Monday, July 06, 2020

PERKEMBANGAN KURIKULUM PAI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin lama bertambah semakin pesat. Hal ini mengakibatkan semakin cepatnya perkembangan pemikiran peserta didik terutama peserta didik di Indonesia. Dampak dari perkembangan teknologi yang semakin pesat ini pada kualitas pendidikan yang diberikan oleh guru kepada para peserta didik yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi pendidikan juga sudah tidak mendukung lagi. Oleh karena itu kurikulum di Indonesia juga sudah kesekian kali diubah untuk menyesuaikan perkembangan pendidikan dengan perkembangan teknologi dan perkembangan peserta didik.
 Perubahan-perubahan yang dilakukan pada kurikulum di Indonesia bertujuan untuk menyesuaikan dan mengembangkan pendidikan Indonesia dalam tingkat kualitas yang lebih baik dan dapat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi,  selain itu perubahan kurikulum juga ditujukan untuk menyesuaikan perkembangan peserta didik. Pendidikan agama jika mengacu pada PP. No. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan adalah aktivitas pendidikan yang mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan pengetahuannya dalam IPTEK dan seni.[1] Secara historis, sampai dengan abad XIX pendidikan Islam yang berorientasi pada keagamaan masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid maupun pesantren.[2]
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Bagaimana Sejarah Kurikulum PAI ?
2.      Bagaimana kurikulum awal kemerdekaan Indonesia ?
3.      Bagaimana kurikulum masa orde lama ?
4.      Bagaimana kurikulum orde baru ?
5.      Bagaimana kurikulum masa reformasi sekarang ?

C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk menjelaskan sejarah kurikulum PAI
2. Untuk menjelaskan kurikulum awal kemerdekaan Indonesia
3. Untuk menjelaskan kurikulum orde lama
4. Untuk menjelaskan kurikulum orde baru
5. Untuk menjelaskan kurikulum masa reformasi sekarang


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Secara historis, pendidikan Islam masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid maupun pesantren.[3]
1.    Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah pada Masa SKB 3 Menteri
Dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam, SKB 3 Menteri ini dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional, kebijakan ini menjadikan madrasah setara dan sederajat dengan sekolah umum lainnya.  Guna memenuhi tuntutan SKB 3 Menteri pelu diadakan pembinaan serta pembaharuan kurikulum secara menyeluruh, untuk itu telah diadakan berbagai usaha, penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku madrasah dan alat-alat pelajaran.[4]
Dibawah ini akan dikemukakan langkah-langkah pokok pengembangan, strategi penyusunan dan susunan kurikulum madrasah.
a. Langkah – langkah pokok.
Langkah-langkah pokok yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum madrasah adalah:[5]
1)        Perumusan tujuan-tujuan institusional.
2)        Penentuan struktur program kurikulum.
3)         Penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masing-masing dari setiap bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksional dan identifikasi pokok-pokok bahan yang dijadikan program pengajaran.
4)        Penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran, program penilaian, program bimbingan dan penyuluhan, program administrasi serta supervisi.
5)        Langkah-langkah tersebut diatas telah mendasari sifat-sifat dalam rangka pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan sesuai dengan system pendidikan nasional.
Masalah-masalah pokok yang dihadapi dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum madrasah secara nasional agar madrasah dapat menjalankan SKB 3 Menteri dan mencapai cita-cita agama Islam dalam pembentukan insan yang berkepribadian muslim, yang antara lain perlu kita perhatikan adalah tentang bidang studi apa yang akan disampaikan didalam suatu madrasah.[6]
b. Strategi penyusunan kurikulum
Di dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri digunakan dua macam cara/strategi, yaitu strategi umum dan khusus sebagai dasar pikiran dan rasional.
1). Srategi umum.
Gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam pengembangan dan pembaharuan kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi seorang muslim warga negara yang baik, sanggup menyesuiakan diri dengan didalam masyarakat, bertanggungjawab, memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan umum agar anak didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini merupakan salah satu yang dapat menunujukan ciri khas antara warga negara yang memperoleh pendidikan di madrasah.
Gagasan pokok diatas membawa akibat adanya klasifikasi aspek-aspek pada pendidikan di madrasah:
a)    Aspek-aspek pendidikan dasar/umum
Aspek ini dimaksudkan untuk membina sebagai muslim warga negara yang baik, sesuai dengan pedoman dan pengamalan pancasila, serta agar memiliki kecakapan, keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tingkat pendidikannya.
b) Aspek-aspek pendidikan khusus
Aspek ini dimaksudkan agar siswa sebagai muslim warga negara yang baik, bertakwa kepada Allah dan mengamalkan ajaran agamanya secara teguh agar tercapai kebahagiaan  dunia dan akhirat.
2).  Srategi Khusus, dasar pikiran dan rasionalnya
Sebagai konsekuensi dari pembinaan sistem pendidikan nasional dan pelaksanaan SKB 3 Menteri serta tuntunan kualifikasi dari lulusan madrasah dalam rangka peningkatan mutu, diperlukan pembinaan sarana dan perlengkapan, termasuk diantaranya struktur kurikulum dan tenaga pengajar sebagai personal pelaksanaannya.[7]
Kurikulum madrasah perlu diorientasikan kepada kepentingan pembinaan dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
              a) Kegiatan belajar yang dikehendaki sekarang bukanlah sekedar menekankan pencapaian kemampuan teoritis, melainkan pengetahuan, kecerdasan, keterampilan,sikap dan nilai-nilai yang keseluruhanya tampak dalam bentuk perubahan tingkah laku anak didik. Dengan demikian madrasah perlu menyediakan rangkaian pengalaman belajar.
b)  Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ialah bagaimana caranya agar pengetahuan yang diberikan di madrasah agar mencapai maksud SKB 3 menteri tanpa mengurangi mutu pendidikan agama, yang akan menjadikan anak didik sebagai muslim warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani serta tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.



2.  Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pasca UU No. 20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989
Setelah lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini mencakup ketentuan tentang semua jalur  dan jenis pendidikan. Jika pada Undang-undang pendidikan Nasional bertumpu pada sekolah, maka dalam UUSBN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik, pendidikan professional, pendidikan kejuruan dan pendidikan agama.
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Tingkat Satuan Pendidikan di Madrasah ada tiga tingkat yaitu: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Mata pelajaran Pendidikan agama Islam (PAI) di Madrasah terdiri atas empat, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh, Tarikh (Sejarah) Kebudayaan Islam.[8]

B. Kurikulum Awal Kemerdekaan
Pada periode ini setelah Indonesia merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan departemen agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.[9]   
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh sebelum Indonesia merdeka setidaknya telah terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama ketika di jajah belanda kurikulum disesuaikan dengan kepentingan politiknya. Kedua ketika dijajah Jepang kurikulum disesuaikan dengan kepentingan politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan kebangunan Asia Timur Raya. Kemudian setelah Indonesia merdeka pra orde baru terjadi pula dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya rencana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan dan diberinama rencana Pelajaran terurai 1952.Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rencana pendidikan tahun 1964, perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan matematika.

C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Lama
Orde secara harfiyah dapat diartikan zaman, atau masa. Secara kontekstual,  Orde lama biasanya diartikan sebagai zaman pemerintahan presiden Soekarno, yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1965, yaitu sejak diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sampai dengan digantikannya Soekarno oleh Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1965 yang selanjutnya dikenal sebagai Supersemar.[10] Kurikulum pada era Orde Lama dibagi menjadi 2 kurikulum, di antaranya :
1. Kurikulum 1947
Oleh karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam prakteknya baru dilaksanakan pada tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak kalangan menyebutkan bahwa perkembangan kurikulum di Indonesia secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan agama Islam telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP & K dan Menteri Agama) tahun 1946.
Kurikulum 1947 ini masih kental dengan corak system pendidikan Jepang ataupun Belanda.[11] Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena negara ini baru merdeka. Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan untuk mewujudkan manusia yang cinta negara, sehingga menjadi berdaulat dan tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara.
2. Kurikulum 1952-1964.
Dalam kurikulum ini muatannya adalah pada pengajaran yang harus disampaikan pada siswa, dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah. Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi. dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran dalam kurikulum ini sebagaimana diatur dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok (Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul SKB dua menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah minimal 2 jam perminggu.
     Selain itu, DEPAG juga lelah mengupayakan terbentuknya kurikulum agama di sekolah maupun pesantren, akhirnya dibentuklah tim yang diketuai oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor yang berhasil menyusun kurikulum agama yang kemudian disahkan oleh menteri agama pada tahun 1952. Disebutkan bahwa, setelah DEPAG berhasil menyusun kurikulum itu. Pendidikan agama memperoleh porsi 25 % dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sekolah selama seminggu.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 1947 masih kental dengan corak sistem pendidikan Jepang ataupun Belanda, adapun Kurikulum tahun 1952-1964 diprakarsai oleh DEPAG dengan membentuk tim yang diketuai oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor yang berhasil menyusun kurikulum agama yang kemudian disahkan oleh menteri agama pada tahun 1952. Disebutkan bahwa, setelah DEPAG berhasil menyusun kurikulum itu, pendidikan agama memperoleh porsi 25 % dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sekolah selama seminggu.

D.  Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
         Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas.[12]
Peralihan dari era orde lama ke era orde baru pada akhirnya turut berdampak pada wajah pendidikan nasional, buktinya kurikulum yang berlaku di era orde lama juga turut berganti, dan tidak cukup disitu, di era orde baru sendiri kurikulum telah mengalami beberapa perubahan. Dibawah ini adalah model kurikulum yang berlangsung selama era orde baru. antara lain :
1. Kurikulum 1968
Boleh dibilang, kurikulum 1968 ini adalah penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak kemerdekaan, kurikulum ini menjadi model kurikulum terintegrasi. Fokus kurikulum ini tidak lagi pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964. Hanya saja, pelaksanaan pendidikan agama kebijakannya kurang lebih sama dengan kurikulum 1964.
2. Kurikulum 1975
Dalam kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan. Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Pendidikan agama islam dalam kurikulum 1975 mengalami perubahan cukup signifikan. Adanya SKB 3 menteri (Menteri Agama, Menteri dalam Negeri dan Menteri P&K) serta disusunnya kurikulum madrasah 1975, pendidikan agama mendapatkan porsi 30%. sementara pendidikan umum 70%. Sehingga ijazah madrasah setingkat dengan ijazah dari sekolah umum, dan murid madrasah yang ingin pindah ke sekolah umum pun diakui atau diperbolehkan. Kondisi demikian berbeda dengan masa-masa sebelum kurikulum 1975 ini diterapkan.
3. Kurikulum 1984
Boleh dibilang, kurikulum 1984 ini adalah menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu. mengelompokkan. mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K dan Menteri dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa juga melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum.
4. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri khas Islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas dengan nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama Islam akhirnya berjalan satu paket dengan sistem pendidikan nasional. [13]
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa orde baru ini (Kurikulum tahun 1968, 1975, 1984, 1994 dan suplemen kurikulum 1999) pendidikan agama Islam akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan Nasional.

E. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Reformasi - Sekarang
Dalam Sejarah telah mencatat bahwa bergantinya rezim maka akan berdampak pada perubahan kebijakan yang berlaku. Era reformasi yang mengedepankan keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas, nyatanya telah pula berpengaruh pada dunia pendidikan nasional. Kurikum di era reformasi juga telah mengalami beberapa perubahan, diantaranya:
a.       Kurikulum KBK
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera dalam wadah NKRI. Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi adalah dibuatnya sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut kurikulum KBK.[14] KBK pada prinsipnya adalah menggeser orientasi kurikulum dari yang berbasis content kepada orientasi kurikulum yang berbasis pada kompetensi. Kurikulum lama yang berorientasi content mendorong para pengajar utuk melakukan how to know dan what should be to know. Dengan demikian para tenaga pendidik lebih tertuju agar para peserta didik dapat menguasai materi ataupun teori dibandingkan praktek pada diri peserta didik. Berbeda dengan KBK yang mana berorientasi pada kompetensi yang mana menuntut para pendidika tidak hanya melakukan how todo dan what to dosehingga para peserta didik dapat “tahu apa” dan “melakukan apa”.[15]

Menguatkan hal diatas, pemerintah kemudian menetapkan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No. 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Di antara karakteristik utama KBK sebagaimana dikemukakan Menurut pendapat E. Mulyasa dalam Amirah Mawardi, yaitu:
1.      Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2.      Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
3.      Berpusat pada siswa.
4.      Orientasi pada proses dan hasil.
5.      Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6.      Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7.      Buku pelajaran bukan satusatunya sumber belajar.
8.      Belajar sepanjang hayat;
9.      Belajar mengetahui (learning how to know),
10.  Belajar melakukan (learning how to do),
11.  Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
12.  Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

 Dalam KBM-nya, pendekatan belajar mengajar lebih pada jenis pendekatan CTL (Contekstual Teaching and Learning), menyangkut konstruktuvisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik. Dengan ditetapkannya kurikulum 2004 ini, maka berimplikasi langsung dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam, akhirnya madrasahpun menjadikan “kompetensi”, sebagai basisnya. Menurut Toto Suharto (2011), Apapun model dan bentuknya, harus diakui keberadaan kurikulum menjadi unsur penting dalam dunia pendidikan. Tanpa kurikulum, maka sulit rasanya menerjemahkan dan mewujudkan tujuan pendidikan.[16]

b.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Konsep yang ditawarkan dalam kurikulum ini memposisikan setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan sendiri-sendiri potensi yang dimiliki. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Dalam KTSP ini, setiap satuan pendidikan berhak dan diiberi otonom seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulumnya. Sekolah memiliki wewenang luas untuk mengembangkan secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah.[17]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008 menteri Agama mendatangani PERMENAG no. 2 tahun 2008, menyangkut standard kompetensi lulusan dan standard isi PAI.[18]

c.       Kurikulum 2013
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency). Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.[19]
Berikut ini adalah cirri-ciri yang melekat dalam K-13 (Kurikulum 2013, sebatas yang penulis ketahui), yaitu:
1) Mewujudkan pendidikan yang berkarakter Pendidkan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
 2) Menciptakan Pendidikan yang Berwawasan Lokal Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. NAmun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendoronggg bagaimana penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
3) Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat Pendidikan tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.[20]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.         Secara historis, pendidikan Islam masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid maupun pesantren.
2.         Pada periode awal kemerdekaan Indonesia maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan departemen agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.
3.         Kurikulum pada era Orde Lama dibagi menjadi 2 kurikulum, di antaranya: Kurikulum 1947 dan Kurikulum 1952-1964.
4.         Kurikulum pada era Orde Baru dibagi menjadi 4 kurikulum, diantaranya : Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994 & Suplemen Kurikulum 1999.
5.         Kurikum di era reformasi juga telah mengalami beberapa perubahan, diantaranya: Kurikulum KBK, KTSP atau Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013.

 

DAFTAR RUJUKAN
Alhamuddin. 2014 . Sejarah Kurikulum di Indonesia. Nur El-Islam. Vol. 1 No. 2.
Asrahah, H. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Asri, M. 2017. Dinamika Kurikulum di Indonesia. Modeling. Vol 4 No. 2.
Dhaifi, A. 2017. Perkembangan Kurikulum PAI di Indonesia. Edureligia, Vol. 01 No. 01.
Enung K. Rukiati, d. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Fadjar, M. 1998. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.
Idi, A. 2014. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lembaga Pendidikan Fakultas Tarbiyah. 2009. Bahan Ajar Diklat, Profesi Guru, Sertifikasi Guru, Pengawas dalam Jabatan Kuota. Surabaya: Fakultas Tarbiyah.
Maksum. 1999. Madrasah Sejarah dan Perkmebangannya. Jakarta: Logo Wacana Ilmu.
Mawardi, A.. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Tarbawi. Vol. 1 No. 1
Nizar, S. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nurhalim, M. 2011. Analisis Perkembangan Kurikulum di Indonesia. Insania.
Sutrisno, M. A. 2012. Kurikulum Islam Berbasis Problem Sosial. Jakarta: Ar Ruzz Media.
Yamin, M. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Zakiah Darajat, d. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.


       [1] Lembaga Pendidikan Fakultas Tarbiyah,  Bahan ajar DIKLAT, profesi guru, sertifikasi guru, pengawas dalam jabatan kuota, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah, 2009), hal 103)
       [2] Hanun Asrahah,  Sejarah Pendidikan Islam,  (Jakarta: Logos wacana ilmu, 1999), hal 71
                [3] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 6
 [4] Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 53
 [5] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hal. 137
      [6] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,.......  hal. 138
      [7]  Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam ,....... hal. 140
[8] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,( Jakarta: Logo Wacana Ilmu, 1999), hal. 12
                [9] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana, 2011), hal. 293
[10] Enung K. Rukiati ,dkk, Sejarah Pendidikan di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia)
[11] Sutrisno, Muhyidin Al Barobis, Kurikulum Islam Berbasis Problem Sosia, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hal 63-64
[12] Moh. Yamin,  Menggugat Pendidikan Indonesia,  (Jogjakarta:  Ar Ruz, 2009), hal 39
 [13] Ahmad Dhaifi,  Perkembangan Kurikulum PAI di Indonesia,  Edureligia, Vol. 01 No. 01, 2017, hal 78-81
                [14] Amirah Mawardi, Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia, Tarbawi, Vol. 01 No. 1 hal. 33
[15] M. Asri, Dinamika Kurilulum di Indonesia,  Modeling, Vol. 4 No. 2 2017 hal.  199
[16] Amirah Mawardi, Perkembangan Kurikulum ........, hal. 34
[17] Muhammad Nurhalim, Analisis Perkembangan Kurikulum di Indonesia, Insania, Vol. 16 No. 3  2011 Hal. 348- 353
[18] Amirah Mawardi, Perkembangan Kurikulum ........, hal. 35
[19] Alhamuddin, Sejarah Kurikulum di Indonesia,  Nur El-Islam, Vol. 1 No. 2, 2014 hal. 53-54
[20] Amirah Mawardi, Perkembangan Kurikulum ........, hal. 35

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer