Monday, July 06, 2020

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD IQBAL DAN HASAN AL BANNA


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat Luqman ayat 13-14

B.   Rumusan Masalah  
A. Bagaimana riwayat hidup atau biografi Muhammad Iqbal?
B. Bagaimana riwayat hidup atau biografi Hasan Al Banna?
C. Bagaimana konsep pendidikan Islam dalam perspektif Muhammad Iqbal?
D. Bagaimana konsep pendidikan Islam dalam perspektif Hasan Al Banna?
C.Tujuan Masalah
Dari beberapa rumusan masalah di atas, tujuan yang perlu kami capai dalam pembuatan makalah ini adalah:
A.     Dapat mengetahui riwayat hidup atau biografi Muhammad Iqbal
B.      Dapat mengetahui riwayat hidup atau biografi Hasan Al Banna
C.      Dapat mengetahui konsep pendidikan dalam perspektif Muhammad Iqbal
D.     Dapat mengetahui konsep pendidikan dalam perspektif Hasan Al Banna




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup Muhamad Iqbal
Muhammad iqbal adalah seorang anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas sosial tertinggi India) dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M. Di Silkot, Punjab Barat, Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang sangat saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tuanya, juga didapatkan dengan mengaji kepada kepada Mir Hassan. Di rumah sang guru, ia selain belajar mengaji agama juga belajar mengubah sajak.
Iqbal memperoleh pendidikan dasar langsung dari orang tuanya di lingkungan informal. Tidak didapati keterangan apakah Iqbal hafal al-Qur’an atau tidak, tetapi al-Qur’an terpaut erat di hatinya sejak kecil. Seperti telah disebutkan bahwa pendidikan formal diperoleh Iqbal di maktab, sebuah institusi pendidikan Islam klasik di kota kelahirannya. Bila pengetahuan tentang dasar keislaman diperoleh di pendidikan informal, maka pengetahuan bidang lainnya, seperti tentang sastra Persia dan penguasaan Bahasa Arab diperoleh Iqbal saat menempuh pendidikan di Scottis Mission School, tertanam dari Maulana Mir. Hasan, seorang ulama besar saat itu.[1]
Kecerdasan Muhammad Iqbal dibuktikan dalam menapak jenjang pendidikan. Dibantu oleh Mir Hassan, ia memasuki sekolah Scottish Mission Scholl. Tamat di sini, ia melanjutkan ke Government College dan memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897 dan tahun 1905 ia memperoleh gelar M.A. dibidang filsafat.
Di Perguruan tinggi, ia berkenalan dengan seorang guru besar Thomas Arnold yang banyak membentuk jiwa filosofisnya. Guru besar ini menyarankan Iqbal untuk mengambil program Doktor di London. Dalam waktu satu tahun, program itu dapat diselesaikan di Universitas Cambridge di bawah promoter Mc. Taggart. Atas saran gurunya tersebut, ia mendalami filsafat di Jerman dan untuk kedua kalinya menyelesaikan doctor dengan judul disertasi The Development of Metaphyics in Persia di Universitas Munich. Selesai studi di luar negeri, ia kembali mengambil program studi hukum dengan meraih keahlian di bidang keadvokatan. Ini masih tidak memuaskannya, ia kembali kuliah di School of Political Sciencis.
Semasa kuliah, ia sering mengunjungi dan berdialog dengan sejumlah filosof besar sezamannya dan selama di Eropa, ia dapat menyaring secara kritis pemikiran-pemikiran Barat yang membuatnya tidak mudah hanyut ke dalam pusaran peradaban Barat Berbekal sejumlah keahlian, ia memulai karier sebagai pendidik (dosen), pengacara, di India ia juga aktif dalam politik.
Selebihnya ia sering memberikan ceramah keseluruh bagian India dan Negara-negara islam. Satu hal yang istimewa, Iqbal termasuk produktif dalam menulis terutama dalam bentuk lirik puisi (sajak).[2]
Ulama’ ini memberikan dorongan dan sengat yang mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwanya, menggelora dalam hati anak muda, menentukan gerakan dan langkah, tujuan dan arah. Keberhasilan ulama tersebut dalam membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Iqbal.
Seorang orientalis kenamaan, Sir Thomas W. Arnold yang memiliki pandangan yang lain terhadap Islam adalah termasuk pula gurunya. Ia melihat akan kecerdasan Muhammad Iqbal dan menyarankan Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa. Saran tersebut dilaksanakan, sehingga pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studinya di fakultas hukum Universitas Cambridge Inggris hingga kemudian memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu tersebut.
Tertarikakan ilmu filsafat, ia juga sempat mengenyam tingkat doktoral dalam filsafat modern pada universitas Munich di Jerman dengan disertasi The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia) dengan nilai yang sangat memuaskan.[3]

B.     Riwayat Hidup Hasan Al Banna
Nama lengkap Hasan Al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al- Banna. Hasan Al- Banna dilahirkann pada tahun 1906 M, di Al- Mahmudiyah Mesir. Tanggal kelahirannya diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/ 14 Oktober 1906 M. Beliau sepenuhnya hidup pada masa tirani kekuasaan bangsa eropa, yaitu Inggris dan Prancis.
Hasan Al-Banna, pada masa kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dari orangtunya, Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Muhhammad Al-Banna As-Sadati yang mengajarkan Al-Quran, hadis, fiqh, bahasa dan tasawuf.
 Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah agama Madrasah Ar-Rasyid Ad-Diniyyat, lalu ia melanjutkan belajar ke sekolah menengah pertama di Al-Mahmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke Madrasah Al-Mu’allimin Al-Awaliyat, sekolah guru tingkat pertama, di Damanhur. Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai tahun 1927. Di sini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertarik pada masalah-madalah politik, industry, dan olahraga.
Setealah lulus dari Dar Al-Ulum, ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah menengah di kota Isma’iliyat, daerah terusan Suez. Menjadi seorang guru adalah cita-cita Hasan Al-Banna sejak kecil.[4]
Hasan Al Banna sangat banyak menyerap bacaan dari luar kurikulum sekolah. Ia memiliki ingatan kuat yang mampu menghimpun sangat banyak catatan tertulis, baik berupa prosa maupun puisi. Ia hampir tidak pernah berhenti membaca baik dari perpustakaan ayahnya maupun perpustakaan gurunya yang pertama, Syaikh Muhammad Zahran. Ketika itu ia memusatkan diri untuk mendalami tiga hal yaitu:
 1. Al Qur'an , Hadits, dan ilmu agama keseluruhan
 2. Sufisme dan riwayat hidup nabi Muhammad Saw.
 3. Karya sastra dan cerita rakyat.
Selain itu ia juga banyak sekali membaca buku tentang politik, sejarah, dan berbagai buku teori yang paling modern di bidang hukum, pendidikan, etika dan bidang-bidang lain. Aspek lain yang menonjol dalam kepribadian tokoh ini ialah kecerdasan yang kuat. Hal ini mulai terlihat ketika ia sejak berada di bangku sekolah. Ia selalu mengalahkan teman-teman sekelasnya dalam menempuh perjalanan.[5]
C.      Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Muhamad Iqbal
Pemikiran Iqbal di bidang kenegaraan dan kreativitasnya dalam mewujudkan Negara islam, dimulai ketika ia dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin  tahun 1930. Dengan kedudukannya sebagai presiden di wadah ini, ia yang semula sebagai nasionalis melihat dengan jeli bahwa ketidakmungkinan bersatu dengan warga India  yang berbeda ras, keyakinan dan sosial sangat tinggi. Karenanya, golongan Muslim mesti memisahkan diri dan membentuk Negara sendiri. Keinginan tersebut dilontarkan dalam suatu rapat tahunan di Liga Muslimin. Saat  itu pula ia mengemukakan tujuan pembentukan Negara Islam. Dengan demikian tidak mengherankan, kalau ia kemudian diakui sebagai bapak Pendiri Negara Islam Pakistan.
Pemikiran Iqbal adalah menghargai alam fisik, menghargai diri manusia dan pengukuhan unsure rohani dalam kehidupan manusia. Iqbal melihat kelemahan umat Islam sebagai Individu dan jama’ah, adanya kebekuan pemahaman umat Islam terhadap agamanya, kelesuan umat Islam, khususnya di India dalam menghadapi kehidupan nyata. Iqbal memotivasi manusia yang lemah dan pasif tersebut untuk berusaha dalam kehidupan dengan kekuatannya melalui suatu pernyataan yang sungguh pedas dan menusuk perasaan umat Islam, yaitu orang kafir yang aktif dinamis lebih baik daripada Muslim yang suka tidur. Karena Iqbal seorang tokoh yang memiliki wawasan intelektual dan intelegensia yang luar biasa. Bakat alam yang tidak banyak dimiliki orang lain adalah sebagai penyair, keahlianya tidak saja dibidang filsafat, tapi juga bidang spiritual, termasuk kepenyairanya pun sangat akrab dengan pribadinya. Orang selalu mengharapkan ia hadir membacakan sajak, kendati pada acara yang tidak resmi sekalipun.
Iqbal juga berbicara tentang alam fisik, karena melalui pemikiran tersebut mengikis kekuatan Islam menghadapi kehidupan duniawi yang merupakan dampak ajaran paham sufisme. Suatu kekeliruan apabila apabila ajaran Islam mengharuskan menjauhi kehidupan fisik, sebab cirri ajaran Islam adalah keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, tidak hanya kehidupan ukhrawi semata atau sebaliknya duniawi semata. Dalam islam pun mengajarkan bahwa “seorang mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah”. Atas dasar tersebut umat Islam harus maju dalam segala bidang mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan nilai-nilai Islam untuk menjadi umat yang kuat agar tidak  ditindas dan tersingkirkan, baik dalam budaya maupun politik.[6]
Tahun 1927 Iqbal berpolitik dan menjadi anggota dewan legistlatif Punjab, setelah satu dasawarsa ia pernah terjun ke dunia politik ketika bertekun diri mengembangkan falsafahnya yang kemudian muncul dalam karya-karya besarnya. Pada tahun 1930 ia ditunjuk sebagai ketua sidang tahunan Muslim League. Sebagai seorang ketua, dalam pidato dihadapan Muslim League di Allahabad, Iqbal mengemukakan rencananya dalam mencari penyelesaian jalan buntu politik di anak benua India.
Dengan mensitir pendapat Renan, Iqbal mengemukakan bahwa manusia itu tidak dapat diperbudak baik oleh ras, agama, batas-batas, sungai atau oleh barisan gunung-gunung. Sekelompok besar manusia yang memiliki pikiran sehat dengan hati yang penuh semangat dapat saja membentuk kesadaran moral yang biasa disebut bangsa.
Dalam pidatonya itu, Iqbal jauh-jauh sudah membayangkan perlunya umat Islam India dengan alasan-alasan yang cukup logis menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, tuntunan umat Islam akan membentuk India Islam dalam wilayah Islam, sungguh merupakan tuntutan yang adil dan masuk akal. Untuk menentukan nasibnya sendiri, maka diperlukan usaha untuk keluar dari “kebodohan” menuju kepada peningkatan kualitas diri yang dapat ditempuh melalui jalur pendidikan yang ada, apakah pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Dari pidato yang disampaikannya, yang secara tidak langsung merupakan hasil pemikirannya, terdapat pula pemikiran-pemikiran lainnya yang cukup menarik. Diantara pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal yang menarik adalah tentang pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia ialah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan.
Semua mampuanan manusia harus ditentukan sesuai dengan kecakapan hidup yang dihasilkannya. Mutu seni yang tinggi ialah yang dapat menggunakan kemajuan yang sedang tidur mendorong kita menghadapi cobaan-cobaan manusiawi. Segala yang membawa pengaruh hidup, kelesuan yang membuat kita menutup mata terhadap kenyataan di sekeliing kita, yang karena itu saja hidup bergantung, maka itu adalah suatu ajakan yang akan menejerumuskan orang ke dalam kehancuran dan maut.
Iqbal sangat menentang keras sifat lamban, lemah dan beku yang dipandangnnya sebagai penghambat kemajuan dan kelajuan. Ia sangat menentang pemahaman taqdir yang telah menjadi (salah kaprah), seakan-akan sebagai bahan yang sudah terjadi dan “mati”.10 Untuk menjadi maju, manusia harus berjuang dengan gigih, berikhtiar memerangi alam sekitar serta keadaan, yaitu melalui pendayagunaan akal pikiran atau dengan belajar. Belajar yang sesungguhnya adalah belajar dari pengalaman realitas empiric seseorang dalam hidupnya, karena hal itu yang paling berkesan.
Lahirnya pemikiran Muhammad Iqbal tersebut dilandasi oleh adanya kebekuan dalam pemikiran umat Islam pada waktu itu. Hukum dalam Islam telah sampai kepada keadaan statis. Kaum konservatif dalam Islam berpendapat bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan mu’tazilah akan membawa kepada disintegrasi, dengan demikian hal tersebut berbahaya bagi kestabilan Islam sebagai kesatuan politik. Untuk memelihara kesatuan itu, kaum konservatif tersebut lari ke syariat sebagai alat ampuh untuk membuat umat tunduk dan diam.
Sebab lain teletak pada pengaruh zuhd yang terdapat dalam ajaran tasawwuf. Menurut tasawwuf yang mementingkan zuhd, perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada di sebalik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam.
Sebab terutama adalah hancurnya Baghdad sebagai pusat kemajuan pemikiran umat Islam di pertengahan abad ke tiga belas. Untuk mengelakkan atau meminimalisir disintegrasi yang lebih mendalam, kaum konservatif melihat bahwa perlu diusahakan dan dipertahankan keseragaman hidup social dari seluruh umat. Untuk itu, mereka menolak segala pembaharuan di bidang syari’at dan berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan ulama’ terdahulu. Pintu ijtihad mereka tertutup.
Menurut Iqbal, hukum dalam Islam tidak bersifat statis, akan tetapi bersifat dinamis dan fleksibel, sholihun li kulli makaanin wa zamaanin. Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam senantiasa menganjurkan pemakaian akal terhadap tanda-tanda yang terdapat pada alam semesta ini, seperti matahari, bulan, bintang, pertukaran siang menjadi malam dan lain sebagainya. Orang yang tidak perduli dan tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan tinggal buta terhadap masa yang akan datang.
Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Kemajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih berganti diantara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini. Hal ini mengandung arti dinamisme. Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup social manusia. Prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu adalah ijtihad.[7]

D.     Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Hasan Al Banna
Hasan Al-Banna menggunakan istilah pendidikan degan ‘at tarbiyah’ dan at-ta’lim. At- tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahan yang dijiwai oleh nlai-nilai ajaran agama. Dalam penggunaan kata ‘at-tarbiyah’ ini, Hasan Al-Banna sering menggunakan untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb. Sedangkan At-Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan agama yang mengahasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Konsep Hasan Al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati (qalb). Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan Al- Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memiliki  kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada- Nya, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tentram. Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan Al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan manusia.[8]
Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan  yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif, serta menperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Hasan Al-Banna menjelaskan tujua pendidikan kedalam beberapa tingkatan mulai dari timgkat individu, keliarhga, masyarakat, organisasi, politik, Negara, samapi tingkat dunia.[9]
Hasan Al- Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang mencakup urgen pada diri seseoramg karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok ukur penetuan balasan baik dan buruk bagi perbuatanya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfugsi sebagaimana mestinya. Adapaun materi penddikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengethuan social berseta cabang-cabangnya. Ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembanganya. Pemeliharan kebersihan dan kesehatan terhadap anggota jasmai merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani.
Ketiga, materi pendidkan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, karena salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoeh ilm pengethuan, yang tujunya untuk mncapi ma’rifatullah.
Adapun metode pendidikan yang ditawakan oleh hasan Hasan Al-Banna meliputi enam metode yaitu:
a.       Metode diakronis, yaitu satu metode pengajran yang menonjolka aspek seharah. Metode ini member kemungkinan ilmu penethuan sehingga anak didik me,eliki pengetahuan yang relevan, memilki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Metode ini sering disebut dengan metode sosio-historis.
b.      Metode sinkronik- analitik, yaitu metode pendidikan yang member kemampuan analisis teoritis yangan sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental – intelektual. Metode ini banyak mengunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lai-lain.
c.       Metode hallul musykilat (Problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagi cabagng ilmu pengetahuan sehomgga metode ini seseui untuk mengembangkan potesi akal, jasmani, qalb.
d.      Metode tajribiyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengethaun umum melalui realisas, aktualisasi, serta internalisasi sehingga meimbulkan interaksi social.
e.       Metode al- istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memilki kemampuan riset terhadap ilmu pegetahuan agama dan umum dengan cara  berpikir dari hal-hal yag khsus kepada hal-hal yamg umum.
f.        Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digumkan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus.[10]
Pendidikan yang diinginkan Hasan Al Banna ialah Pendidikan yang dilaksanakan dengan prinsip-prinsip Islam. Usaha yang dilakukan dalam bidang pendidikan ini ialah yang berkenaan dengan sistem pendidikan. Dalam banyak kesempatan Hasan Al Banna selalu menghimbau kepada pemerintah agar menciptakan kurikulum pendidikan yang seimbang. Ia menginginkan agar pelajaran agama diberikan disekolah-sekolah pemerintah, dan disekolah-sekolah agama juga diberikan pelajaran umum.
Perhatian Hasan Al Banna selain tertuju kepada pendidikan formal, ia juga mementingkan pendidikan dilingkungan keluarga. Ia berpendapat bahwa ajaran Islam membina pembentukan rumah tangga dan mengarahkan kepada nilai-nilai baik. Islam juga membina hubungan antara keluarga dan mengharapkan hidup persaudaraan menjadi suatu kenyataan. Oleh sebab itu, Hasan Al Banna menenkankan agar masing-masing kita menjaga kehidupan keluarga Islam agar menjadi unsur yang kuat untuk membina jamaah Islam.[11]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Kebudayaan itu merupakan sistem pengetahuan yang meliputi pikiran manusia yang bermaksud untuk membantu manusia dalam kehidupan bermasyarakat, ide, pikiran, konsep gagasan ide, dan diwujudkan dalam bentuk pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, dan seni. Sedangkan keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya
2.      Perkembangan budaya karena pengaruh lingkungan fisik misalnya iklim , atopografi , sumber daya alam dll .  sebagai contoh orang orang yang hidup di daerah yang kondisi lahan atau tanahnya subur ( produktif ) akan mendorong suatu kebudayaan yang favourable untuk memenuhi bahan pangan .  Jadi , terjadi suatu proses keserasian antara lingkungan dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan tersebut , kemudian ada keserasian juga antara kebudayaan masyarakat yang satu dengan kebudayaan tetangga dekat.
3.      Cara mengatasi masalah yang terjadi dalam kebudayaan dan keragaman yaitu:konsiliasi,mediasi,arbitasi,asimilasi,self segregation,integras,pluralisme.

B.     SARAN
1.      Untuk Praktisi Pendidik, harus mampu mengenali keanekaragaman budaya serta masalah yang akan timbul serta cara pemecahan masalah tersebut.
2.      Untuk pendidik, seharusnya mampu memberikan contoh tentang bagaimana toleransi di lingkungan pendidikan. Dalam menghadapi keanekaragaman budaya.
3.      Untuk calon pendidik, harus mampu memprediksi di era yang akan datang tentang problematika keanekaragaman budaya.

DAFTAR RUJUKAN
Ayyub AR,Konsep Pengembangan Pendidikan Islam dalam Perspektif Muhammad Iqbal, Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XII, No. 2, Februari 2012

Binti Maunah, Perbandingan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011)

Luk-Luk Nur Mufidah, Konsep Pendidikan Islam Perspektif
Filosof Muslim Dan Praktisi Abad Modern, Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 2, Juli 2013

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009)

Ris an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,, 2013)



[1] Ayyub AR,Konsep Pengembangan Pendidikan Islam dalam
Perspektif Muhammad Iqbal, Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XII, No. 2, Februari 2012, hal 371-372
[2] Binti Maunah, Perbandingan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 261-262.
[3] Luk-Luk Nur Mufidah, Konsep Pendidikan Islam Perspektif
Filosof Muslim Dan Praktisi Abad Modern, Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 2, Juli 2013, hal 178
[4] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009) hal. 62
[5] Ris an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,, 2013) hal.187
[6] Binti Maunah, Perbandingan Pendidikan Islam,hal. 262-267.
[7] Luk-Luk Nur Mufidah, Konsep Pendidikan Islam Perspektif
Filosof Muslim Dan Praktisi Abad Modern,…hal 179-181
[8] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam,… hal 65-66
[9] Ibid, hal 66
[10]Ibid, hal. 67-68
[11] Risan Rusli, Pembaharuan Pemikiran Moder,…hal 195

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer