Sunday, July 05, 2020

SEJARAH BIMBINGAN KONSELING (BK)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
       Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui sejarah. Sejarah tentang pengembangan potensi individu dapat ditelusuri dari masyarakat Yunani Kuno. Mereka menekankan upaya untuk mengembangkan dan menguatkan individu melalui pendidikan.
       Plato dipandang sebagai konselor Yunani Kuno Karena dia menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah pemahaman psikologis individu, seperti menyangkut isu-isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat dan teologis. Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukan bahwa manusia didalam kehidupannya selalu menghadpi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain muncul, demikian serterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sangup mengtasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan konseling sangat diperlukan.
       Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal didnya sendiri, mereka akan bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Walaupun demikian, tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal dirinya, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan bantuan tersebut dapat diberikan oleh bimbingan dan konseling. Pada kenyataanya bimbingan dan konseling juga diperlukan, baik oleh masyarakat yang belum maju maupun masyarakat yang modern.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah tentang bimbingan konseling di Dunia?
2.      Bagaimana sejarah tentang bimbingan konseling di Indonesia?
3.      Bagaimana kedudukan yuridis bimbingan konseling di Indonesia?
4.      Bagaimana kedudukan bimbingan konseling dalam pendidikan?
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Menjelaskan sejarah tentang bimbingan konseling di Dunia
2.      Menjelaskan sejarah tentang bimbingan konseling di Indonesia
3.      Menjelaskan kedudukan yuridis bimbingan konseling di Indonesia
4.      Menjelaskan  kedudukan bimbingan konseling dalam pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Bimbingan Konseling di Dunia
       Bimbingan dan penyuluhan, yang kemudian saat ini lebih dikenal sebagai bimbingan dan konseling, merupakan suatu ilmu yang baru bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain pada umumnya. Apabila kita telusuri, bimbingan dan penyuluhan itu mulai timbul sekitar akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20. Gerakan ini mula-mula timbul di Amerika, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frans Parsons, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer, dan sebagainya.
       Para ahli inilah yang memelopori bergeloranya bimbingan dan penyuluhan sehingga masalah ini bekembang dengan pesatnya. Secara singkat, bimbingan dan penyuluhan itu sebagai berikut. Pada tahun 1908 di Boston, Frank Persons mendirikan suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisiensi kerja. Dialah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang meliputi vocational choise,vocational placement, dan vocational training untuk memperoleh efisiensi dalam pekerjaan. Dia pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance  dimasukan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini, dapat kita lihat bagaimana masalah bimbingan ini mendapat perhatian yang begitu jauh oleh Frank Persons. Pada tahun 1909, Frans Parsons mengeluarkan buku yang mengupas pemilihan jabatan, dan pemilihan jabatan ini kelak menjadi salah satu aspek yang penting dalam bimbingan dan konseling.[1]
       Jesse B. Davis yang bertugas sebagai konselor sekolah di Cental High School di Detroit, mulai pula bergerak dalam bidang ini, baik mengenai masalah-masalah yang ada dalam pendidikan maupun dalam bidang pemilihan jabatan. Pada tahun 1910-1916, dia memberikan kuliah mengenai bimbingan dan konseling. Kegiatan serupa dilakukan dilakukan pula oleh Eli Wever di New York, John Brewer di Universitas Harvard. Itulah sebabnya, keduanya dipandang sebagai perintis dalam bidang bimbingan dan konseling. Pada tahun 1913 didirikanlah salah satu perhimpunan diantara para pembimbing.
       Gerakan bimbingan di sekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun1898, Jesse B.Davis, seorang konselor di Detroit, mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907, dia memasukan program bimbingan di sekolah tersebut. Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkanprogram bimbingan ini di antaranya; Eli Weaper, Feans Parsons, E.G.Will Amson, Carlr Rogers.
       Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku “memilih satu karier” dan membentuk komite guru pembimbing di setiap sekolah menengah di New York City.  Komite ini bekerja aktif membantu anak-anak muda menemukan kemampuan dan belajar cara menggunakan telante mereka untuk memastikan pekerjaan paling tepat di masa depan.[2]
       Frans Parsons dikenal sebagai “Father of the guidance movement in America Education” Dia mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Bosto Massachussets, yang bertujuan membantu siswa dalam memilih karir yang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai konselor. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai munculan dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak tahun 1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa laki –laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab administrtif lainnya.
B.  Sejarah Bimbingan Konseling di Indonesia
       Sejarah lahirnya bimbingan dan penyuluhan atau konseling di Indonesia tergolong unik. Terkesan dengan layanan bimbingan dan penyuluhan atau konseling yang di laksanakan di sekolah-sekolah  Amerika Serikat sekitar tahun 1962. Beberapa pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan dibentuknya layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya ke tanah air. Awal mula kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah belum tersusun dengan baik.[3]
       Kegiatan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan di lembaga-lembaga formal (sekolah) baik negeri maupun swasta. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah sudah melakukan bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis.
       Pada tahun 1964, lahir kurikulum gaya baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini kurang berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang professional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963), membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang di kenal Universitas pendidikan Indonesi (UPI) dengan nama jurusan psikologi pendidikan dn bimbingan.
       Istilah bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari guidance and counseling. Orang yang memperkenalkan istilah ini adalah Tatang Mahfud, MA., seorang pejabat di Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Pada tahun 1953, ia menyebarkan surat edaran untuk meminta persetujuan kepada beberapa orang yang dipandang ahli, untuk menerjemahkan istilah “guidance and counseling” dengan kata bimbingan dan konseling. Pada waktu itu tidak ada penolakan.[4]
       Mulai saat itu, populerlah istilah bimbingan dan penyuluhan sebagai terjemahan dari guidance and counseling. Pada masa era orde baru tahun 1970, istilah penyuluhan juga dipakai dalam berbagai kegiatan atau bidang lain, seperti penyuluhan keluarga berencana, penyuluhan hokum, penyuluhan narkoba, penyuluhan gizi ,dsb. Dalam hal ini penyuluhan diartikan sebagai pemberian penerangan, bahkan kadang-kadang hanya dalam bentuk pemberian ceramah atau pmutaran film saja. Dapat disimpulkan bahwa istilah penyuluhan masih bersifat umum, belum terfokus pada masalah-masalah spesifik/khusus yang berkaitan dengan siswa/mahasiswa/konselor/konseli. [5]
       Dewa Ketut Sukardi sebagaimana dikutip Abdul Choliq Dahlan menjelaskan secara singkat perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :[6]
a.       Kegiatan bimbingan pada hakikatya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia.
b.      Sebelum kemerdekaan, pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah. Namun demikian, pada masa ini sudah mulai muncul benih-benih bimbingan dan konseling. Bermula dari sekolah taman siswa di Yogyakarta berdiri pada tahun 1922. Pendirinya adalah Ki Hajar Dewantara, metode dan semboyan sekolah taman siswa adalah Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Kemudian disusul pula oleh Mohammad safi’I tahun 1926. Titik menonjol bimbingan pada periode ini adalah bimbingan jabatan dalam pendidikan, yang dirintis oleh Mohammad Safi’i dengan “sekolah kerja” nya.
c.       Pola ini mengalami masa perubahan pada dekade 1940-an yang disebut sebagai masa perjuangan. Masa ini merupakan tonggak bersejarah, karena pada decade ini tepatnya tanggal 17 agustus 1945, rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
d.      Menjelang decade 50-an pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia tercapai. Akan tetapi, bangsa Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar untuk menstabilkan berbagai aspek kehidupan yang terkoyak-koyak selama masa penjajahan dan perjuangan kemerdekaan.
e.       Memasuki decade 1960-an situasi politik kurang begitu menguntungkan, yang mencapai klimaksnya pada pemberontakan G 30-S/PKI tahun 1965.
f.        Setelah dirintis pada decade 1960-an penataan bimbingan mulai dilakukan pada decade 1970-an. Pada decade ini, bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas system, konsep dan pelaksanaannya.
g.      Setelah melalui penataan selama decade 70-an, pada decade 80-an ini bimbingan diupayakan lebih maksimal. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan bimbingan yang professional. Awal periode ini ditandai dengan diperkenalkannya “sekolah komprehensif” atau “sekolah pembangunan” (1970-1971). Secara resmi, konsep sekolah pembangunan dicetuskan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan di bawah pimpinan menteri mashuri pada tahun 1971. Dengan surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 172 tahun 1971 ditetapkan 8 PPSP (proyek perintis sekolah pembangunan) sebagai pelaksananya: PPSP IKIP Jakarta, PPSP IKIP Bandung, PPSP IKIP Semarang, PPSP IKIP Yogyakarta, PPSP IKIP Surabaya, PPSP IKIP Malang, PPSP IKIP Padang, dan PPSP IKIP Ujung Pandang (Makasar).
       Organisasi profesi bimbingan dan konseling awalnya bernama ikatan petugas bimbingan Indonesia disingkat dengan IPBI. Berdiri pada tanggal 17 desember 1975 di Malang yang diketuai oleh Drs.Rosyidan, M.A . Pengurus pusat atau pengurus besar tadi dilengkapi dengan komisariat wilayah: Sumatra Utara dan Aceh, Sumatra Barat, Selatan dan Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan, dan wilayah Indonesia Timur. [7]Hasil lain konvensi bimbingan 1 di Malang ini adalah terumuskannya anggaran dasar,anggaran rumah tangga, kode etik jabatan sebagai konselor dan program kerja organisasi ini, dan mulai diterbitkan pula pada jurnal IPBI berselang terbit 3bulanan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi profesi konselor. Pada tanggal 25 agustus 2005 dalam rapat pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling di Bandung di terbitkan standar kompetensi konselor Indonesia yang di sahkan melalui surat keputuan nomor 0011 tahun 2005.

C. Kedudukan Yuridis Bimbingan Konseling di Indonesia
Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan :
Landasan Hukum
1.      UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.      PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi.
3.      SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
4.      SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
5.      SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6.      SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
7.      SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa.
8.       SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
9.       Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.
Dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  Pasal 1 ayat (1) ditegaskan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  [8]
Selanjutnya di dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ditegaskan bahwa konselor termasuk ke dalam kategori pendidik. Berdasarkan Undang-Undang di atas secara eksplisit menunjukkan bahwa konselor adalah pendidik yang tugas utamanya: pertama, mewujudkan suasana belajar, dan kedua, mewujudkan suasana pembelajaran. Suasana belajar yang dimaksud adalah kondisi yang terjadi pada diri klien yang menjalani proses konseling. Suasana belajar yang efektif pada diri klien dapat diwujudkan melalui proses konseling yang efektif.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan juga bahwa Pergurun Tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan atau vokasi (Pasal 19 ayat 3). Sebelumnya ditetapkan bahwa Kurikulum Perguruan Tinggi disusun oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna (Kepmendiknas nomor 045/U/2002).
SK Menpan Nomor 64/1993  (Pasal 3) disebutkan tugas pokok guru adalah:
a.       Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisis hasil evaluasi belajar, serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
b.      Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tangung jawabnya.
SK Menpan Nomor 118/1995 tentang Jabatan Fungsional Pengawas  Sekolah dan Anga Kreditnya. Sebagaimana disebutkan dalam angka (1) mempunyai bidang pengawasan sebagai berikut:
a.       Bidang pengawasan Taman Kanak-kanak/ Raudatul Athfal/Bustanul Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Diniyah/Sekolah Dasar Luar biasa.
b.      Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran/Mata Pelajaran
c.       Bidang pengawasan pendidikan Luar Biasa
d.      Bidang Pengawasan Bimbingan dan Konseling.
SK Mendikbud Nomor 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya: [9]
1.      Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2.      Bimbingan karir kejuruan adalah bimbingan/layanan yang diberikan oleh Guru Mata Pelajaran Kejuruan, dalam membentuk sikap dan pengembangan keahlian profesi peserta didik agar mampu mengantisipasi potensi lapangan kerja.
3.       a. Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah   Menengah Umum terdapat Guru Mata Pelajaran dan Guru Pembimbing.
b. Pada Sekolah Lanjutan Tingkat pertama yang menyelenggarakan program ketrampilan dan Sekolah Menengah Kejuruan terdapat Guru Mata Pelajaran, Guru Praktik, dan Guru Pembimbing.
4.      Tugas Guru Pembimbing
a. Setiap Guru pembimbing diberi tugas bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya terhadap 150 siswa.
b. Bagi sekolah yang tidak memiliki Guru Pembimbing yang berlatar belakang bimbingan dan konseling, maka guru yang telah mengikuti penataran bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya 180 jam dapat diberi tugas sebagai Guru Pembimbing.
c. Pelaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan di dalam atau di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan bimbingan dan konseling di luar sekolah sebanyakbanyaknya 50 % dari keseluruhan kegiatan bimbingan untuk seluruh siswa di sekolah itu atas persetujuan Kepala Sekolah.
d. Guru Pembimbing yang tidak memenuhi jumlah siswa yang diberi pelayanan bimbingan dan konseling.[10]
5.      Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling:
a.         Setiap kegiatan menyusun program, melaksanakan program, mengevaluasi, menganalisis dan melaksanakan kegiatan tindak lanjut.
b.        Kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
c.          Layanan orientasi wajib dilaksanakan pada awal catur wulan pertama terhadap siswa baru.
d.        Satu kali kegiatan bimbingan dan konseling memakan waktu rata-rata 2 (dua) jam tatap muka.
Dengan disahkannya UU NO 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memberikan makna tersendiri bagi pengembangan profesi bimbingan dan konseling, dan melahirkan berbagai Peraturan Pemerintah sebagai peletakan dasar pelaksanaan Undang-undang tersebut. PP no 27, 28, 29, dan 30 tahun 1990 mengatur tata laksana pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi serta mengakui sepenuhnya tenaga guru dan tenaga lain yang berperan dalam dunia pendidikan, selain guru.[11]

D.    Kedudukan Bimbingan Konseling dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat.  Pendidikan tidak pernah dapat dideskripsikan secara gamblang hanya dengan mencatat banyaknya jumlah siswa, personil yang terlibat, harga bangunan, dan fasilitas yang dimiliki. Pendidikan memang menyangkut hal itu semua, namun lebih dari itu semuanya. Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai  tujuan dan cita-cita pribadi individu (siswa).
Siswa merupakan unsur utama dalam pendidikan. Siswa sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kemandirian tersebut, siswa memerlukan bimbingan, karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.
Pendidikan yang hanya melaksanakan  bidang administratif dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan  atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual.
Kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup kegiatan, ketiga bidang utama pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Bidang administrasi dan Kepemimpinan
Bidang ini merupakan bidang yang melaksanakan masalah administratif dan kepemimpinan pada suatu sekolah, yaitu masalah yang menyangkut pelaksanaan pendidikan secara baik. Tanggung jawab bidang ini mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan organisasi, pembiayaan, pembagian tugas staff/personalia, perlengkapan dan pengawasan. Pada umumnya bidang ini merupakan tanggung jawab pimpinan dan para petugas administrasi lainnya.[1]
2.       Bidang pengajaran
Bidang ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran. Para guru merupakan petugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan bidang ini.[2] Bidang ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada peserta didik. Pada umumnya bidang ini merupakan pusat kegiatan pendidikan dan merupakan tanggung jawab utama staff pengajaran (staff edukatif).[3]

3.       Bidang pemberian bantuan
Bidang ini tidak kalah pentingnya dengan kedua bidang terdahulu, karena bidang ini bertanggung jawab memberikan pelayanan siswa untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin dalam proses pendidikan. Murid sangat memerlukan bantuan untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal.[4]
Dengan demikian tiap komponen mempunyai tugas dan fungsi masing -masing, tetapi dilaksanakan bersama – sama. Apabila salah satu komponen tidak melaksanakan, maka proses pendidikan tidka berhasil dengan baik. Misalnya di sekolah hanya diberikan sejumlah mata pelajaran saja, tanpa administrasi dan supervisi yang baik maka tujuan pendidikan tidaka akan tercapai. Demikian juga dengan masalah-masalah itu hanya bisa dipecahkan melalui bidang kegiatan pemberian bantuan, melalui program layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dengan melihat kenyataan di sekolah, ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya pelaksanaan bimbingan antara lain:
a.       Guru sebagai pengajar tidak mungkin  dapat menyelesaikan beberapa masalah tertentu dalam pendidikan dan pengajaran.
b.       Ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa, yang harus dilakukan petugas sekolah lain yang bukan guru.
c.       Antara guru dan siswa kadang –kadang terjadi konflik, hal ini memerlukan bantuan pihak ketiga untuk  memecahkannya.
Dalam situasi tertentu juga dirasakan perlunya suatu wadah atau lembaga yang menampung dan menyelesaikan masalah-masalah peserta didik yang tidak dapat tertampung dan terselesaikan oleh para pendidik. Misalnya, bila terjadi ada seorang siswa yang menghadapi masalah pribadi yang cukup serius. Para pendidik kadang-kadang merasa bukan wewenangnya untuk membantu peserta didik tersebut. Sehingga bilamana bidang pembinaan pribadi –bimbingan dan konseling- tidak ada atau tidak berfungsi, peserta didik tersebut akan tetap dalam keadaan bermasalah, karena tidak adanya wadah dan tenaga yang dapat membantunya dalam menyelasaikan masalah yang dihadapinya.[5]
Dari uraian diatas jelaslah bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan, program bimbingan dan konseling merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan pada umumnya. Apalagi dalam situasi formal itu tidak hanya membekali para siswa dengan setumpuk ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mempersiapkan para peserta didik untuk memenuhi tuntutan perubahan serta kemajuan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan pada uraian tersebt, bahwa perubahan dan kemajuan ini akan menimbulkan masalah, khususnya bagi para peserta didik itu sendiri, dan umumnya bagi pihak- pihak yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Peserta didik akan menghadapi masalah pemilihan spesialisasi, pemilihan jurusan, pemilihan program, masalah belajar, masalah penyesuaian diri, masalah pribadi dan sosial dan lain sebagainya yang membutuhkan penanganan dan bantuan dari bidang pembinaan pribadi, yang merupakan bagian integral darti keseluruhan sistem pendidikan formal.

       [1] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.38
       [2] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal. 8
       [3] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.37
       [4] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling…, hal.9
       [5] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.40


       [1] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.38
       [2] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal. 8
       [3] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.37
       [4] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling…, hal.9
       [5] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.40

       [1] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.38
       [2] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal. 8
       [3] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.37
       [4] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling…, hal.9
       [5] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.40



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
       Pada tahun 1908 di Boston, Frank Persons mendirikan suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisiensi kerja. Dialah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance. Pada tahun 1909, Frans Parsons mengeluarkan buku yang mengupas pemilihan jabatan, dan pemilihan jabatan ini kelak menjadi salah satu aspek yang penting dalam bimbingan dan konseling. Pada tahun 1910-1916, dia memberikan kuliah mengenai bimbingan dan konseling. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai munculan dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak tahun 1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa laki –laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab administrtif lainnya.
       Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah sudah melakukan bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis. Pada tahun 1964, lahir kurikulum gaya baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini kurang berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang professional. pada dasawarsa 60-an fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963), Pada masa era orde baru tahun 1970, istilah penyuluhan juga dipakai dalam berbagai kegiatan atau bidang lain. Organisasi profesi bimbingan dan konseling awalnya bernama ikatan petugas bimbingan Indonesia disingkat dengan IPBI. Berdiri pada tanggal 17 desember 1975 di Malang yang diketuai oleh Drs.Rosyidan, M.A . Pada tanggal 25 agustus 2005 dalam rapat pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling di Bandung di terbitkan standar kompetensi konselor Indonesia yang di sahkan melalui surat keputuan nomor 0011 tahun 2005.
       Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan: Landasan Hukum UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi, SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa, SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.
       Kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup kegiatan, yaitu : Bidang administrasi dan Kepemimpinan, bidang pengajaran, bidang pemberian bantuan.


DAFTAR RUJUKAN

Hallen, Ahmad. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.
Lahmuddin. 2012. Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan.         jurnal Analytica Islamica. Vol. 1, No. 1.
Mitchell, Mariane H. dan Robert L. Gibson. 2011.  Bimbingan dan Konseling,       Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rohmah, Umi.2011. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN PO Press.
Salahudin, Anas . 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sukirno, Agus. 2011. bimbingan dan konseling. jurnal al-shifa vol.02,No.1       [1]





       [1]Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 27
       [2] Robert L. Gibson dan Mariane H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 12
       [3] Agus Sukirno, bimbingan dan konseling, jurnal al-shifa vol.02,No.1, januari-juni 2011,hal.22
       [4] Ibid, hal.23
       [5] Agus Sukirno, bimbingan dan konseling…,hal.24
       [6] Ibid, hal.25
       [7] Agus Sukirno, bimbingan dan konseling…, hal.25
       [8] Lahmuddin, Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan, jurnal Analytica Islamica, 2012, Vol. 1, No. 1, hal. 59
       [9] Lahmuddin, Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan…, hal. 62
       [10] Lahmuddin, Landasan Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan…, hal. 64
       [11]ibid, hal. 65
       [12] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.38
       [13] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal. 8
       [14] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.37
       [15] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling…, hal.9
       [16] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling..., hal.40

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer