      Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan
2.      Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanad-nya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam al-Quran (apakah ada yang bertolak belakang)[18].
Dengan demikian, dari semua kesimpulan di atas menunjukkan bahwa yang di maksud dengan matan ialah materi atau lafadz hadits itu sendiri.
3.      Rawi
Rawi secara etimologi berarti orang yang mengeluarkan atau yang meriwayatkan. Jadi pengertian terminologisnya adalah orang yang mengeluarkan atau yang meriwayatkan sebuah hadits atau orang yang menukilkan sebuah hadits Nabi .[19]


Dari penjelasan diatas untuk lebih memperjelas uraian tentang sanad, rawi, dan matan di atas, lihat penjelasan lebih lanjut pada hadits di bawah ini,

عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ اَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ ابِيْ هُريْرَةَ انَّ النَّبِيَّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ: لَوْلا اَن أَشُقَّ عَلَى امَّتِى لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّواكِ عَنْدَ كُالِّ صلاةِ  (رواه الترمذى(
Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melakukan salat”. (HR. At-Tirmidzi)

Sanad hadits diatas adalah sebagai berikut:

عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ اَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ ابِيْ هُريْرَةَ انَّ النَّبِيَّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ
Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda.

 Matan hadits diatas adalah sebagai berikut:
لَوْلا اَن أَشُقَّ عَلَى امَّتِى لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّواكِ عَنْدَ كُالِّ صلاةِ
“Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melakukan salat”.
Rawi hadits diatas adalah sebagai berikut:  
(رواه الترمذى)


[1]Munzier Suparta, Ilmu Hadits ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 1.
[2]M. Abduh Almanar,  Pengantar Studi Hadi  (Bogor: Komplek Megamall Blok B22,25&C15. 2012), 1-2
[3]M. Syuhudi Ismail. Ilmu Hadits. (Bandung: Offset Angkasa. 1991), 2
[4]M.Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadis. (Bandung: Pustaka Setia. 2008),  16-17
[5] Ahmad  Sagir, “Hadist Hadist dalam Kitab Hidayah Al Salikin”, Jurnal Studi Ilmu Ilmu al-Quran dan Hadist, Vol. 16,  No. 1, 2015, hal 36
[6]M. Abduh Almanar. Pengantar Studi Hadis. ... 2
[7]Munzier Suparta. Ilmu Hadis, ... 7
[8]M. Abduh Almanar. Pengantar Studi Hadis. ... 3
[9]M. Syuhudi Ismail. Ilmu Hadits, ... 13
[10]Ahmad Ali, “Hadist Sebagai Hujjah  Hukum dalam Prespektif Syi’ah”, Refleksi, vol. 13  No. 3, 2012,  hal  378
[11]M. Abduh Almanar. Pengantar Studi Hadis. ... 5
[12] M.Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadis… 20
[13] Khusniatu Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarya: STAIN PO Press, 2010), 10-11.
[14] M.Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadis… 89
[15] M. Syuhudi Ismail. Ilmu Hadits…18
[16] M.Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadis 90
[17] M. Abduh Almanar. Pengantar Studi Hadis… 8-9
[18] M.Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadis… 99
[19] M. Abduh Almanar. Pengantar Studi Hadis… 9

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer