Monday, July 06, 2020

BELA NEGARA PRESPEKTIF FIQIH SIYASAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pendidikan Nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
            Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia,ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, peran guru sangatlah dibutuhkan 1 2 untuk mendukung terciptanya suasana belajar mengajar yang menyenangkan aktif dan memungkinkan anak berprestasi secara maksimal serta dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pendidikan juga sangat penting peranannya dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
            Upaya pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban kita semua sebagai warga negara. Selama lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, telah banyak contoh upaya pembelaan negara yang telah dilakukan oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Peran warga negara dalam pembelaan negara memiliki tingkat kewajiban yang berbeda sesuai dengan kedudukan dan tugasnya masing-masing. Bela negara merupakan kegiatan yang dilahirkan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara. Masih ada persepsi bahwa bela negara adalah tugas TNI dan POLRI, sedangkan bela negara merupakan tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh rasa kecintaan kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
B.   Rumusan Masalah.
1.   Bagaimana Pengertian Bela Negara?
2.   Bagaimana Dasar Hukum Negara?
3.   Bagaimana Pandangan Fiqih Siyasah terhadap Bela Negara?
       C.Tujuan Penulisan.
            1. Untuk Mengetahui Pengertian Bela Nrgara.
            2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Negara.
            3. Untuk Mengetahui Pandangan Fiqih Siyasah terhadap Bela Negara.
.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Bela Negara.
Pembicaraan mengenai Bela Negara di dalam Al-Qur’an secara tekstual memang tidak ada yang secara tegas, kebanyakan redaksi ayat menggunakan Jihad Fi Sabilillah (Jihad di jalan Allah). Jihad berasal dari kata jahada, yajhadu, jahdu, berarti kesulitan dan beban. Menurut bahasa Arab makna kata Al Jahdu dan Al Jihad  ialah pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang diinginkan atau menolak yang dibenci. [1]
Secara harfiah (bahasa) bela Negara dapat diartikan sebagai usaha untuk membela Negara dengan segala ancaman, bahaya, dan kemungkinan negatif yang lain. Secara kontekstual (berdasarkan situasi dan dan kondisi nyata dalam kehidupan berbangsa dan berNegara) dan secara operasional (berdasarkan bentuk pelaksanaannya di lapangan) Bela Negara adalah sebagai upaya yang dilakukan oleh segenap unsur bangsa dalam rangka menjaga, melindungi, dan mempertahankan Negara dari berbagai ancaman, gangguan, serangam, dan bahaya lainnya. Beberapa sumber kepustakaan dan peraturan perundang-undangan menggolongkan bela Negara sebagai sebuah sikap, perilaku setia, dan rela berkorban bagi bangsa dan Negara. Konteks yang seperti ini bela Negara dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan Negara yang seutuhnya.[2] Definisi bela Negara menurut para Ilmuwan, sebagai berikut:
1.    Menurut Richard Asley, bela Negara adalah suatu pemikiran, perilaku, dan tindakan yang dilakukan oleh setiap warga Negara untuk membela bangsa  dan Negaranya.
2.    Menurut Kenny Elington mengatakan bahwa bela Negara adalah sikap warga Negara yang berupaya mempertahankan Negara dalam menghadapi berbagai ancaman yang menggangu kepentingan Negaranya.
3.    Menurut Jhon Mc Kinsey menambahkan bahwa bela Negara merupakan wujud nyata dari nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air yang tercermin dalam setiap warga Negara sehingga mutlak dimiliki oleh warga Negara agar Negaranya menjadi kuat.[3]
Menurut kamus politik bela Negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan berNegara Indonesia, serta keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi Negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari luar maupun dalam Negera yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan Negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridisi Nasional serta nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.[4]
Bela Negara di Indonesia mengacu pada UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat 1, dan ditegaskan kembali pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pertahanan Negara.[5]  Terdapat 5 unsur dasar Bela Negara, yaitu:
1.    Cinta kepada tanah air.
2.    Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara.
