PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah salah satu
disiplin ilmu yang secara profesional memberikan pelayanan kepada peserta didik.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
pada satu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggung jawabkan
serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para
peserta didik sebagai penerima jasa layanan (klien). Dengan pelayanan yang baik
akan tercipta suatu iklim yang kondusif serta menciptakan masyarakat yang
berakhlak dan bermoral.[1]
Perlunya bimbingan konseling juga dapat berfungsi sebagai
pemantau masalah-masalah siswa yang berkaitan tentang masalah kelainan tingkah
laku dan adaptasi. Sulitnya salah satu siswa untuk bergaul dan cenderung
mengasingkan diri dari teman-temannya memiliki akar permasalahan yang biasanya
beruntun.
Bimbingan konseling biasanya juga berbicara mengenai aspek
psikologis, ini akan sangat penting jika ada banyak gangguan psikis pada
peserta didik yang biasanya tertekan masalah dan tidak mampu menangkap
pelajaran dengan baik. Bimbingan konseling juga sangat penting posisinya untuk
membimbing siswa untuk memotivasi diri bahwa mereka adalah suatu pribadi yang
unik dan mampu bersaing. Sehingga dengan adanya guru bimbingan dan konseling
maka sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa baik secara psikis maupun
psikologis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana karakteristik guru bimbingan dan konseling di sekolah ?
2.
Bagaimana kesalah pahaman bimbingan dan konseling di sekolah?
3.
Bagaimana kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah ?
C.
Tujuan Pembahasan Masalah
1.
Untuk mendeskripsikan karakteristik guru bimbingan dan konseling di
sekolah
2.
Untuk mendeskripsikan kesalah pahaman bimbingan dan konseling di
sekolah
3.
Untuk mendeskripsikan kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) di Sekolah
Seorang guru bimbingan dan konseling (konselor) yang
berperan sebagai pembantu bagi konseli harus memiliki karakteristik yang
positif untuk menjamin keefektifannya dalam memberikan penanganannya. Ada dua
aspek utama yakni:
1.
Keahlian dan keterampilan
Guru bimbingan dan konseling (konselor) adalah orang yang harus mengerti
benar dunia konseling dan menyelesaikan masalah konseli dengan tepat. Ketika
seorang guru bimbingan dan konseling (konselor) bersedia membantu konseli maka
secara tidak langsung, dia telah menyetujui untuk mencurahkan tenaga, pikiran,
dan kemampuannya untuk membantu konseli.[2]
2.
Kepribadian
Secara umum, karakteristik kepribadian guru bimbingan dan konseling (konselor)
yang berlaku di Indonesia meliputi:
a.
Beriman dan bertakwa
b.
Menyenangi manusia
c.
Komunikator yang terampil dan pendengar yang baik
d.
Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang baik dan
kompeten
e.
Fleksibel, tenang dan sabar
f.
Menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi
g.
Memahami etika profesi
h.
Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
i.
Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
j.
Fasilitator dan motivator
k.
Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu
l.
Objektif, rasional, logis, dan konkret
m.
Konsisten dan bertanggung jawab.[3]
B.
Kesalahpaham Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam realita di lapangan, belum
semua pihak mengetahui aturan yang jelas tentang tugas seorang konselor di
sekolah. Di samping itu, masih banyak pula personil sekolah yang mempunyai
anggapan keliru terhadap fungsi seorang konselor di sekolah. Hal ini
mengakibatkan pelaksanaan layanan bimbingan konseling belum maksimal,
diantaranya adalah:
1.
Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
Tidak jarang seorang konselor
sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para peserta didik yang
tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk mencari para
peserta didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil tindakan bagi peserta
didik yang bersalah tersebut. Konselor sekolah didorong untuk mencari
bukti-bukti bahwa peserta didik tersebut bersalah.
Dengan tugas semacam itu akan
membentuk stigma di antara para peserta didik bahwa konselor bertugas untuk
mengurusi peserta didik yang menjadi “biang kerok” keributan atau yang
menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang dipanggil atau
berurusan dengan konselor termasuk dalam kelompok peserta didik bermasalah.
Padahal pandangan tersebut keliru,
sebab konselor sekolah bukan polisi yang selalu mencurigai dan akan menangkap
siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah adalah kawan dan kepercayaan peserta
didik, menjadi tempat berbagi tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan mereka.
Konselor sekolah harus berupaya untuk menjadi seorang yang bisa menunjukkan
jalan, membangun kekuatan dan kemauan individu menuju ke arah yang lebih baik.
2.
Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
Adanya perbedaan usia yang lebih tua
dengan peserta didik mendorong konselor untuk memberi nasehat. Padahal
bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya semata-mata untuk memberikan
nasehat. Priyatno dan Erman Anti yang dikutip Endang Artiati menegaskan bahwa
pemberian nasehat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan
konseling. Lebih dari itu konseli membutuhkan pelayanan lain, seperti
mendapatkan layanan informasi, bimbingan belajar, penempatan, dan penyaluran.
Oleh sebab itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut keseluruhan
kepentingan konseli untuk mengembangkan pribadinya secara maksimal.
3.
Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli-konseli tertentu
Pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah tidak hanya terbatas pada beberapa individu saja. Seluruh peserta didik
mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh layanan bimbingan dan konseling,
kapanpun juga. Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolongan peserta
didik berdasarkan kondisinya (misalnya jenis kelamin, kelas sosial/ekonomi,
agama, suku, dan lain sebagainya). Penggolongan yang dilakukan hanya didasarkan
klasifikasi masalah.
4.
Dalam proses konseling, konselor sekolah harus aktif
Saat proses konseling berlangsung,
seringkali konselor yang lebih aktif dalam berbicara dan memegang kendali
dengan kalimat-kalimat yang sarat nasehat atau dengan memperbanyak bicara
tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir. Konselor sebaiknya memahami kapan
perlu berbicara dan kapan perlu berhenti berbicara di hadapan konseli saat
konseling berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang dan kesempatan konseli
berbicara sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang apa yang dirasakan dan
dipikirkannya. Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar
penyebab masalah yang sedang dihadapi konseli.
5.
Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja
Pada realitanya, anggapan bahwa
tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja masih banyak ditemukan. Di
antara mereka mempunyai pandangan bahwa konseling sama halnya dengan
pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa melakukannya.
Stigma yang masih muncul tersebut
perlu diluruskan. Bimbingan dan konseling adalah kegiatan layanan untuk
membantu individu yang dilakukan oleh orang yang menguasai dan ahli dalam
bidang bimbingan dan konseling. Keahlian tersebut diperoleh melalui pendidikan
di perguruan tinggi, juga pengalaman-pengalaman yang diperoleh sepanjang mempelajari
pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling.
6.
Hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat
Tak bisa dipungkiri bahwa yang
diinginkan dalam dunia pendidikan adalah peserta didik yang mempunyai perilaku
dan kepribadian baik serta dapat mengembangkan diri dengan optimal. Oleh
karenanya banyak pihak yang menghendaki hasil pekerjaan bimbingan konseling
segera dilihat agar tidak menghambat kemajuan pendidikan.
Padahal mengubah pandangan atau
perilaku konseli menuju ke arah yang lebih baik tidak dapat dilakukan dalam
hitungan jam, butuh proses dan waktu yang relatif lama, mungkin beberapa hari,
mingguan, bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Priyatno dan Erman Anti yang
dikutip Endang Ertiati menegaskan bahwa upaya-upaya bimbingan dan konseling
bukanlah lampu aladin yang dalam sekejap saja sudah dapat mewujudkan apa yang
diminta. Upaya yang menyangkut aspek-aspek psikologis dan tingkah laku tidaklah
dapat didesak-desakkan. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justru mungkin
dapat melemahkan upaya itu sendiri. Hal ini tidak berarti bahwa upaya bimbingan
dan konseling dilakukan dengan santai saja dalam menghadapi masalah konseli,
sebaliknya membutuhkan upaya yang serius dan sungguh-sungguh.
7.
Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
Seringkali upaya penanganan dalam
menghadapi masalah konseli disamaratakan karena masalah yang ditangani juga
sama. Perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, memiliki perbedaan
masing-masing, sehingga walaupun dengan masalah yang sama belum tentu cara penanganannya
sama.
Cara apapun yang akan dipakai dalam
membantu mengatasi masalah sebaiknya perlu disesuaikan dengan kondisi pribadi
konseli dan berbagai hal yang terkait dengannya. Bahkan seringkali terjadi,
untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang
tampaknya “sama” setelah dikaji mendalam dapat memiliki hakikat berbeda,
sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.[4]
Beberapa kesalah pahaman bimbingan
dan konseling di atas disebabkan oleh beberapa hal, salah satu penyebab kesalah
pahaman tersebut adalah bidang bimbingan dan konseling masih tergolong baru dan
merupakan produk impor, sehingga pelaksanaan bimbingan dan konseling di
lapangan tidak dapat menyeluruh. Selain itu, kegiatan bimbingan dan konseling
yang tidak dilakukan oleh orang yang menguasai dan ahli dalam bidang bimbingan
dan konseling menyebabkan program yang dilaksanakan tidak tepat sasaran.
C.
Kedudukan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Kedudukan bimbingan dan konseling
dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup kegiatan, yaitu bidang
administrasi dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, serta bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Ketiga bidang utama pendidikan tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Bidang administrasi dan kepemimpinan
Bidang ini
menyangkut kegiatan pengelolaan program secara efisien. Pada bidang ini
terletak tanggung jawab kepemimpinanan (kepala sekolah dan staf administrasi
lainnya) yang terkait dengan kegiatan perencanaan organisasi, deskripsi jabatan
atau pembagian tugas, pembiayaan, penyediaan fasilitas atau sarana
prasarana (material), supervisi, dan evaluasi program.
2.
Bidang intruksional dan kurikuler
Bidang ini
terkait dengan kegiatan pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan pengembangan sikap. Pihak yang bertanggung jawab secara
langsung terhadap bidang ini adalah para guru.
3.
Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling)
Bidang ini
terkait dengan program pemberiaan layanan bantuan kepada peserta didik (siswa)
dalam upaya mencapai perkembangannya yang optimal, melalui interaksi
yang sehat dengan lingkungannya. Personel yang paling bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan bidang ini adalah guru pembimbing atau konselor.
Dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan khususnya pada tatanan persekolahan, layanan
bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup penting dan
strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan layanan kepada
siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran secara
efektif. Untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan pribadi agar dapat membantu keseluruhan proses
belajarnya.[5]
Dengan demikian tiap-tiap bidang
mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, tetapi dilaksanakan bersama-sama. Apabila salah satu komponen tidak
melaksanakan, maka proses pendidikan tidak berhasil dengan baik. Misalnya di sekolah hanya
diberikan sejumlah mata pelajaran saja, tanpa administrasi dan supervisi yang
baik maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Demikian juga dengan
masalah-masalah itu hanya bisa dipecahkan melalui bidang kegiatan pemberian
bantuan, melalui program layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan melihat
kenyataan di sekolah, ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya pelaksanaan
bimbingan antara lain:
a.
Guru sebagai pengajar tidak mungkin dapat menyelesaikan beberapa
masalah tertentu dalam pendidikan dan pengajaran.
b.
Ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa, yang harus
dilakukan petugas sekolah lain yang bukan guru.
c.
Antara guru dan siswa kadang-kadang terjadi konflik, hal ini
memerlukan bantuan pihak ketiga untuk memecahkannya.[6]
Dalam situasi tertentu juga
dirasakan perlunya suatu wadah atau lembaga yang memampung dan menyelesaikan
masalah-masalah peserta didik yang tidak dapat tertampung dan terselesaikan
oleh para pendidik. Misalnya, bila terjadi ada seorang siswa yang menghadapi
masalah pribadi yang cukup serius, para pendidik kadang-kadang merasa bukan
wewenangnya untuk membantu peserta didik tersebut. Sehingga bilamana bidang
pembinaan pribadi bimbingan dan konseling tidak ada atau tidak berfungsi,
peserta didik tersebut akan tetap dalam keadaan bermasalah, karena tidak adanya
wadah dan tenaga yang dapat membantunya dalam menyelasaikan masalah yang dihadapinya.[7]
Dari uraian
terdahulu jelaslah bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan, program bimbingan dan konseling
merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan pada
umumnya. Apalagi dalam situasi formal itu tidak hanya membekali para siswa
dengan setumpuk ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mempersiapkan para peserta
didik untuk memenuhi tuntutan perubahan serta kemajuan yang terjadi di
lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A.
Karakteristik guru bimbingan dan konseling (konselor) di sekolah
1.
Ahli dan terampil
2.
Berkepribadian baik
B.
Kesalah pahaman BK di sekolah
1.
Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
2.
Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
3.
Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli-konseli tertentu
4.
Dalam proses konseling, konselor sekolah harus aktif
5.
Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja
6.
Hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat
7.
Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
C.
Kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah
Dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan khususnya pada tatanan persekolahan, layanan
bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup penting dan
strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan layanan kepada
siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran secara
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Hallen, Ahmad.
2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.
Hasyim, Farid dan Mulyono. 2010. Bimbingan
dan Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-dasar
Konseling dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana
Nurihsan, Juntika. 2003. Dasar-dasar
Bimbingan & Konseling. Bandung: Mutiara.
Rohmah, Umi. 2011. Pengantar
Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN PO Press.
Suhesti,
Endang Eriati. 2012. Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
[1] Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 5.
[2]
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan
Praktek, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 30-31
[3]
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar… hal. 30-31
[4]
Endang Ertiati Suhesti, Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hal. 25-29
[5] Juntika Nurihsan,
Dasar-dasar Bimbingan&Konseling, (Bandung: Mutiara, 2003), hal.
[6] Umi
Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Ponorogo: STAIN PO Press,
2011), hal. 10.
[7]
Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hal. 40.
No comments:
Post a Comment