BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi
yang semakin lama bertambah semakin pesat. Hal ini mengakibatkan semakin
cepatnya perkembangan pemikiran peserta didik terutama peserta didik di
Indonesia. Dampak dari perkembangan teknologi yang semakin pesat ini pada
kualitas pendidikan yang diberikan oleh guru kepada para peserta didik yang
diakibatkan oleh perkembangan teknologi pendidikan juga sudah tidak mendukung
lagi. Oleh karena itu kurikulum di Indonesia juga sudah kesekian kali diubah
untuk menyesuaikan perkembangan pendidikan dengan perkembangan teknologi dan perkembangan
peserta didik.
Perubahan-perubahan yang dilakukan pada
kurikulum di Indonesia bertujuan untuk menyesuaikan dan mengembangkan
pendidikan Indonesia dalam tingkat kualitas yang lebih baik dan dapat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi, selain itu perubahan kurikulum juga ditujukan
untuk menyesuaikan perkembangan peserta didik. Pendidikan agama jika mengacu
pada PP. No. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan adalah
aktivitas pendidikan yang mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan pengetahuannya
dalam IPTEK dan seni.[1] Secara historis, sampai dengan abad XIX
pendidikan Islam yang berorientasi pada keagamaan masih banyak diselenggarakan
oleh institusi masjid maupun pesantren.[2]
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Bagaimana Sejarah Kurikulum PAI ?
2.
Bagaimana kurikulum awal kemerdekaan Indonesia ?
3.
Bagaimana kurikulum masa orde lama ?
4.
Bagaimana kurikulum orde baru ?
5.
Bagaimana kurikulum masa reformasi sekarang ?
C.
Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk menjelaskan sejarah kurikulum PAI
2. Untuk menjelaskan kurikulum awal kemerdekaan Indonesia
3. Untuk menjelaskan kurikulum orde lama
4. Untuk menjelaskan kurikulum orde baru
5. Untuk menjelaskan kurikulum masa reformasi sekarang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Secara
historis, pendidikan Islam masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid maupun
pesantren.[3]
1.
Pengembangan
Kurikulum PAI di Madrasah pada Masa SKB 3 Menteri
Dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam, SKB 3 Menteri
ini dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan
pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional, kebijakan ini
menjadikan madrasah setara dan sederajat dengan sekolah umum lainnya.
Guna memenuhi tuntutan SKB 3 Menteri pelu diadakan pembinaan serta pembaharuan
kurikulum secara menyeluruh, untuk itu telah diadakan berbagai usaha,
penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku madrasah dan alat-alat
pelajaran.[4]
Dibawah ini akan dikemukakan langkah-langkah pokok pengembangan, strategi
penyusunan dan susunan kurikulum madrasah.
a. Langkah – langkah pokok.
1)
Perumusan tujuan-tujuan institusional.
2)
Penentuan struktur program kurikulum.
3)
Penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masing-masing dari setiap
bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksional dan identifikasi
pokok-pokok bahan yang dijadikan program pengajaran.
4)
Penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran, program penilaian, program
bimbingan dan penyuluhan, program administrasi serta supervisi.
5)
Langkah-langkah tersebut diatas telah mendasari sifat-sifat dalam rangka
pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan sesuai dengan system
pendidikan nasional.
Masalah-masalah pokok yang dihadapi dalam pengembangan dan pembinaan
kurikulum madrasah secara nasional agar madrasah dapat menjalankan SKB 3
Menteri dan mencapai cita-cita agama Islam dalam pembentukan insan yang
berkepribadian muslim, yang antara lain perlu kita perhatikan adalah tentang
bidang studi apa yang akan disampaikan didalam suatu madrasah.[6]
b. Strategi penyusunan kurikulum
Di dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri digunakan
dua macam cara/strategi, yaitu strategi umum dan khusus sebagai dasar pikiran
dan rasional.
1). Srategi umum.
Gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam pengembangan dan pembaharuan
kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi seorang muslim warga negara yang baik,
sanggup menyesuiakan diri dengan didalam masyarakat, bertanggungjawab, memiliki
keterampilan, kemampuan, pengetahuan umum agar anak didik mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal ini merupakan salah satu yang dapat menunujukan ciri
khas antara warga negara yang memperoleh pendidikan di madrasah.
Gagasan pokok diatas membawa akibat adanya klasifikasi aspek-aspek pada
pendidikan di madrasah:
a)
Aspek-aspek pendidikan dasar/umum
Aspek ini dimaksudkan untuk membina sebagai muslim warga negara yang baik,
sesuai dengan pedoman dan pengamalan pancasila, serta agar memiliki kecakapan,
keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tingkat pendidikannya.
b) Aspek-aspek pendidikan khusus
Aspek ini dimaksudkan agar siswa sebagai muslim warga negara yang baik,
bertakwa kepada Allah dan mengamalkan ajaran agamanya secara teguh agar
tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2). Srategi Khusus, dasar
pikiran dan rasionalnya
Sebagai konsekuensi dari pembinaan sistem pendidikan nasional dan
pelaksanaan SKB 3 Menteri serta tuntunan kualifikasi dari lulusan madrasah
dalam rangka peningkatan mutu, diperlukan pembinaan sarana dan perlengkapan,
termasuk diantaranya struktur kurikulum dan tenaga pengajar sebagai personal
pelaksanaannya.[7]
Kurikulum madrasah perlu diorientasikan kepada kepentingan pembinaan dan
pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
a) Kegiatan belajar yang dikehendaki sekarang bukanlah sekedar menekankan
pencapaian kemampuan teoritis, melainkan pengetahuan, kecerdasan,
keterampilan,sikap dan nilai-nilai yang keseluruhanya tampak dalam bentuk
perubahan tingkah laku anak didik. Dengan demikian madrasah perlu menyediakan
rangkaian pengalaman belajar.
b)
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ialah bagaimana
caranya agar pengetahuan yang diberikan di madrasah agar mencapai maksud SKB 3
menteri tanpa mengurangi mutu pendidikan agama, yang akan menjadikan anak didik
sebagai muslim warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani serta tercapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pasca UU No. 20/2003 dan UU
No. 2 Tahun 1989
Setelah lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda
dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini mencakup
ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika pada
Undang-undang pendidikan Nasional bertumpu pada sekolah, maka dalam UUSBN ini
pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, serta meliputi
jenis-jenis pendidikan akademik, pendidikan professional, pendidikan kejuruan
dan pendidikan agama.
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah
satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah adalah
pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia.
Tingkat Satuan Pendidikan di Madrasah ada tiga tingkat yaitu: Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Mata pelajaran Pendidikan
agama Islam (PAI) di Madrasah terdiri atas empat, yaitu: Al-Qur’an-Hadits,
Aqidah-Akhlak, Fiqh, Tarikh (Sejarah) Kebudayaan Islam.[8]
B. Kurikulum Awal
Kemerdekaan
Pada periode ini setelah
Indonesia merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah
keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah.
Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di bawah
naungan departemen agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.[9]
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan
pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang
sering mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai
contoh sebelum Indonesia merdeka setidaknya telah terjadi dua kali perubahan
kurikulum, yang pertama ketika di jajah belanda kurikulum disesuaikan dengan
kepentingan politiknya. Kedua ketika dijajah Jepang kurikulum disesuaikan
dengan kepentingan politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan kebangunan
Asia Timur Raya. Kemudian setelah Indonesia merdeka pra orde baru terjadi pula
dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan
dikeluarkannya rencana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh
sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami
penyempurnaan dan dan diberinama rencana Pelajaran terurai 1952.Perubahan
kedua terjadi dengan dikeluarkannya rencana pendidikan tahun 1964,
perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran
segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan
matematika.
C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Lama
Orde secara harfiyah dapat
diartikan zaman, atau masa. Secara kontekstual,
Orde lama biasanya diartikan sebagai zaman pemerintahan presiden
Soekarno, yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1965, yaitu sejak
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sampai dengan
digantikannya Soekarno oleh Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1965 yang
selanjutnya dikenal sebagai Supersemar.[10]
Kurikulum pada era Orde Lama dibagi menjadi 2 kurikulum, di antaranya :
1. Kurikulum 1947
Oleh
karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam prakteknya baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak kalangan menyebutkan bahwa perkembangan
kurikulum di Indonesia secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan
agama Islam telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP &
K dan Menteri Agama) tahun 1946.
Kurikulum
1947 ini masih kental dengan corak system pendidikan Jepang ataupun Belanda.[11] Hal ini terjadi mungkin disebabkan
karena negara ini baru merdeka. Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan
untuk mewujudkan manusia yang cinta negara, sehingga menjadi berdaulat dan
tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara.
2. Kurikulum 1952-1964.
Dalam
kurikulum ini muatannya adalah pada pengajaran yang harus disampaikan pada
siswa, dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah. Ilmu Alam,
Ilmu Hayat, Ilmu Bumi. dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran
dalam kurikulum ini sebagaimana diatur dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok
(Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul SKB dua
menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan
di sekolah-sekolah minimal 2 jam perminggu.
Selain
itu, DEPAG juga lelah mengupayakan terbentuknya kurikulum agama di sekolah
maupun pesantren, akhirnya dibentuklah tim yang diketuai oleh K.H. Imam
Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor yang berhasil menyusun kurikulum agama
yang kemudian disahkan oleh menteri agama pada tahun 1952. Disebutkan bahwa,
setelah DEPAG berhasil menyusun kurikulum itu. Pendidikan agama memperoleh
porsi 25 % dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sekolah selama
seminggu.
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 1947 masih kental dengan
corak sistem pendidikan Jepang ataupun Belanda, adapun Kurikulum tahun
1952-1964 diprakarsai oleh DEPAG dengan membentuk tim yang diketuai oleh K.H.
Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor yang berhasil menyusun kurikulum
agama yang kemudian disahkan oleh menteri agama pada tahun 1952. Disebutkan
bahwa, setelah DEPAG berhasil menyusun kurikulum itu, pendidikan agama
memperoleh porsi 25 % dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sekolah
selama seminggu.
D.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan
sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan
dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang
disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas
tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas.[12]
Peralihan
dari era orde lama ke era orde baru pada akhirnya turut berdampak pada wajah
pendidikan nasional, buktinya kurikulum yang berlaku di era orde lama juga
turut berganti, dan tidak cukup disitu, di era orde baru sendiri kurikulum
telah mengalami beberapa perubahan. Dibawah ini adalah model kurikulum yang
berlangsung selama era orde baru. antara lain :
1. Kurikulum 1968
Boleh
dibilang, kurikulum 1968 ini adalah penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak
kemerdekaan, kurikulum ini menjadi model kurikulum terintegrasi. Fokus
kurikulum ini tidak lagi pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964. Hanya saja,
pelaksanaan pendidikan agama kebijakannya kurang lebih sama dengan kurikulum
1964.
2. Kurikulum 1975
Dalam
kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan
pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan. Sementara
tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
Pendidikan
agama islam dalam kurikulum 1975 mengalami perubahan cukup signifikan. Adanya
SKB 3 menteri (Menteri Agama, Menteri dalam Negeri dan Menteri P&K) serta
disusunnya kurikulum madrasah 1975, pendidikan agama mendapatkan porsi 30%.
sementara pendidikan umum 70%. Sehingga ijazah madrasah setingkat dengan ijazah
dari sekolah umum, dan murid madrasah yang ingin pindah ke sekolah umum pun diakui atau diperbolehkan. Kondisi demikian
berbeda dengan masa-masa sebelum kurikulum 1975 ini diterapkan.
3. Kurikulum 1984
Boleh
dibilang, kurikulum 1984 ini adalah menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa
dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu. mengelompokkan. mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Learning (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator,
sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini.
Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K dan Menteri
dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa juga melanjutkan
pendidikannya ke sekolah umum.
4. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan
1984. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah terbitnya UU SISDIKNAS No 2
tahun 1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang
berciri khas Islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas
dengan nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama
Islam akhirnya berjalan satu paket dengan sistem pendidikan nasional. [13]
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa orde baru ini (Kurikulum
tahun 1968, 1975, 1984, 1994 dan suplemen kurikulum 1999) pendidikan agama
Islam akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan Nasional.
E. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Reformasi -
Sekarang
Dalam Sejarah telah
mencatat bahwa bergantinya rezim maka akan berdampak pada perubahan kebijakan
yang berlaku. Era reformasi yang mengedepankan keterbukaan, transparansi dan
akuntabilitas, nyatanya telah pula berpengaruh pada dunia pendidikan nasional.
Kurikum di era reformasi juga telah mengalami beberapa perubahan, diantaranya:
a.
Kurikulum KBK
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi
perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Era ini memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing,
maju, sejahtera dalam wadah NKRI. Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi
adalah dibuatnya sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut
kurikulum KBK.[14]
KBK pada prinsipnya adalah menggeser orientasi kurikulum dari yang berbasis
content kepada orientasi kurikulum yang berbasis pada kompetensi. Kurikulum
lama yang berorientasi content mendorong para pengajar utuk melakukan how to
know dan what should be to know. Dengan demikian para tenaga pendidik lebih
tertuju agar para peserta didik dapat menguasai materi ataupun teori
dibandingkan praktek pada diri peserta didik. Berbeda dengan KBK yang mana
berorientasi pada kompetensi yang mana menuntut para pendidika tidak hanya
melakukan how todo dan what to dosehingga para peserta didik dapat “tahu apa”
dan “melakukan apa”.[15]
Menguatkan hal diatas, pemerintah kemudian menetapkan
UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No. 2
tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Di antara karakteristik
utama KBK sebagaimana dikemukakan Menurut pendapat E. Mulyasa dalam Amirah
Mawardi, yaitu:
1.
Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya
materi.
2.
Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan
dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
3.
Berpusat pada siswa.
4.
Orientasi pada proses dan hasil.
5.
Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat
kontekstual.
6.
Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7.
Buku pelajaran bukan satusatunya sumber belajar.
8.
Belajar sepanjang hayat;
9.
Belajar mengetahui (learning how to know),
10. Belajar melakukan
(learning how to do),
11. Belajar menjadi diri sendiri
(learning how to be),
12. Belajar hidup dalam
keberagaman (learning how to live together).
Dalam KBM-nya,
pendekatan belajar mengajar lebih pada jenis pendekatan CTL (Contekstual
Teaching and Learning), menyangkut konstruktuvisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik. Dengan ditetapkannya
kurikulum 2004 ini, maka berimplikasi langsung dengan pelaksanaan pendidikan
agama Islam, akhirnya madrasahpun menjadikan “kompetensi”, sebagai basisnya.
Menurut Toto Suharto (2011), Apapun model dan bentuknya, harus diakui
keberadaan kurikulum menjadi unsur penting dalam dunia pendidikan. Tanpa
kurikulum, maka sulit rasanya menerjemahkan dan mewujudkan tujuan pendidikan.[16]
b.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum
2006
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan kurikulum yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Konsep yang ditawarkan dalam kurikulum ini memposisikan setiap satuan
pendidikan untuk mengembangkan sendiri-sendiri potensi yang dimiliki. KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Dalam KTSP ini, setiap satuan pendidikan berhak dan
diiberi otonom seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulumnya. Sekolah
memiliki wewenang luas untuk mengembangkan secara mandiri sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah.[17]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi
rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada
kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan
membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan
lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Selanjutnya,
penyelenggaraan pendidikan agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam
kurikulum agama yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008
menteri Agama mendatangani PERMENAG no. 2 tahun 2008, menyangkut standard
kompetensi lulusan dan standard isi PAI.[18]
c.
Kurikulum 2013
Pemerintah
melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada
tahun 2004 (curriculum based competency). Kompetensi dijadikan acuan dan
pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah
pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan
jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum 2013
berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu
oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi
dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga
pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta
didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu
diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkkat
kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.[19]
Berikut ini adalah
cirri-ciri yang melekat dalam K-13 (Kurikulum 2013, sebatas yang penulis
ketahui), yaitu:
1)
Mewujudkan pendidikan yang berkarakter Pendidkan berkarakter sebenarnya
merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam
kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki
karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada
implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga
menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna
menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan
kehidupan bangsa.
2) Menciptakan Pendidikan yang Berwawasan
Lokal Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. NAmun pada
kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan
dan tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung
membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi
yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendoronggg bagaimana
penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan
diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat
lebih mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan
diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar
budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi
raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
3)
Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat Pendidikan tidak hanya sebagai
media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk
menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang
diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh
potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka
dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang
lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara
tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik
dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.[20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Secara
historis, pendidikan Islam masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid
maupun pesantren.
2.
Pada periode awal kemerdekaan Indonesia maka dibentuklah Departemen Agama yang akan
mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan,
khususnya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun
sudah berada di bawah naungan departemen agama tetapi hanya sebatas pembinaan
dan pengawasan.
3.
Kurikulum pada era Orde Lama dibagi menjadi 2
kurikulum, di antaranya: Kurikulum 1947 dan Kurikulum
1952-1964.
4.
Kurikulum pada era Orde Baru dibagi menjadi 4 kurikulum, diantaranya :
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994 &
Suplemen Kurikulum 1999.
5.
Kurikum di era reformasi juga telah mengalami beberapa
perubahan, diantaranya:
Kurikulum KBK, KTSP atau Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013.
DAFTAR RUJUKAN
Alhamuddin. 2014 .
Sejarah Kurikulum di Indonesia. Nur El-Islam. Vol. 1 No. 2.
Asrahah, H. 1999. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Asri, M. 2017. Dinamika
Kurikulum di Indonesia. Modeling. Vol 4 No. 2.
Dhaifi, A. 2017.
Perkembangan Kurikulum PAI di Indonesia. Edureligia, Vol. 01 No. 01.
Enung K. Rukiati, d. Sejarah
Pendidikan di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Fadjar, M. 1998. Madrasah
dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.
Idi, A. 2014. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lembaga Pendidikan
Fakultas Tarbiyah. 2009. Bahan Ajar Diklat, Profesi Guru, Sertifikasi Guru,
Pengawas dalam Jabatan Kuota. Surabaya: Fakultas Tarbiyah.
Maksum. 1999. Madrasah
Sejarah dan Perkmebangannya. Jakarta: Logo Wacana Ilmu.
Mawardi, A.. Perkembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Tarbawi. Vol. 1 No. 1
Nizar, S. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nurhalim, M. 2011. Analisis Perkembangan Kurikulum di Indonesia. Insania.
Sutrisno, M. A. 2012. Kurikulum
Islam Berbasis Problem Sosial. Jakarta: Ar Ruzz Media.
Yamin, M. 2009. Menggugat
Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Zakiah Darajat, d. 2008. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[11] Sutrisno, Muhyidin Al Barobis,
Kurikulum Islam Berbasis Problem
Sosia, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hal 63-64
[16] Amirah
Mawardi, Perkembangan Kurikulum ........, hal. 34
[17] Muhammad
Nurhalim, Analisis Perkembangan Kurikulum
di Indonesia, Insania, Vol.
16 No. 3 2011 Hal.
348- 353
[20] Amirah
Mawardi, Perkembangan Kurikulum ........, hal. 35
No comments:
Post a Comment