3.    Yakin pada Pancasila sebagai ideologi Negara.
4.    Rela berkorban untuk bangsa dan Negara.
5.    Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya bela Negara.[6]
Bela Negara adalah wahana bagi warga Negara untuk menunjukkan kecintaan dan pengabdiaannya kepada bangsa dan Negara. Bela Negara juga menjadi hak warga Negara. Bela Negara dilakukan sebagai bentuk pembelaan untuk mempertahankan kedaulatan, keberadaan, dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara.[7] Bela Negara disini merupakan sikap dan perilaku warga yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan Negara.[8]
Jadi dapat disimpulkan bahwa bela Negara adalah usaha manusia untuk mempertahankan Negara agar tidak ancaman dari luar maupun dalam Negara.

B.       Dasar Hukum Bela Negara.
Ayat Al-Qur’an banyak yang menggambarkan tentang pentingnya bela Negara salah satunya terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 216 yang berbunyi:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَ أَنْ تَكْرَهُوْ شَىْأً وَهُوَ خَيْرٌ لّكُمْ وَعَسَ أَنْ تُحِبُّوْ شَيْأً وَهُوَ شَرٌّ  لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (216)
Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 216).
Menurut Ibnu Katsir ayat tersebut merupakan kewajiban jihad bagi kaum muslimin, supaya mereka menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam. Az-Zuhri mengatakan bahwa jihad wajib setiap individu, baik yang berada dalam peperangan atau tidak. Orang yang tidak ikut dalam berperang diminta bantuan, maka ia harus memberikan bantuan. Jika diminta untuk berperang, maka ia harus maju berperang, tetapi jika tidak diperlukan, ia boleh tinggal (tidak berjihad).[9]
Ayat ini menegaskan kepada umat manusia tentang perintah untuk berperang terhadap orang- orang yang yang memerangi umat islam itu sendiri, tujuannya adalah untuk menghentikan permusuhan terhadap para penyerang dan untuk menghalau kejahatan, dan kerusakan serta untuk menjaga keamanan. Perang juga bertujuan untuk mempertahankan diri dari serangan, melawan kedzaliman, menjaga keamanan dan perdamaian. Imam Al- Ghazali mengatakan bahwa peperangan diizinkan dalam islam dengan tiga sebab yaitu :
1.      Karena membela diri.
2.      Melindungi kehormatan agama.
3.      Membela bangsa dan negara.[10]
Al-Qur’an menggabungkan pembelaan agama dan pembelaan Negara, dalam Surat Al-Mumtahanan ayat 8-9 yang berbunyi sebagai berikut:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”  (QS. Al Mumtahanah : 8-9).
Makna ayat tersebut dapat dipahami bahwa pembelaan terhadap Negara sama dengan pembelaan terhadap agama. Susunan ayat diawali dengan menjelaskan berbuat baik dengan menjelaskan berbuat baik dengan tidak memusuhi, menunjukkan bahwa yang paling utama adalah berbuat baik itu sendiri, perdamaian, dan persatuan. Akan tetapi jika ia memusuhi sehingga membahayakan kesejahteraan agama dan Negara, maka secara tegas mereka adalah musuh.
Nabi juga telah memberikan anjuran membela kelompok, selama pembelaan tersebut tidak ada indikasi dosa didalamnya:
خَيْرُكُمُ الْمُدَافِعُ عَنْ عَشِيْرَتِهِ مَا لَمْ يَأْثَمْ
Artinya: “sebaik-baik dari kaum adalah pembela keluarga besarnya, selama pembelaannya bukan dosa”.
Maka dari itu segala bentuk upaya bentuk penistaan agama maupun Negara harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini tidak dengan langsung mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi dengan jalan damai yang disukai oleh agama. Dimana jalan perdamaian adalah jalan yang paling baik ditempuh oleh kedua belah pihak, supaya mereka kembali kepada ajaran Islam yang moderat, tidak gegabah dalam bertindak. [11]

C.      Pandangan Fiqih Siyasah Terhadap Bela Negara.
Dalam kajian fiqih siyasah, pertahanan dikenal dengan prinsip ketentaraan yang bertujuan agar kaum muslimin selalu siap dalam menghadapi segala kemungkinan adanya serangan musuh. Imam Al- Ghazali berpendapat bahwa ketentaraan adalah merupakan suatu profesi politik dalam sebuah negara yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara, baik ancaman dari dalam maupun dari luar.[12]
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kaum dzimmy memiliki hak dalam mengembangkan tugas- tugas negara seperti halnya kaum muslimin kecuali dalam hal seperti kepemimpinan negara, komando militer, peradilan diantara kaum muslimin, dan otoritas keuangan. Maka diluar ketentuan tersebut, tugas- tugas negara boleh dilakukan oleh kaum dzimy apabila mereka telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan seperti kecakapan, amanah, dan kesetiaan pada negara. Dalam persoalan komando militer Yusuf Qardhawi mengatakan hal ini bukan semata kewajiban sipil tetapi merupakan salah satu ibadah dalam islam karena semangatnya adalah jihad, karena jihad berada di puncak ibadah islam.[13]
Oleh karena itu, untuk membangkitkan semangat jihad di tengah- tengah umat islam, Yusuf Qardhawi bisa direalisasikan dengan beberapa hal yaitu :
1.    Mewajibkan latihan militer kepada setiap pemuda islam dan melatih mereka dengan teori perang serta pertempuran dengan senjata modern.
2.    Menyiapkan diri, baik dalam pemikiran maupun jiwa supaya generasi penerus umat siap untuk berjihad.
Dalam Islam sistem pertahanan dan keamanan negara dilakukan oleh sistem kemiliteran  hal ini digunakan untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara dari berbagai serangan musuh. Konsepnya adalah jihad dan perang dan melawan musuh- musuh Islam, hal ini Allah jelaskan dalam Al Qur’an surah Al- Baqarah ayat 190:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190)
Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S. Al- Baqarah:190)[14].
Militer dalam Islam konsep dan motivasinya adalah jihad dijalan Allah SWT. Jihad adalah merupakan suatu jalan untuk memerangi kedzaliman dan melepaskan manusia dari belenggu perbudakan, tujuannya adalah untuk memelihara kemerdekaan, kemuliaan bangsa dan terjaminnya kemerdekaan warga negara, serta membela negara dan melindungi agama. Kewajiban tentang jihad ini dijelaskan dalam Al- Qur’an surat Al- Hajj ayat 78:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ   (78(
Artinya:  Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya”. (Q.S. Al- Hajj: 78).
Dengan demikian bukanlah berarti agama islam itu adalah agama perang akan tetapi prinsip kemiliteran yang ada dalam Islam bertujuan agar kaum muslim selalu siap terhadap ancaman musuh. Oleh karenanya, umat islam dalam sebuah Negara mempunyai salah satu profesi politik yaitu profesi ketentaraan. Profesi ketentaraan atau kemiliteran sudah ada sejak zaman Rasulullah sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan mewujudkan kerukunan, keamanan, kedamaian serta ketentraman hidup.[15]
Uraian tentang pengertian bela Negara mengandung kesamaan antara bela Negara, membela Negara, mencintai tanah air, stabilitas Negara, loyalitas terhadap bangsa dan Negara. Isitilah lain seperti membela tanah air (bersifat geografis), mencintai tanah air (bersifat psikologis), syabilitas Negara (bersifat security), loyalitas terhadap bangsa dan Negara (bersifat dedikatif). Nilai-nilai yang terkandung dalam pengertian bela Negara apabila dikaitkan dengan politik Islam tidak ada yang bertentangan dengan politik Islam. Politik Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam bela Negara Indonesia. Misalnya: nilai-nilai solidaritas (ta’awun), kesetiaan terhadap ideologi Negara yang telah disepakati bersama (kalimatun sawa’), rasa persatuan dan persaudaraan secara Islami (ukhuwah Islamiyah), menyebarkan kebaikan dan mencegah kejahatan (amar ma’ruf nahi mungkar), keharusan menunaikan hak dan kewajiban, percaya atas keyakinan diri sendiri secara positif dsn konstruktif.[16]
Cinta tanah air yang dijelaskan dalam syari’at Islam adalah sebagian dari Iman, hal ini dikarenakan cinta tanah air didasarkan atas cintanya pada Allah. Cinta pada tanah air tidak dilarang oleh agama. Cinta tanah air bagi seorang muslim adalah memajukan pelajaran, perekonomian, pertukangan yang memajukan kaum muslimin dan memakmurkan Negaranya. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecintaan terhadap tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukan ketika jauh darinya, mempertahankan ketika diserang musuh dan akan marah ketika tanah airnya dicela. Mencintai tanah air merupakan tabi’at dasar manusia dan dianjurkan oleh agama. Jika mengakui diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting  pernyataan Hubbul Wathon Minal Iman (cinta tanah air sebagian dari iman). [17]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bela Negara adalah wahana bagi warga Negara untuk menunjukkan kecintaan dan pengabdiaannya kepada bangsa dan Negara. Bela Negara juga menjadi hak warga Negara. Bela Negara dilakukan sebagai bentuk pembelaan untuk mempertahankan kedaulatan, keberadaan, dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara.
Maka dari itu segala bentuk upaya bentuk penistaan agama maupun Negara harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini tidak dengan langsung mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi dengan jalan damai yang disukai oleh agama.
Cinta tanah air bagi seorang muslim adalah memajukan pelajaran, perekonomian, pertukangan yang memajukan kaum muslimin dan memakmurkan Negaranya. Mencintai tanah air merupakan tabi’at dasar manusia dan dianjurkan oleh agama. Jika mengakui diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas muslim merupakan keniscayaan dan hukumnya wajib.
B.     Saran
Bagi para akademisi dan pemerintah supaya dapat mengambil manfaat dari makalah ini. Selain itu, supaya dapat memberi kritik dan masukan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Fadhel.2017. Skripsi: Bela Negara Di Indonesia Dalam Prespektif politik Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ash-Shiddiqie, Hasb. 1991. Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam,Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Azzam, Abdullah,Shaheed. 1993. Jihad Adab Dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press.
Al- Munawar, Husin Agil Said. 2005 Fiqih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press.
Departemen Agama RI. 2009. Al- Qur’an dan Terjemahannya. Bogor: PT. SXamedia Arkenleema.
Djaelani, Qadir Abdul. 1995. Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Widjanarko, Putut, Hidayat Komarudin. 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Mizan.
Katsir, Ibnu. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah M. Abdul Ghoffar, dkk. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
Marbun, B.N. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Qardhawi, Yusuf. 2010. Fiqih Jihad, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Rachmawati, Dian Karinah. 2018. Bahasa Indonesia, Surabaya: UM Surabaya Publishing.
Subagyo, Agus.2015.Bela Negara: Peluang Dan Tantangan Di Era Globalisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwantinah. 2017. Skripsi: “Analisis Fiqih Siyasah Tentang Bela Negara Di Indonesia”, Lampung: IAIN Lampung.
Zamroni, Akhmad. 2015. Partisipasi Dalam Upaya Bela Negara, Bandung: Yrama Widya.


[1] Shaheed Abdullah Azzam, Jihad Adab Dan Hukumnya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Hal. 11.
[2] Akhmad Zamroni, Partisipasi Dalam Upaya Bela Negara, (Bandung: Yrama Widya, 2015), Hal. 10.
[3] Agus Subagyo, Bela Negara: Peluang Dan Tantangan Di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), Hal. 58-59.
[4] B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), Hal. 30.
[5] Akhmad Zamroni, Partisipasi Dalam Upaya............., Hal. 10.
[6] Komarudin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, (Jakarta: Mizan, 2008), Hal. 318.
[7] Akhmad Zamroni, Partisipasi Dalam Upaya............., Hal. 12.
[8] Dian Karinah Rachmawati, Bahasa Indonesia, (Surabaya: UM Surabaya Publishing, 2018), Hal 64.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, dkk. (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004), Hal. 416.
[10] Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam,(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Hal. 334.
[11] Suwantinah, Skripsi: “Analisis Fiqih Siyasah Tentang Bela Negara Di Indonesia”, (Lampung: IAIN Lampung, 2017), Hal.40-42.
[12]. Said Agil Husin al- Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press,2005), hal. 210.
[13] Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad, (Bandung: PT. Mizan Pustaka,2010), Hal.765
[14] Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Bogor: PT. SXamedia Arkenleema, 2009), Hal.29.
[15] Hasby ash- Shiddiqie, Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam,(Jakarta: PT. Bulan Bintang,1991), Hal. 100.
[16] Fadhel Akbar, Skripsi: Bela Negara Di Indonesia Dalam Prespektif politik Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2017), Hal. 46-47.
[17] Suwantinah, Skripsi: “Analisis Fiqih Siyasah..............”, (Lampung: IAIN Lampung, 2017), Hal. 78-79.

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer