BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan Nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara.
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan
merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia,ini berarti bahwa setiap
manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.
Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap
pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses
pembelajaran, peran guru sangatlah dibutuhkan 1 2 untuk mendukung terciptanya
suasana belajar mengajar yang menyenangkan aktif dan memungkinkan anak
berprestasi secara maksimal serta dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Pendidikan juga sangat penting peranannya dalam kehidupan dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan.
Upaya pembelaan
negara merupakan hak dan kewajiban kita semua sebagai warga negara. Selama
lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, telah banyak contoh upaya pembelaan
negara yang telah dilakukan oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Peran warga
negara dalam pembelaan negara memiliki tingkat kewajiban yang berbeda sesuai
dengan kedudukan dan tugasnya masing-masing. Bela negara merupakan kegiatan yang
dilahirkan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam
rangka penyelenggaraan pertahanan negara. Masih ada persepsi bahwa bela negara
adalah tugas TNI dan POLRI, sedangkan bela negara merupakan tekad, sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh rasa kecintaan kepada NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara.
B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana
Pengertian Bela Negara?
2. Bagaimana
Dasar Hukum Negara?
3. Bagaimana
Pandangan Fiqih Siyasah terhadap Bela Negara?
C.Tujuan
Penulisan.
1. Untuk Mengetahui Pengertian Bela
Nrgara.
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum
Negara.
3. Untuk Mengetahui Pandangan Fiqih
Siyasah terhadap Bela Negara.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bela Negara.
Pembicaraan mengenai Bela
Negara di dalam Al-Qur’an secara tekstual memang tidak ada yang secara tegas,
kebanyakan redaksi ayat menggunakan Jihad Fi Sabilillah (Jihad di jalan
Allah). Jihad berasal dari kata jahada, yajhadu, jahdu, berarti kesulitan
dan beban. Menurut bahasa Arab makna kata Al Jahdu dan Al Jihad ialah pengerahan segenap kemampuan manusia
untuk mendapatkan yang diinginkan atau menolak yang dibenci. [1]
Secara harfiah (bahasa) bela
Negara dapat diartikan sebagai usaha untuk membela Negara dengan segala
ancaman, bahaya, dan kemungkinan negatif yang lain. Secara kontekstual
(berdasarkan situasi dan dan kondisi nyata dalam kehidupan berbangsa dan
berNegara) dan secara operasional (berdasarkan bentuk pelaksanaannya di lapangan)
Bela Negara adalah sebagai upaya yang dilakukan oleh segenap unsur bangsa
dalam rangka menjaga, melindungi, dan mempertahankan Negara dari berbagai
ancaman, gangguan, serangam, dan bahaya lainnya. Beberapa sumber kepustakaan
dan peraturan perundang-undangan menggolongkan bela Negara sebagai sebuah
sikap, perilaku setia, dan rela berkorban bagi bangsa dan Negara. Konteks yang
seperti ini bela Negara dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku warga Negara
yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjaga
kelangsungan hidup bangsa dan Negara yang seutuhnya.[2] Definisi
bela Negara menurut para Ilmuwan, sebagai berikut:
1.
Menurut Richard Asley, bela
Negara adalah suatu pemikiran, perilaku, dan tindakan yang dilakukan oleh
setiap warga Negara untuk membela bangsa
dan Negaranya.
2.
Menurut Kenny Elington
mengatakan bahwa bela Negara adalah sikap warga Negara yang berupaya mempertahankan
Negara dalam menghadapi berbagai ancaman yang menggangu kepentingan Negaranya.
3.
Menurut Jhon Mc Kinsey
menambahkan bahwa bela Negara merupakan wujud nyata dari nasionalisme,
patriotisme, dan cinta tanah air yang tercermin dalam setiap warga Negara
sehingga mutlak dimiliki oleh warga Negara agar Negaranya menjadi kuat.[3]
Menurut kamus politik bela
Negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga Negara yang teratur, menyeluruh,
terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran
berbangsa dan berNegara Indonesia, serta keyakinan akan kesaktian Pancasila
sebagai ideologi Negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap
ancaman baik dari luar maupun dalam Negera yang membahayakan kemerdekaan dan
kedaulatan Negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridisi
Nasional serta nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.[4]
Bela Negara di Indonesia
mengacu pada UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat 1, dan ditegaskan
kembali pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok
Pertahanan Negara.[5] Terdapat 5 unsur dasar Bela Negara, yaitu:
1.
Cinta kepada tanah air.
2.
Memiliki kesadaran berbangsa
dan bernegara.
3.
Yakin pada Pancasila sebagai
ideologi Negara.
4.
Rela berkorban untuk bangsa
dan Negara.
5.
Memiliki kesiapan psikis dan
fisik untuk melakukan upaya bela Negara.[6]
Bela Negara adalah wahana bagi
warga Negara untuk menunjukkan kecintaan dan pengabdiaannya kepada bangsa dan
Negara. Bela Negara juga menjadi hak warga Negara. Bela Negara dilakukan
sebagai bentuk pembelaan untuk mempertahankan kedaulatan, keberadaan, dan
kelangsungan hidup bangsa dan Negara.[7] Bela Negara disini merupakan sikap dan perilaku warga
yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan
hidup bangsa dan Negara.[8]
Jadi dapat disimpulkan bahwa
bela Negara adalah usaha manusia untuk mempertahankan Negara agar tidak ancaman
dari luar maupun dalam Negara.
B.
Dasar Hukum Bela Negara.
Ayat Al-Qur’an banyak yang menggambarkan
tentang pentingnya bela Negara salah satunya terdapat pada Surat Al-Baqarah
ayat 216 yang berbunyi:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ
وَعَسَ أَنْ تَكْرَهُوْ شَىْأً وَهُوَ خَيْرٌ لّكُمْ وَعَسَ أَنْ تُحِبُّوْ شَيْأً
وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (216)
Artinya: Diwajibkan atas
kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 216).
Menurut Ibnu Katsir ayat
tersebut merupakan kewajiban jihad bagi kaum muslimin, supaya mereka
menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam. Az-Zuhri mengatakan bahwa jihad
wajib setiap individu, baik yang berada dalam peperangan atau tidak. Orang yang
tidak ikut dalam berperang diminta bantuan, maka ia harus memberikan bantuan.
Jika diminta untuk berperang, maka ia harus maju berperang, tetapi jika tidak
diperlukan, ia boleh tinggal (tidak berjihad).[9]
Ayat
ini menegaskan kepada umat manusia tentang perintah untuk berperang terhadap
orang- orang yang yang memerangi umat islam itu sendiri, tujuannya adalah untuk menghentikan permusuhan terhadap para
penyerang dan untuk menghalau kejahatan, dan kerusakan serta untuk menjaga
keamanan. Perang juga bertujuan untuk mempertahankan diri dari serangan,
melawan kedzaliman, menjaga keamanan dan perdamaian. Imam Al- Ghazali
mengatakan bahwa peperangan diizinkan dalam islam dengan tiga sebab yaitu :
1.
Karena membela diri.
2.
Melindungi kehormatan agama.
Al-Qur’an menggabungkan pembelaan agama dan pembelaan Negara, dalam Surat
Al-Mumtahanan ayat 8-9 yang berbunyi sebagai berikut:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا
عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ (9)
Artinya: “Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al
Mumtahanah : 8-9).
Makna ayat tersebut dapat dipahami bahwa pembelaan
terhadap Negara sama dengan pembelaan terhadap agama. Susunan ayat diawali
dengan menjelaskan berbuat baik dengan menjelaskan berbuat baik dengan tidak memusuhi,
menunjukkan bahwa yang paling utama adalah berbuat baik itu sendiri,
perdamaian, dan persatuan. Akan tetapi jika ia memusuhi sehingga membahayakan
kesejahteraan agama dan Negara, maka secara tegas mereka adalah musuh.
Nabi juga telah memberikan anjuran membela kelompok,
selama pembelaan tersebut tidak ada indikasi dosa didalamnya:
خَيْرُكُمُ الْمُدَافِعُ عَنْ عَشِيْرَتِهِ مَا لَمْ
يَأْثَمْ
Artinya: “sebaik-baik dari kaum adalah pembela
keluarga besarnya, selama pembelaannya bukan dosa”.
Maka dari itu segala bentuk upaya bentuk penistaan
agama maupun Negara harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini
tidak dengan langsung mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi
dengan jalan damai yang disukai oleh agama. Dimana jalan perdamaian adalah
jalan yang paling baik ditempuh oleh kedua belah pihak, supaya mereka kembali
kepada ajaran Islam yang moderat, tidak gegabah dalam bertindak. [11]
C.
Pandangan Fiqih Siyasah Terhadap Bela Negara.
Dalam kajian fiqih siyasah, pertahanan
dikenal dengan prinsip ketentaraan yang bertujuan agar kaum muslimin selalu
siap dalam menghadapi segala kemungkinan adanya serangan musuh. Imam Al-
Ghazali berpendapat bahwa ketentaraan adalah merupakan suatu profesi politik
dalam sebuah negara yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan pertahanan
negara, baik ancaman dari dalam maupun dari luar.[12]
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kaum
dzimmy memiliki hak dalam mengembangkan tugas- tugas negara seperti halnya kaum
muslimin kecuali dalam hal seperti kepemimpinan negara, komando militer,
peradilan diantara kaum muslimin, dan otoritas keuangan. Maka diluar ketentuan
tersebut, tugas- tugas negara boleh dilakukan oleh kaum dzimy apabila mereka
telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan seperti kecakapan, amanah, dan
kesetiaan pada negara. Dalam persoalan komando militer Yusuf Qardhawi
mengatakan hal ini bukan semata kewajiban sipil tetapi merupakan salah satu ibadah
dalam islam karena semangatnya adalah jihad, karena jihad berada di puncak
ibadah islam.[13]
Oleh karena itu, untuk membangkitkan
semangat jihad di tengah- tengah umat islam, Yusuf Qardhawi bisa direalisasikan
dengan beberapa hal yaitu :
1. Mewajibkan
latihan militer kepada setiap pemuda islam dan melatih mereka dengan teori
perang serta pertempuran dengan senjata modern.
2. Menyiapkan
diri, baik dalam pemikiran maupun jiwa supaya generasi penerus umat siap untuk
berjihad.
Dalam Islam sistem pertahanan dan keamanan
negara dilakukan
oleh sistem kemiliteran hal ini
digunakan untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara dari berbagai serangan
musuh. Konsepnya adalah jihad dan perang dan melawan musuh- musuh Islam, hal ini Allah jelaskan dalam Al
Qur’an surah Al- Baqarah ayat 190:
وَقَاتِلُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190)
Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S. Al-
Baqarah:190)[14].
Militer dalam Islam konsep dan motivasinya adalah
jihad dijalan Allah SWT. Jihad adalah merupakan suatu jalan untuk memerangi
kedzaliman dan melepaskan manusia dari belenggu perbudakan, tujuannya adalah
untuk memelihara kemerdekaan, kemuliaan bangsa dan terjaminnya kemerdekaan
warga negara, serta membela negara dan melindungi agama. Kewajiban tentang
jihad ini dijelaskan dalam Al- Qur’an surat Al- Hajj ayat 78:
وَجَاهِدُوا فِي
اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ (78(
Artinya: “ Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya”.
(Q.S. Al- Hajj: 78).
Dengan demikian bukanlah berarti agama islam itu adalah agama perang akan tetapi
prinsip kemiliteran yang ada dalam Islam
bertujuan agar kaum muslim selalu siap terhadap ancaman musuh. Oleh karenanya,
umat islam dalam sebuah Negara
mempunyai salah satu profesi politik yaitu profesi ketentaraan. Profesi
ketentaraan atau kemiliteran sudah ada sejak zaman Rasulullah sebagai upaya
untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan mewujudkan kerukunan, keamanan,
kedamaian serta ketentraman hidup.[15]
Uraian tentang pengertian bela
Negara mengandung kesamaan antara bela Negara, membela Negara, mencintai tanah
air, stabilitas Negara, loyalitas terhadap bangsa dan Negara. Isitilah lain
seperti membela tanah air (bersifat geografis), mencintai tanah air (bersifat
psikologis), syabilitas Negara (bersifat security), loyalitas terhadap bangsa
dan Negara (bersifat dedikatif). Nilai-nilai yang terkandung dalam pengertian
bela Negara apabila dikaitkan dengan politik Islam tidak ada yang bertentangan
dengan politik Islam. Politik Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang
terdapat dalam bela Negara Indonesia. Misalnya: nilai-nilai solidaritas
(ta’awun), kesetiaan terhadap ideologi Negara yang telah disepakati bersama
(kalimatun sawa’), rasa persatuan dan persaudaraan secara Islami (ukhuwah
Islamiyah), menyebarkan kebaikan dan mencegah kejahatan (amar ma’ruf nahi
mungkar), keharusan menunaikan hak dan kewajiban, percaya atas keyakinan diri
sendiri secara positif dsn konstruktif.[16]
Cinta tanah air yang
dijelaskan dalam syari’at Islam adalah sebagian dari Iman, hal ini dikarenakan
cinta tanah air didasarkan atas cintanya pada Allah. Cinta pada tanah air tidak
dilarang oleh agama. Cinta tanah air bagi seorang muslim adalah memajukan
pelajaran, perekonomian, pertukangan yang memajukan kaum muslimin dan
memakmurkan Negaranya. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecintaan terhadap
tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukan
ketika jauh darinya, mempertahankan ketika diserang musuh dan akan marah ketika
tanah airnya dicela. Mencintai tanah air merupakan tabi’at dasar manusia dan
dianjurkan oleh agama. Jika mengakui diri sebagai orang yang beriman, maka
mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas
muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan Hubbul Wathon Minal Iman (cinta
tanah air sebagian dari iman). [17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bela Negara adalah
wahana bagi warga Negara untuk menunjukkan kecintaan dan pengabdiaannya kepada
bangsa dan Negara. Bela Negara juga menjadi hak warga Negara. Bela Negara
dilakukan sebagai bentuk pembelaan untuk mempertahankan kedaulatan, keberadaan,
dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara.
Maka dari itu segala bentuk upaya bentuk penistaan
agama maupun Negara harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini
tidak dengan langsung mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi
dengan jalan damai yang disukai oleh agama.
Cinta tanah air bagi seorang
muslim adalah memajukan pelajaran, perekonomian, pertukangan yang memajukan
kaum muslimin dan memakmurkan Negaranya. Mencintai tanah air merupakan tabi’at
dasar manusia dan dianjurkan oleh agama. Jika mengakui diri sebagai orang yang
beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas
penduduknya mayoritas muslim merupakan keniscayaan dan
hukumnya wajib.
B. Saran
Bagi
para akademisi dan pemerintah supaya dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Selain itu, supaya dapat memberi kritik dan masukan agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fadhel.2017. Skripsi: Bela Negara Di Indonesia Dalam
Prespektif politik Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ash-Shiddiqie, Hasb. 1991.
Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam,Jakarta: PT.
Bulan Bintang.
Azzam, Abdullah,Shaheed. 1993. Jihad Adab Dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press.
Al- Munawar, Husin Agil Said. 2005
Fiqih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press.
Departemen
Agama RI. 2009. Al- Qur’an dan Terjemahannya. Bogor: PT. SXamedia
Arkenleema.
Djaelani, Qadir Abdul. 1995. Negara
Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Widjanarko, Putut, Hidayat
Komarudin. 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Mizan.
Katsir, Ibnu.
2004. Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah M. Abdul Ghoffar, dkk. Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
Marbun, B.N. Kamus Politik. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Qardhawi, Yusuf. 2010. Fiqih
Jihad, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Rachmawati, Dian Karinah. 2018. Bahasa
Indonesia, Surabaya: UM Surabaya Publishing.
Subagyo, Agus.2015.Bela Negara: Peluang Dan Tantangan Di Era
Globalisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwantinah. 2017. Skripsi: “Analisis Fiqih Siyasah Tentang Bela
Negara Di Indonesia”, Lampung: IAIN Lampung.
Zamroni, Akhmad. 2015. Partisipasi Dalam
Upaya Bela Negara, Bandung: Yrama Widya.
[3] Agus Subagyo, Bela Negara: Peluang Dan Tantangan Di
Era Globalisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), Hal. 58-59.
[6] Komarudin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reinventing
Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, (Jakarta: Mizan, 2008),
Hal. 318.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M.
Abdul Ghoffar, dkk. (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004), Hal. 416.
[10] Abdul Qadir
Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam,(Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1995), Hal. 334.
[11] Suwantinah, Skripsi: “Analisis Fiqih Siyasah
Tentang Bela Negara Di Indonesia”, (Lampung: IAIN Lampung, 2017), Hal.40-42.
[12]. Said Agil
Husin al- Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Jakarta:
Ciputat Press,2005), hal. 210.
[14] Departemen Agama
RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Bogor: PT. SXamedia Arkenleema, 2009), Hal.29.
[15] Hasby ash- Shiddiqie, Ilmu
Kenegaraan Dalam Fiqih Islam,(Jakarta: PT. Bulan Bintang,1991), Hal. 100.
[16] Fadhel Akbar, Skripsi: Bela Negara Di Indonesia
Dalam Prespektif politik Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:
2017), Hal. 46-47.
[17] Suwantinah, Skripsi: “Analisis Fiqih
Siyasah..............”, (Lampung: IAIN Lampung, 2017), Hal. 78-79.
No comments:
Post a Comment