BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama
dikenal manusia melalui sejarah. Sejarah tentang pengembangan potensi individu
dapat ditelusuri dari masyarakat Yunani Kuno. Mereka menekankan upaya
untuk mengembangkan dan menguatkan individu melalui pendidikan.
Plato dipandang sebagai konselor Yunani Kuno Karena dia
menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah pemahaman psikologis individu,
seperti menyangkut isu-isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat dan
teologis. Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukan bahwa manusia
didalam kehidupannya selalu menghadpi persoalan-persoalan yang silih berganti.
Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain muncul, demikian
serterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun
kemampuannya. Ada manusia yang sangup mengtasi persoalan tanpa bantuan pihak
lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila
tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan
konseling sangat diperlukan.
Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan
sebaik-baiknya. Dengan mengenal didnya sendiri, mereka akan bertindak dengan
tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Walaupun demikian, tidak
semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan
bantuan orang lain agar dapat mengenal dirinya, lengkap dengan segala kemampuan
yang dimilikinya dan bantuan tersebut dapat diberikan oleh bimbingan dan
konseling. Pada kenyataanya bimbingan dan konseling juga
diperlukan, baik oleh masyarakat yang belum maju maupun masyarakat yang modern.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah tentang bimbingan konseling di Dunia?
2.
Bagaimana sejarah tentang bimbingan konseling di Indonesia?
3.
Bagaimana kedudukan yuridis bimbingan konseling di Indonesia?
4.
Bagaimana kedudukan bimbingan konseling dalam pendidikan?
C. Tujuan Pembahasan Masalah
2.
Menjelaskan sejarah tentang bimbingan konseling di Indonesia
3.
Menjelaskan kedudukan yuridis bimbingan konseling di Indonesia
4.
Menjelaskan kedudukan
bimbingan konseling dalam pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bimbingan Konseling di Dunia
Bimbingan dan
penyuluhan, yang kemudian saat ini lebih dikenal sebagai bimbingan dan
konseling, merupakan suatu ilmu yang baru bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu
lain pada umumnya. Apabila kita telusuri, bimbingan dan penyuluhan
itu mulai timbul sekitar akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20. Gerakan ini
mula-mula timbul di Amerika, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frans
Parsons, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer, dan sebagainya.
Para ahli inilah yang memelopori bergeloranya
bimbingan dan penyuluhan sehingga masalah ini bekembang dengan pesatnya. Secara
singkat, bimbingan dan penyuluhan itu sebagai berikut. Pada tahun 1908
di Boston, Frank Persons mendirikan suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai
efisiensi kerja. Dialah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational
guidance, yang meliputi vocational choise,vocational
placement, dan vocational training untuk memperoleh
efisiensi dalam pekerjaan. Dia pula yang mengusulkan agar masalah vocational
guidance dimasukan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini,
dapat kita lihat bagaimana masalah bimbingan ini mendapat perhatian yang begitu
jauh oleh Frank Persons. Pada tahun 1909, Frans Parsons mengeluarkan buku yang
mengupas pemilihan jabatan, dan pemilihan jabatan ini kelak menjadi salah satu
aspek yang penting dalam bimbingan dan konseling.[1]
Jesse B. Davis yang bertugas
sebagai konselor sekolah di Cental High School di Detroit, mulai pula bergerak
dalam bidang ini, baik mengenai masalah-masalah yang ada dalam pendidikan
maupun dalam bidang pemilihan jabatan. Pada tahun 1910-1916, dia memberikan
kuliah mengenai bimbingan dan konseling. Kegiatan serupa dilakukan dilakukan
pula oleh Eli Wever di New York, John Brewer di Universitas Harvard. Itulah sebabnya,
keduanya dipandang sebagai perintis dalam bidang bimbingan dan konseling. Pada
tahun 1913 didirikanlah salah satu perhimpunan diantara para pembimbing.
Gerakan bimbingan di sekolah
mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar
belakang siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun1898, Jesse B.Davis,
seorang konselor di Detroit, mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan
pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907, dia memasukan program bimbingan di sekolah
tersebut. Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkanprogram bimbingan ini
di antaranya; Eli Weaper, Feans Parsons, E.G.Will Amson, Carlr Rogers.
Eli Weaper pada tahun 1906
menerbitkan buku “memilih satu karier” dan membentuk komite guru pembimbing di
setiap sekolah menengah di New York City. Komite ini bekerja aktif
membantu anak-anak muda menemukan kemampuan dan belajar cara menggunakan
telante mereka untuk memastikan pekerjaan paling tepat di masa depan.[2]
Frans Parsons dikenal
sebagai “Father of the guidance movement in America Education” Dia
mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Bosto Massachussets, yang bertujuan
membantu siswa dalam memilih karir yang didasarkan atas proses seleksi secara
ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai konselor. Program
bimbingan yang terorganisasikan mulai munculan dengan frekuensi tinggi di
jenjang SMP sejak tahun 1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan
pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa laki –laki dan siswa perempuan.
Titik inilah era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir
selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab administrtif lainnya.
B. Sejarah Bimbingan Konseling di Indonesia
Sejarah lahirnya bimbingan dan penyuluhan atau konseling di Indonesia
tergolong unik. Terkesan dengan layanan bimbingan dan penyuluhan atau konseling
yang di laksanakan di sekolah-sekolah
Amerika Serikat sekitar tahun 1962. Beberapa pejabat Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan dibentuknya layanan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya ke tanah air. Awal mula kegiatan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah belum tersusun dengan baik.[3]
Kegiatan bimbingan dan konseling di
Indonesia lebih banyak dilakukan di lembaga-lembaga formal (sekolah) baik
negeri maupun swasta. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah sudah melakukan
bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis.
Pada tahun 1964, lahir kurikulum gaya
baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi,
program ini kurang berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama
kurangnya tenaga pembimbing yang professional. Untuk mengatasi masalah
tersebut, maka pada dasawarsa 60-an fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, dan
diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963), membuka jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang di kenal Universitas pendidikan Indonesi
(UPI) dengan nama jurusan psikologi pendidikan dn bimbingan.
Istilah bimbingan dan penyuluhan
merupakan terjemahan dari guidance and
counseling. Orang yang memperkenalkan istilah ini adalah Tatang Mahfud,
MA., seorang pejabat di Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada tahun
1953, ia menyebarkan surat edaran untuk meminta persetujuan kepada beberapa
orang yang dipandang ahli, untuk menerjemahkan istilah “guidance and counseling” dengan kata bimbingan dan konseling. Pada
waktu itu tidak ada penolakan.[4]
Mulai saat itu, populerlah istilah
bimbingan dan penyuluhan sebagai terjemahan dari guidance and counseling. Pada masa era orde baru tahun 1970,
istilah penyuluhan juga dipakai dalam berbagai kegiatan atau bidang lain,
seperti penyuluhan keluarga berencana, penyuluhan hokum, penyuluhan narkoba,
penyuluhan gizi ,dsb. Dalam hal ini penyuluhan diartikan sebagai pemberian
penerangan, bahkan kadang-kadang hanya dalam bentuk pemberian ceramah atau
pmutaran film saja. Dapat disimpulkan bahwa istilah penyuluhan masih bersifat
umum, belum terfokus pada masalah-masalah spesifik/khusus yang berkaitan dengan
siswa/mahasiswa/konselor/konseli. [5]
Dewa Ketut Sukardi sebagaimana dikutip
Abdul Choliq Dahlan menjelaskan secara singkat perkembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :[6]
a.
Kegiatan bimbingan pada hakikatya telah berakar dalam seluruh
kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia.
b.
Sebelum kemerdekaan, pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan
penjajah. Namun demikian, pada masa ini sudah mulai muncul benih-benih
bimbingan dan konseling. Bermula dari sekolah taman siswa di Yogyakarta berdiri
pada tahun 1922. Pendirinya adalah Ki Hajar Dewantara, metode dan semboyan
sekolah taman siswa adalah Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut
Wuri Handayani. Kemudian disusul pula oleh Mohammad safi’I tahun 1926. Titik
menonjol bimbingan pada periode ini adalah bimbingan jabatan dalam pendidikan,
yang dirintis oleh Mohammad Safi’i dengan “sekolah kerja” nya.
c.
Pola ini mengalami masa perubahan pada dekade 1940-an yang disebut
sebagai masa perjuangan. Masa ini merupakan tonggak bersejarah, karena pada
decade ini tepatnya tanggal 17 agustus 1945, rakyat Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya.
d.
Menjelang decade 50-an pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia
tercapai. Akan tetapi, bangsa Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar
untuk menstabilkan berbagai aspek kehidupan yang terkoyak-koyak selama masa
penjajahan dan perjuangan kemerdekaan.
e.
Memasuki decade 1960-an situasi politik kurang begitu
menguntungkan, yang mencapai klimaksnya pada pemberontakan G 30-S/PKI tahun
1965.
f.
Setelah dirintis pada decade 1960-an penataan bimbingan mulai
dilakukan pada decade 1970-an. Pada decade ini, bimbingan diupayakan
aktualisasinya melalui penataan legalitas system, konsep dan pelaksanaannya.
g.
Setelah melalui penataan selama decade 70-an, pada decade 80-an ini
bimbingan diupayakan lebih maksimal. Pemantapan terutama diusahakan untuk
mewujudkan bimbingan yang professional. Awal periode ini ditandai dengan
diperkenalkannya “sekolah komprehensif” atau “sekolah pembangunan” (1970-1971).
Secara resmi, konsep sekolah pembangunan dicetuskan oleh departemen pendidikan
dan kebudayaan di bawah pimpinan menteri mashuri pada tahun 1971. Dengan surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 172 tahun 1971 ditetapkan 8
PPSP (proyek perintis sekolah pembangunan) sebagai pelaksananya: PPSP IKIP
Jakarta, PPSP IKIP Bandung, PPSP IKIP Semarang, PPSP IKIP Yogyakarta, PPSP IKIP
Surabaya, PPSP IKIP Malang, PPSP IKIP Padang, dan PPSP IKIP Ujung Pandang
(Makasar).
Organisasi
profesi bimbingan dan konseling awalnya bernama ikatan petugas bimbingan
Indonesia disingkat dengan IPBI. Berdiri pada tanggal 17 desember 1975 di
Malang yang diketuai oleh Drs.Rosyidan, M.A . Pengurus pusat atau pengurus
besar tadi dilengkapi dengan komisariat wilayah: Sumatra Utara dan Aceh,
Sumatra Barat, Selatan dan Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan, dan wilayah Indonesia Timur. [7]Hasil
lain konvensi bimbingan 1 di Malang ini adalah terumuskannya anggaran
dasar,anggaran rumah tangga, kode etik jabatan sebagai konselor dan program
kerja organisasi ini, dan mulai diterbitkan pula pada jurnal IPBI berselang
terbit 3bulanan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi
profesi konselor. Pada tanggal 25 agustus 2005 dalam rapat pengurus besar asosiasi
bimbingan dan konseling di Bandung di terbitkan standar kompetensi konselor
Indonesia yang di sahkan melalui surat keputuan nomor 0011 tahun 2005.
C. Kedudukan Yuridis Bimbingan Konseling di Indonesia
Landasan
Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan :
Landasan Hukum
1.
UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
2.
PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi.
3.
SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya.
4.
SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
5.
SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6.
SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
7.
SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa.
8.
SK Mendiknas
Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
9.
Surat Dirjen
Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.
Dalam
Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
1 ayat (1) ditegaskan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. [8]
Selanjutnya
di dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. ditegaskan bahwa konselor termasuk ke dalam kategori pendidik. Berdasarkan
Undang-Undang di atas secara eksplisit menunjukkan bahwa konselor adalah
pendidik yang tugas utamanya: pertama, mewujudkan suasana belajar, dan kedua,
mewujudkan suasana pembelajaran. Suasana belajar yang dimaksud adalah kondisi
yang terjadi pada diri klien yang menjalani proses konseling. Suasana belajar
yang efektif pada diri klien dapat diwujudkan melalui proses konseling yang
efektif.
Dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan juga bahwa
Pergurun Tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan atau
vokasi (Pasal 19 ayat 3). Sebelumnya ditetapkan bahwa Kurikulum Perguruan
Tinggi disusun oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan
pengguna (Kepmendiknas nomor 045/U/2002).
SK
Menpan Nomor 64/1993 (Pasal 3)
disebutkan tugas pokok guru adalah:
a.
Menyusun program pengajaran, menyajikan program
pengajaran, evaluasi belajar, analisis hasil evaluasi belajar, serta menyusun
program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
b.
Menyusun program bimbingan, melaksanakan program
bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan
bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik
yang menjadi tangung jawabnya.
SK Menpan Nomor 118/1995 tentang Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Anga
Kreditnya. Sebagaimana disebutkan dalam angka (1) mempunyai bidang pengawasan sebagai berikut:
a.
Bidang pengawasan Taman Kanak-kanak/ Raudatul
Athfal/Bustanul Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah
Diniyah/Sekolah Dasar Luar biasa.
b.
Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran/Mata Pelajaran
c.
Bidang pengawasan pendidikan Luar Biasa
d.
Bidang Pengawasan Bimbingan dan Konseling.
SK
Mendikbud Nomor 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya: [9]
1.
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar,
dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2.
Bimbingan karir kejuruan adalah bimbingan/layanan yang
diberikan oleh Guru Mata Pelajaran Kejuruan, dalam membentuk sikap dan
pengembangan keahlian profesi peserta didik agar mampu mengantisipasi potensi
lapangan kerja.
3.
a. Pada Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah
Menengah Umum terdapat Guru Mata Pelajaran dan Guru Pembimbing.
b.
Pada Sekolah Lanjutan Tingkat pertama yang menyelenggarakan program ketrampilan
dan Sekolah Menengah Kejuruan terdapat Guru Mata Pelajaran, Guru Praktik, dan
Guru Pembimbing.
4.
Tugas Guru Pembimbing
a.
Setiap Guru pembimbing diberi tugas bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya
terhadap 150 siswa.
b.
Bagi sekolah yang tidak memiliki Guru Pembimbing yang berlatar belakang
bimbingan dan konseling, maka guru yang telah mengikuti penataran bimbingan dan
konseling sekurang-kurangnya 180 jam dapat diberi tugas sebagai Guru
Pembimbing.
c.
Pelaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan di dalam
atau di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan bimbingan dan konseling di luar
sekolah sebanyakbanyaknya 50 % dari keseluruhan kegiatan bimbingan untuk
seluruh siswa di sekolah itu atas persetujuan Kepala Sekolah.
d.
Guru Pembimbing yang tidak memenuhi jumlah siswa yang diberi pelayanan
bimbingan dan konseling.[10]
5.
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling:
a.
Setiap kegiatan menyusun program, melaksanakan program,
mengevaluasi, menganalisis dan melaksanakan kegiatan tindak lanjut.
b.
Kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
c.
Layanan
orientasi wajib dilaksanakan pada awal catur wulan pertama terhadap siswa baru.
d.
Satu kali kegiatan bimbingan dan konseling memakan
waktu rata-rata 2 (dua) jam tatap muka.
Dengan disahkannya UU NO 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, memberikan makna tersendiri bagi pengembangan profesi
bimbingan dan konseling, dan melahirkan berbagai Peraturan Pemerintah sebagai
peletakan dasar pelaksanaan Undang-undang tersebut. PP no 27, 28, 29, dan 30
tahun 1990 mengatur tata laksana pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi serta mengakui sepenuhnya tenaga
guru dan tenaga lain yang berperan dalam dunia pendidikan, selain guru.[11]
D.
Kedudukan Bimbingan Konseling dalam
Pendidikan
Pendidikan
merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan
masyarakat. Pendidikan tidak pernah dapat dideskripsikan secara
gamblang hanya dengan mencatat banyaknya jumlah siswa, personil yang terlibat,
harga bangunan, dan fasilitas yang dimiliki. Pendidikan memang menyangkut hal
itu semua, namun lebih dari itu semuanya. Pendidikan merupakan proses yang
esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi
individu (siswa).
Siswa merupakan
unsur utama dalam pendidikan. Siswa sebagai individu sedang berada dalam
proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan
atau kemandirian. Untuk mencapai kemandirian tersebut, siswa memerlukan
bimbingan, karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.
Pendidikan
yang hanya melaksanakan bidang administratif dan pengajaran dengan
mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya akan menghasilkan individu yang
pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki
kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual.
Kedudukan
bimbingan dan konseling dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup
kegiatan, ketiga bidang utama pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Bidang administrasi dan Kepemimpinan
Bidang ini merupakan bidang yang
melaksanakan masalah administratif dan kepemimpinan pada suatu sekolah, yaitu
masalah yang menyangkut pelaksanaan pendidikan secara baik. Tanggung jawab
bidang ini mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan organisasi, pembiayaan, pembagian
tugas staff/personalia, perlengkapan dan pengawasan. Pada umumnya bidang ini
merupakan tanggung jawab pimpinan dan para petugas administrasi lainnya.[1]
2. Bidang pengajaran
Bidang ini bertanggung jawab
dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran. Para guru merupakan petugas dan
bertanggung jawab atas pelaksanaan bidang ini.[2] Bidang
ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada
peserta didik. Pada umumnya bidang ini merupakan pusat kegiatan pendidikan dan
merupakan tanggung jawab utama staff pengajaran (staff edukatif).[3]
3. Bidang pemberian bantuan
Bidang ini tidak kalah pentingnya
dengan kedua bidang terdahulu, karena bidang ini bertanggung jawab memberikan
pelayanan siswa untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin dalam proses
pendidikan. Murid sangat memerlukan bantuan untuk mencapai hasil pendidikan
yang optimal.[4]
Dengan demikian tiap komponen
mempunyai tugas dan fungsi masing -masing, tetapi dilaksanakan bersama – sama.
Apabila salah satu komponen tidak melaksanakan, maka proses pendidikan tidka
berhasil dengan baik. Misalnya di sekolah hanya diberikan sejumlah mata
pelajaran saja, tanpa administrasi dan supervisi yang baik maka tujuan
pendidikan tidaka akan tercapai. Demikian juga dengan masalah-masalah itu hanya
bisa dipecahkan melalui bidang kegiatan pemberian bantuan, melalui program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dengan melihat kenyataan di
sekolah, ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya pelaksanaan bimbingan
antara lain:
a.
Guru
sebagai pengajar tidak mungkin dapat menyelesaikan beberapa masalah
tertentu dalam pendidikan dan pengajaran.
b.
Ada
beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa, yang harus dilakukan petugas
sekolah lain yang bukan guru.
c.
Antara
guru dan siswa kadang –kadang terjadi konflik, hal ini memerlukan bantuan pihak
ketiga untuk memecahkannya.
Dalam situasi tertentu juga dirasakan perlunya suatu wadah atau
lembaga yang menampung dan menyelesaikan masalah-masalah peserta didik yang
tidak dapat tertampung dan terselesaikan oleh para pendidik. Misalnya, bila
terjadi ada seorang siswa yang menghadapi masalah pribadi yang cukup serius.
Para pendidik kadang-kadang merasa bukan wewenangnya untuk membantu peserta
didik tersebut. Sehingga bilamana bidang pembinaan pribadi –bimbingan dan konseling-
tidak ada atau tidak berfungsi, peserta didik tersebut akan tetap dalam keadaan
bermasalah, karena tidak adanya wadah dan tenaga yang dapat membantunya dalam
menyelasaikan masalah yang dihadapinya.[5]
Dari
uraian diatas jelaslah bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan, program
bimbingan dan konseling merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari
program pendidikan pada umumnya. Apalagi dalam situasi formal itu tidak hanya
membekali para siswa dengan setumpuk ilmu pengetahuan saja, tetapi juga
mempersiapkan para peserta didik untuk memenuhi tuntutan perubahan serta
kemajuan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan pada
uraian tersebt, bahwa perubahan dan kemajuan ini akan menimbulkan masalah,
khususnya bagi para peserta didik itu sendiri, dan umumnya bagi pihak- pihak
yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Peserta didik akan menghadapi masalah
pemilihan spesialisasi, pemilihan jurusan, pemilihan program, masalah belajar,
masalah penyesuaian diri, masalah pribadi dan sosial dan lain sebagainya yang
membutuhkan penanganan dan bantuan dari bidang pembinaan pribadi, yang
merupakan bagian integral darti keseluruhan sistem pendidikan formal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada tahun 1908 di Boston,
Frank Persons mendirikan suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisiensi
kerja. Dialah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational
guidance. Pada tahun 1909, Frans Parsons mengeluarkan
buku yang mengupas pemilihan jabatan, dan pemilihan jabatan ini kelak menjadi
salah satu aspek yang penting dalam bimbingan dan konseling. Pada tahun 1910-1916, dia memberikan kuliah mengenai bimbingan dan
konseling. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai
munculan dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak tahun 1920-an, dan lebih
intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan
untuk siswa laki –laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya
pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan
tanggung jawab administrtif lainnya.
Pada
awal tahun 1960 di beberapa sekolah sudah melakukan bimbingan yang terbatas
pada bimbingan akademis. Pada tahun 1964, lahir kurikulum gaya baru, dengan
keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini
kurang berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga
pembimbing yang professional. pada dasawarsa 60-an fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963), Pada
masa era orde baru tahun 1970, istilah penyuluhan juga dipakai dalam berbagai
kegiatan atau bidang lain. Organisasi profesi bimbingan dan konseling awalnya
bernama ikatan petugas bimbingan Indonesia disingkat dengan IPBI. Berdiri pada
tanggal 17 desember 1975 di Malang yang diketuai oleh Drs.Rosyidan, M.A . Pada
tanggal 25 agustus 2005 dalam rapat pengurus besar asosiasi bimbingan dan
konseling di Bandung di terbitkan standar kompetensi konselor Indonesia yang di
sahkan melalui surat keputuan nomor 0011 tahun 2005.
Landasan
Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan: Landasan Hukum UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,PP
Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi, SK Menpan Nomor 84/1993,
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, SK Menpan Nomor 118/1996,
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, SK Mendikbud
Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya, SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa, SK Mendiknas Nomor 045/U/2002,
tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, Surat
Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.
Kedudukan
bimbingan dan konseling dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup kegiatan, yaitu : Bidang
administrasi dan Kepemimpinan, bidang pengajaran, bidang pemberian bantuan.
DAFTAR RUJUKAN
Hallen, Ahmad.
2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.
Lahmuddin.
2012. Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan. jurnal Analytica
Islamica. Vol. 1, No. 1.
Mitchell,
Mariane H. dan Robert L. Gibson. 2011. Bimbingan
dan Konseling, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rohmah, Umi.2011. Pengantar Bimbingan dan
Konseling. Ponorogo: STAIN PO Press.
Salahudin, Anas . 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Sukirno, Agus. 2011. bimbingan dan konseling. jurnal
al-shifa vol.02,No.1 [1]
No comments:
Post a Comment