Thursday, June 06, 2019

CARA MENGHORMATI ORANG TUA DAN GURU


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Di dalam kitab suci al-Qur’an, banyak sekali di temukan perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua. Orang tua merupakan manusia yang paling berjasa dan utama bagi diri seseorang. Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban bagi seorang anak. Hal ini mengingat akan besarnya jasa-jasa yang telah diberikan orang tua kepada anak.
       Akhlak seorang anak terhadap kedua orang tua terutama saat-saat mereka sangat membutuhkan anak-anaknya, yakni saat kedua orang tua dalam usia lanjut. Bagaimana seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tua karena pada saat lanjut usia perilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa.[1]
       Kemudian yang menjadi orang tua selain orang yang telah melahirkan adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu agama maupun ilmu lainnya, yaitu guru. Pahlawan tanpa tanda jasa ini sangat berjasa besar bagi murid dan masyarakat. Oleh karena itu bagi seorang muslim berbuat baik kepada orang tua dan guru bukan sekedar memenuhi tuntutan norma susila dan norma kesusilaan melainkan untuk memenuhi norma agama, atau dengan kata lain menaati perintah Allah SWT. Hal ini di jelaskan dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24, Al-Lukman ayat 13-17, dan beberapa hadist Nabi yng akan dipaparkan dalam makalah ini.

B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi berbakti kepada orang tua dan guru?
2.      Bagaimana isi kandungan Q.S. Al-Isra’: 23-24?
3.      Bagaimana isi kandungan Q.S. Luqman: 13-17?
4.      Bagaimana hadits Nabi tentang hormat dan patuh kepada orang tua dan guru?

C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mengetahui definisi berbakti kepada orang tau dan guru.
2.      Untuk menetahui kandungan Q.S. Al-Isra’: 23-24.
3.      Untuk mengetahui kandungan Q.S. Luqman: 13-17.
4.      Untuk mengetahui hadits Nabi tentang hormat dan patuh kepada orang tua dan guru.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Berbakti kepada Orang Tua dan Guru
     Berbakti dapat diartikan sebagai sikap patuh, taat, serta sopan santun kepada seseorang. Orang tua adalah manusia yang paling berjasa dan utama bagi setiap orang. Allah SWT. telah memerintahkan dalam berbagai ayat di al-Qur’an agar berbakti kepada orang tua. Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua. Sebagai seorang anak yang berbakti dan taat akan orang tua merupakan amal sholeh paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim, juga merupakan faktor utama diterimanya do’a seseorang. Salah satu keutaman berbuat baik kepada kedua orang tua, selain sebagai wujud ketaatan atas perintah Allah SWT. adalah menghapus dosa-dosa besar. Allah SWT. menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbakti kepada orang tua).[2]
     Selain berbakti kepada kedua orang tua, seorang anak didik juga harus berbakti kepada guru, karena guru adalah orang tua kedua ketika berada disekolah. Guru atau pendidik adalah orang yang paling banyak menanamkan amal jariyah. Pada umumnya seorang guru selalu berhati-hati dan ingin memberikan contoh terbaik bagi murid-muridnya, memberikan nasehat, berkata baik, serta santun, mengajarkan ilmu dengan ikhlas, menepati janji, serta kebaikan lainnya yang ingin ditanamkan pada murid-muridnya.[3] Menghormati guru merupakan wujud teimakasih atas jasa-jasa yang telah diberikanya. Perbuatan ini pula juga telah dilakukan oleh para ulama terdahulu kepada guru-guru mereka. Salah satu contohnya adalah Imam Syafi’i. Imam Syafi’i yang terkenal sebagai ulama tersohor di zamanya dan menjadi salah satu imam madzhab masih menunjukan sikap tawadu’ atau kerendahan hatinya terhadap gurunya. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan dan sikap sopan beliau terhadap gurunya. Beliau berkata: “Saya tidak dapat membolak-balik lembaran kitab dengan suara keras dihadapan guru saya, supaya guru saya jangan sampai terganggu. Saya pun tidak bisa meminum air dihadapan guru saya, sebagai rasa hormat dan ta’dzim kepadanya”.[4]
     Berbakti kepada kedua orang tua dan guru dapat diaplikasikan dengan berbuat baik, sopan satun, serta saling mendo’akan kepada mereka. Karena do’a merupakan pilar mendasar dalam berbakti, ia merupakan pancaran hati yang menunjukkan kecintaan serta sebagai bukti kebaikkan di dalam hati. Hati yang dipenuhi dengan rasa cinta akan senantiasa memanjatkan do’a untuk orang yang di cintainya. Semakin besar kecintaan hati anak kepada orang tua dan gurunya, akan seamakin bertambah pula do’a yang saling mereka panjatkan.[5]

B.     Kandungan Q.S. Al-Isra’: 23-24
وَقَضى رَبُّكَ اَلَّاتَعْبُدُوْآ اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا قلى اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْكِلَاهُمَا فَلَاتَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَاتَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَاقَوْلًاكَرِيْمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memeritahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (23). Dan hendaklah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (24).” (Q.S. Al-Isra’: 23-24)

     Dalam ayat ke 23, Allah memerintahkan kepada seluruh manusia, agar mereka memperhatikan beberapa faktor yang terkait dengan keimanan. Faktor-faktor itu ialah: Pertama, agar manusia tidak menyembah Tuhan selain Allah. Kedua, agar manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapak mereka. Perintah taat kepada kedua ibu bapak disebut setelah perintah beribadah kepada Allah, yang memiliki tujuan supaya manusia dapat memahami betapa pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Juga bertujuan agar mereka dapat mensyukuri kebaikan orang tua, betapa beratnya penderitaan yang telah mereka rasakan, dimulai dari merawat sejak kanak-kanak hingga dewasa dengan penuh kasih sayang. Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua orang tua dijadikan sebagai kewajiban yang paling penting diantara kewajiban-kewajiban yang lain, dan diletakkan Allah dalam urutan kedua setelah kewajiban manusia beribadah hanya kepada-Nya.[6] Apabila usia kedua orang tua atau salah satu diantara keduanya sudah tua sehingga tak kuasa lagi hidup sendiri dan sangat bergantung kepada belas kasih anaknya, maka seorang anak harus sabar dan berlapang hati dalam merawat kedua orang tua tersebut.[7]
      Allah SWT. memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada orang tua ini diwujudkan dengan sikap sopan santun . Dalam ayat ini, terdapat beberapa ketentuan dan sopan santun yang harus diperhatikan anak terhadap ibu bapaknya, antara lain:[8]
1.      Seorang anak tidak boleh mengucapkan kata kotor dan kasar meskipun hanya berupa kata “ah” kepada kedua ibu bapaknya, karena sikap atau perbuatan mereka yang kurang disenangi. Keadaan seperti itu seharusnya disikapi dengan sabar, sebagaimana perlakuan kedua ibu bapaknya ketika merawat dan mendidiknya di waktu masih kecil.
2.      Seorang anak tidak boleh menghardik atau membentak kedua ibu bapaknya, sebab bentakan itu akan melukai perasaan keduanya. Menghardik kedua ibu bapak ialah mengeluarkan kata-kata kasar pada saat si anak menolak atau menyalahkan pendapat mereka, sebab tidak sesuai dengan pendapatnya. Larangan menghardik dalam ayat ini adalah sebagai penguat dari larangan mengatakan “ah” yang biasanya diucapkan oleh seorang anak terhadap kedua ibu bapaknya pada saat ia tidak menyetujui pendapat mereka.
3.      Hendaklah anak mengucapkan kata-kata yang mulia kepada kedua ibu bapak. Kata-kata yang mulia ialah kata-kata yang baik dan diucapkan dengan penuh hormat, yang menggambarkan adab sopan santun dan penghargaan penuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, jika seorang anak berbeda pendapat dengan kedua ibu bapaknya, hendaklah ia tetap menunjukkan sikap yang sopan dan penuh rasa hormat.
     Jadi, seorang anak berkewajiban berbakti  kepada ibu dan ayahnya yaitu dengan  menjalin hubungan yang baik, dan berkata kepadanya tidak boleh dengan perkataan yang menyinggung hati mereka. Jangan sampai membentak, bahkan jangan sampai menggunakan kata-kata yang menyinggung perasaannya.[9]
     Kemudian pada ayat 24, Allah SWT. memerintahkan kepada kaum muslimin agar bersikap rendah hati dan penuh kasih sayang kepada kedua orang tua. Yang dimaksud dengan sikap rendah hati dalam ayat ini ialah menaati apa yang mereka perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama. Taat anak kepada kedua orang tua merupakan tanda kasih sayang dan hormatnya kepada mereka, terutama pada saat keduanya sangat memerlukan pertolongan anaknya.
     Di akhir ayat ini, Allah SWT. memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan kedua ibu bapak mereka, agar diberi limpahan kasih sayang Allah sebagai imbalan dari kasih sayang keduanya dalam mendidik mereka ketika masih kanak-kanak.[10]

C.    Kandungan Q.S. Al-Luqman: 13-17
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ قلى إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ ج حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ قلى إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا صلى وَّاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ج ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥) يَابُنَيَّ إِنَّهَآ إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ قلى إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (١٦) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ قلى إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (١٧)
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (13). Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (14). Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (15). (Lukman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti” (16). Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) bebuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting (17). (Q.S. Luqman: 13-17)

Pada ayat 13 Luqman memberi nasehatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik, mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan ke-Esaan Tuhan. Dalam ayat tersebut tergambar rasa kasih sayang Luqman, menasehati anaknya untuk tidak melakukan perbuatan syirik dan hanya menyembah Allah semata, karena perbuatan syirik itu merupakan suatu kedzaliman yang amat besar.[11] Mempersekutukan Allah dikatakan kedzaliman karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu yang tidak sanggup memberikan semua itu.[12] Seperti halnya, meyamakan Allah sebagai sumber nikmat dan karunia dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah perbuatan dzalim.
 Perintah berbakti kepada kedua orang tua yang dimuat pada ayat 14 tersebut, dinilai oleh banyak ulama bukan bagian dari pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagunggan kepada Allah SWT. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua sering-sering digandengkan dengan perintah menyembah Allah SWT. Tetapi kendati nasehat ini bukan nasehat Luqman, namun tidak berarti bahwa beliau tidak menasehati anaknya dengan nasehat yang serupa. Ulama menilai ayat ini sebagai lanjutan dari nasehat Luqman menyatakan; Luqman menyampaikan itu kepada anaknya dengan wasiat ini seperti apa yang dinasehatkannya menyangkut hak kami. Hanya saja kata ulama itu redaksinya diubah agar nasehat tersebut mencakup semua manusia bukan hanya putra Luqman itu.
Pada ayat 15 tersebut dinyatakan bahwa demi sebagai penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua maka meskipun kamu berbeda dalam masalah keyakinan hendaknyalah kamu menghormati dan bergaul dengan keduanya selama menyangkut masalah urusan duniawi, dan janganlah kamu mengikuti keyakinan atau agama mereka, yakni mempersekutukan Allah, meskipun memaksamu.[13]
Pada ayat 16 dijelaskan bahwa Allah akan mendatangkan balasan baik maupun buruk walau perbuatan itu hanya sebesar biji sawi sekalipun dan akan dihadirkan pada hari kiamat, dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah. Ayat ini juga menggambarkan adanya daya intelektual anak terhadap keberadan sang pencipta dan menyadari bahwa Allah selalu mengetahui sesuatub yang tampak maupun yang tidak tampak dan selalu mengawasi hamba-hamba-Nya setiap saat pada berbagai macam kondisi. Seorang muslim harus berkeyakinan bahwa memang tak ada satupun perbuatan yang bisa disembunyikan dari Allah. Dialah yang menciptakan Jagat Raya ini beserta isinya dan Dia mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dalam lipatan hati manusia.[14]
Pada ayat 17 Luqman menasehati anaknya dan sekaligus merupakan pembekalan sebagai pegangan hidup yang meliputi: sholat, amr ma’ruf nahi munkar, dan berlaku sabar. Pertama, sholat. Sholat bukan hanya merupakan kewajiaban atau ketaatan perintah Allah, tetapi juga sebagai pembinaan diri dari berbuat kejahatan dan kemunkaran. Kedua, amr ma’ruf nahi munkar. Berkenaan dengan perintah amr ma’ruf dan nahi munkar ini, merupakan pendidikan sangat penting bagi anak, agar kelak menjadi anak yang mau tampil berbuat sesuatu dengan kebaikan sesuai dengan syariat. Demikian juga dengan nahi munkar, mengarahkan anak-anak mau mencegah segala sesuatu, yang dianggap buruk dan dibenci oleh syariah. Ketiga, berbuat sabar. Menanamkan sabar kepada anak adalah merupakan suatu pendidikan, agar anak memiliki suatu kesetabilan emosi, sehingga bersikap wajar dan sabar dalam menghadapi cobaan dan tidak beputus asa dalam mengalami kegagalan atau kesulitan.[15]
D.    Hadits Nabi tentang Hormat dan Patuh kepada Orang Tua dan Guru
     Berbakti kepada kedua orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan setiap manusia, baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Rasulullah SAW. pun menggariskan rambu-rambu berbakti kepada orang tua dan pengaruhnya dalam kehidupan idividu muslim.[16] Jika hal ini bisa dilakukan secara baik dalam kehidupannya, maka hal tersebut dapat membawa kebaikan dalam diri setiap individu.
     Rasulullah SAW. menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua dan guru merupakan kewajiban atas setiap umat manusia, bukan hanya bersifat sunnah. Rasulullah SAW. bersabda:
رِضَااللّهِ فِى رِضَاالْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللّهِ فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ (رواه البيهقى)
Artinya:
“Ridha Allah terletak pada ridha orang tua, murka Allah terletak pada kemurkaan orang tua.” (H.R. Baihaqi)

     Dari hadits tersebut Rasulullah menyebutkan bahwa ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Jadi, kedudukan orang tua sangatlah penting dalam kehidupan seorang anak. Seorang anak wajib berusaha membuat orang tuanya ridha, untuk memperoleh keridhaan ini dapat diaplikasikan dengan berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
     عَنْ عَبْدِ اللّهِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللّهِ؟ قَالَ: اَالصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ اَيٌّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ اَيٌّ؟ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللّهِ. (رواه البخاري)
Artinya:
“Aku bertanya kepada Nabi SAW., “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah SWT.?” Beliau menjawab, “Ṡalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau  menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari)

     Berbakti kepada kedua orang tua berada di posisi kedua setelah beribadah kepada Allah. Dengan harapan agar manusia memahami betapa pentingnya berbuat kepada ibu bapak dan mensyukuri kebaikan mereka seperti betapa besarnya penderitaan yang telah ibu rasakan pada saat  melahirkan, betapa pula banyaknya kesulitan dalam mencari nafkah dan dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan penuh kasih sayang. Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua orang tua, dijadikan sebagai kewajiban yang paling peting diantara kewajiban-kewajiban yang lain dan diletakkan Allah dalam urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah yang Maha Kuasa.
     Selain memuliakan kedua orang tua, seorang anak juga harus memuliakan guru, karena gurulah yang mengajarkan membaca, menulis, berhitung, serta mengajak untuk mengenal dunia. Kita tidak akan menjadi pintar tanpa bimbingan guru. Oleh karena itu, wajib bagi anak didik atau pelajar untuk menjaga adab dan sopan santun mereka. Sebagaimana diperintahkan Nabi dalam hadisnya:[17]
وَقِّرُوْا مَنْ تُعَلِّمُوْنَ مِنْهُ الْعِلْمَ (رواه الخطيب)
Artinya:
“Muliakanlah orang yang telah memberikan pelajaran (ilmu) kepadamu.” (H.R. Al Khatib)

            Dari hadits-hadits diatas, menerangkan bahwa orang tua dan guru sangatlah mulia, seorang anak di wajibkan untuk menghormati keduanya yaitu baik orang tua maupun guru. Adapun cara untuk berbakti kepada orang tua antara lain melaksanakan nasihatnya, memelihara kedua orang tua dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendo’akan mereka, rela berkorban untuk orang tuanya, dan meminta kerelaan atau keridhaannnya. Selain itu, adapula cara untuk berbakti kepada guru antara lain menghormati dan memuliakannya, mengikuti nasehatnya, tidak menceritakan keburukkannya, dan mengamalkan ilmu yang diberikannya.


[1] Suparto Iribaram, “Nilai-nilai Pendidikan dalam al-Qur’an dan Aktualisasinya: Surat Al-Isra’ Ayat23-25”, Jurnal Al-Riwayah Vol. 10 No. 01, 2018, hal. 45

[2] Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hal. 214
[3] Ibin Kutibin, Meniti Hidup dengan Akhlak, (Bandung: Kutibin, 2009), hal. 132
[4] Muhammad Abdurrahman, Akhlak: Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta: PT. Rajawali Pres, 2016), hal. 188
[5] Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW.: Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, terj. Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2006), hal. 428
[6] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hal. 459-460
[7] Suparto Iribaram, “Nilai-nilai Pendidikan dalam al-Qur’an dan Aktualisasinya: Surat Al-Isra’ Ayat 23-25”, Jurnal Al-Riwayah, Vol. 10 No. 01, 2018, hal. 97
[8] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan dan Tafsirnya Jilid V, hal. 461
[9] Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hal. 171
[10] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan dan Tafsirnya Jilid V, hal. 462
[11] Sabaruddin Garancang, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Surat Lukman”, Jurnal, Vol. 05 No. 02, 2016, hal. 245
[12] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hal. 549
[13] Sabaruddin Garancang, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Surat Lukman”, Jurnal, Vol. 05 No. 02, 2016, hal. 249
[14] Rohani dan Hayati Nufus, “Pendidikan Anak Menurut Surat Luqman Ayat 13-17 dalam Tafsir Ibn Katsir”, Jurnal Al-Iltizam, Vol. 02 No. 01, 2017, hal. 144
[15] Sabaruddin Garancang, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Surat Lukman”, Jurnal, Vol. 05 No. 02, 2016, hal. 246-247
[16] Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW.: Panduan Lengkap..., hal. 396
[17] Tim Penyusun, Modul Hikmah: Aqidah Akhlak 10 MA, (Bandung: Penerbit Akik Pustaka, 2013), hal. 59-60

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer