Sunday, July 05, 2020

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah salah satu disiplin ilmu yang secara profesional memberikan pelayanan kepada peserta didik. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak pada satu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggung jawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para peserta didik sebagai penerima jasa layanan (klien). Dengan pelayanan yang baik akan tercipta suatu iklim yang kondusif serta menciptakan masyarakat yang berakhlak dan bermoral.[1]
Perlunya bimbingan konseling juga dapat berfungsi sebagai pemantau masalah-masalah siswa yang berkaitan tentang masalah kelainan tingkah laku dan adaptasi. Sulitnya salah satu siswa untuk bergaul dan cenderung mengasingkan diri dari teman-temannya memiliki akar permasalahan yang biasanya beruntun.
Bimbingan konseling biasanya juga berbicara mengenai aspek psikologis, ini akan sangat penting jika ada banyak gangguan psikis pada peserta didik yang biasanya tertekan masalah dan tidak mampu menangkap pelajaran dengan baik. Bimbingan konseling juga sangat penting posisinya untuk membimbing siswa untuk memotivasi diri bahwa mereka adalah suatu pribadi yang unik dan mampu bersaing. Sehingga dengan adanya guru bimbingan dan konseling maka sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa baik secara psikis maupun psikologis.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana karakteristik guru bimbingan dan konseling di sekolah ?
2.      Bagaimana kesalah pahaman bimbingan dan konseling di sekolah?
3.      Bagaimana kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah ?
C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mendeskripsikan karakteristik guru bimbingan dan konseling di sekolah
2.      Untuk mendeskripsikan kesalah pahaman bimbingan dan konseling di sekolah
3.      Untuk mendeskripsikan kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) di Sekolah
Seorang guru bimbingan dan konseling (konselor) yang berperan sebagai pembantu bagi konseli harus memiliki karakteristik yang positif untuk menjamin keefektifannya dalam memberikan penanganannya. Ada dua aspek utama yakni:
1.      Keahlian dan keterampilan
Guru bimbingan dan konseling (konselor) adalah orang yang harus mengerti benar dunia konseling dan menyelesaikan masalah konseli dengan tepat. Ketika seorang guru bimbingan dan konseling (konselor) bersedia membantu konseli maka secara tidak langsung, dia telah menyetujui untuk mencurahkan tenaga, pikiran, dan kemampuannya untuk membantu konseli.[2]
2.      Kepribadian
Secara umum, karakteristik kepribadian guru bimbingan dan konseling (konselor) yang berlaku di Indonesia meliputi:
a.       Beriman dan bertakwa
b.      Menyenangi manusia
c.       Komunikator yang terampil dan pendengar yang baik
d.      Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang baik dan kompeten
e.       Fleksibel, tenang dan sabar
f.        Menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi
g.      Memahami etika profesi
h.      Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
i.        Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
j.        Fasilitator dan motivator
k.      Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu
l.        Objektif, rasional, logis, dan konkret
m.    Konsisten dan bertanggung jawab.[3]

B.     Kesalahpaham Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam realita di lapangan, belum semua pihak mengetahui aturan yang jelas tentang tugas seorang konselor di sekolah. Di samping itu, masih banyak pula personil sekolah yang mempunyai anggapan keliru terhadap fungsi seorang konselor di sekolah. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan layanan bimbingan konseling belum maksimal, diantaranya adalah:
1.      Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
Tidak jarang seorang konselor sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para peserta didik yang tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk mencari para peserta didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil tindakan bagi peserta didik yang bersalah tersebut. Konselor sekolah didorong untuk mencari bukti-bukti bahwa peserta didik tersebut bersalah.
Dengan tugas semacam itu akan membentuk stigma di antara para peserta didik bahwa konselor bertugas untuk mengurusi peserta didik yang menjadi “biang kerok” keributan atau yang menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang dipanggil atau berurusan dengan konselor termasuk dalam kelompok peserta didik bermasalah.
Padahal pandangan tersebut keliru, sebab konselor sekolah bukan polisi yang selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah adalah kawan dan kepercayaan peserta didik, menjadi tempat berbagi tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan mereka. Konselor sekolah harus berupaya untuk menjadi seorang yang bisa menunjukkan jalan, membangun kekuatan dan kemauan individu menuju ke arah yang lebih baik.
2.      Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
Adanya perbedaan usia yang lebih tua dengan peserta didik mendorong konselor untuk memberi nasehat. Padahal bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya semata-mata untuk memberikan nasehat. Priyatno dan Erman Anti yang dikutip Endang Artiati menegaskan bahwa pemberian nasehat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Lebih dari itu konseli membutuhkan pelayanan lain, seperti mendapatkan layanan informasi, bimbingan belajar, penempatan, dan penyaluran. Oleh sebab itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut keseluruhan kepentingan konseli untuk mengembangkan pribadinya secara maksimal.
3.      Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli-konseli tertentu
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya terbatas pada beberapa individu saja. Seluruh peserta didik mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh layanan bimbingan dan konseling, kapanpun juga. Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolongan peserta didik berdasarkan kondisinya (misalnya jenis kelamin, kelas sosial/ekonomi, agama, suku, dan lain sebagainya). Penggolongan yang dilakukan hanya didasarkan klasifikasi masalah.
4.      Dalam proses konseling, konselor sekolah harus aktif
Saat proses konseling berlangsung, seringkali konselor yang lebih aktif dalam berbicara dan memegang kendali dengan kalimat-kalimat yang sarat nasehat atau dengan memperbanyak bicara tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir. Konselor sebaiknya memahami kapan perlu berbicara dan kapan perlu berhenti berbicara di hadapan konseli saat konseling berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang dan kesempatan konseli berbicara sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar penyebab masalah yang sedang dihadapi konseli.

5.      Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja
Pada realitanya, anggapan bahwa tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja masih banyak ditemukan. Di antara mereka mempunyai pandangan bahwa konseling sama halnya dengan pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa melakukannya.
Stigma yang masih muncul tersebut perlu diluruskan. Bimbingan dan konseling adalah kegiatan layanan untuk membantu individu yang dilakukan oleh orang yang menguasai dan ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahlian tersebut diperoleh melalui pendidikan di perguruan tinggi, juga pengalaman-pengalaman yang diperoleh sepanjang mempelajari pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling.
6.      Hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat
Tak bisa dipungkiri bahwa yang diinginkan dalam dunia pendidikan adalah peserta didik yang mempunyai perilaku dan kepribadian baik serta dapat mengembangkan diri dengan optimal. Oleh karenanya banyak pihak yang menghendaki hasil pekerjaan bimbingan konseling segera dilihat agar tidak menghambat kemajuan pendidikan.
Padahal mengubah pandangan atau perilaku konseli menuju ke arah yang lebih baik tidak dapat dilakukan dalam hitungan jam, butuh proses dan waktu yang relatif lama, mungkin beberapa hari, mingguan, bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Priyatno dan Erman Anti yang dikutip Endang Ertiati menegaskan bahwa upaya-upaya bimbingan dan konseling bukanlah lampu aladin yang dalam sekejap saja sudah dapat mewujudkan apa yang diminta. Upaya yang menyangkut aspek-aspek psikologis dan tingkah laku tidaklah dapat didesak-desakkan. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justru mungkin dapat melemahkan upaya itu sendiri. Hal ini tidak berarti bahwa upaya bimbingan dan konseling dilakukan dengan santai saja dalam menghadapi masalah konseli, sebaliknya membutuhkan upaya yang serius dan sungguh-sungguh.


7.      Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
Seringkali upaya penanganan dalam menghadapi masalah konseli disamaratakan karena masalah yang ditangani juga sama. Perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, memiliki perbedaan masing-masing, sehingga walaupun dengan masalah yang sama belum tentu cara penanganannya sama.
Cara apapun yang akan dipakai dalam membantu mengatasi masalah sebaiknya perlu disesuaikan dengan kondisi pribadi konseli dan berbagai hal yang terkait dengannya. Bahkan seringkali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji mendalam dapat memiliki hakikat berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.[4]
Beberapa kesalah pahaman bimbingan dan konseling di atas disebabkan oleh beberapa hal, salah satu penyebab kesalah pahaman tersebut adalah bidang bimbingan dan konseling masih tergolong baru dan merupakan produk impor, sehingga pelaksanaan bimbingan dan konseling di lapangan tidak dapat menyeluruh. Selain itu, kegiatan bimbingan dan konseling yang tidak dilakukan oleh orang yang menguasai dan ahli dalam bidang bimbingan dan konseling menyebabkan program yang dilaksanakan tidak tepat sasaran.

C.    Kedudukan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan ada 3 ruang lingkup kegiatan, yaitu bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, serta  bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Ketiga bidang utama pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Bidang administrasi dan kepemimpinan
Bidang ini menyangkut kegiatan pengelolaan program secara efisien. Pada bidang ini terletak tanggung jawab kepemimpinanan (kepala sekolah dan staf administrasi lainnya) yang terkait dengan kegiatan perencanaan organisasi, deskripsi jabatan atau pembagian tugas,  pembiayaan, penyediaan fasilitas atau sarana prasarana (material), supervisi, dan evaluasi program.
2.      Bidang intruksional dan kurikuler
Bidang ini terkait dengan kegiatan pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan sikap. Pihak yang bertanggung jawab secara langsung terhadap bidang ini adalah para guru.
3.      Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling)
Bidang ini terkait dengan program pemberiaan layanan bantuan kepada peserta didik (siswa) dalam upaya mencapai perkembangannya yang optimal, melalui  interaksi yang sehat dengan lingkungannya. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan bidang ini adalah guru pembimbing atau konselor.
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan khususnya pada tatanan persekolahan, layanan bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup penting dan strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan layanan kepada siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran secara efektif. Untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pribadi agar dapat membantu keseluruhan proses belajarnya.[5]
Dengan demikian tiap-tiap bidang mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, tetapi dilaksanakan bersama-sama. Apabila salah satu komponen tidak melaksanakan, maka proses pendidikan tidak berhasil dengan baik. Misalnya di sekolah hanya diberikan sejumlah mata pelajaran saja, tanpa administrasi dan supervisi yang baik maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Demikian juga dengan masalah-masalah itu hanya bisa dipecahkan melalui bidang kegiatan pemberian bantuan, melalui program layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan melihat kenyataan di sekolah, ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya pelaksanaan bimbingan antara lain:
a.       Guru sebagai pengajar tidak mungkin dapat menyelesaikan beberapa masalah tertentu dalam pendidikan dan pengajaran.
b.      Ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa, yang harus dilakukan petugas sekolah lain yang bukan guru.
c.       Antara guru dan siswa kadang-kadang terjadi konflik, hal ini memerlukan bantuan pihak ketiga untuk memecahkannya.[6]
Dalam situasi tertentu juga dirasakan perlunya suatu wadah atau lembaga yang memampung dan menyelesaikan masalah-masalah peserta didik yang tidak dapat tertampung dan terselesaikan oleh para pendidik. Misalnya, bila terjadi ada seorang siswa yang menghadapi masalah pribadi yang cukup serius, para pendidik kadang-kadang merasa bukan wewenangnya untuk membantu peserta didik tersebut. Sehingga bilamana bidang pembinaan pribadi bimbingan dan konseling tidak ada atau tidak berfungsi, peserta didik tersebut akan tetap dalam keadaan bermasalah, karena tidak adanya wadah dan tenaga yang dapat membantunya dalam menyelasaikan masalah yang dihadapinya.[7]
Dari uraian terdahulu jelaslah bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan, program bimbingan dan konseling merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan pada umumnya. Apalagi dalam situasi formal itu tidak hanya membekali para siswa dengan setumpuk ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mempersiapkan para peserta didik untuk memenuhi tuntutan perubahan serta kemajuan yang terjadi di lingkungan masyarakat.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A.    Karakteristik guru bimbingan dan konseling (konselor) di sekolah
1.      Ahli dan terampil
2.      Berkepribadian baik
B.     Kesalah pahaman BK di sekolah
1.      Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
2.      Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
3.      Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli-konseli tertentu
4.      Dalam proses konseling, konselor sekolah harus aktif
5.      Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja
6.      Hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat
7.      Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
C.     Kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan khususnya pada tatanan persekolahan, layanan bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup penting dan strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan layanan kepada siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran secara efektif.



DAFTAR PUSTAKA

Hallen, Ahmad. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.
Hasyim, Farid dan Mulyono. 2010. Bimbingan dan Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana
Nurihsan, Juntika. 2003. Dasar-dasar Bimbingan & Konseling. Bandung: Mutiara.
Rohmah, Umi. 2011. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN PO Press.
Suhesti, Endang Eriati. 2012. Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 5.

[2] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 30-31
[3] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar… hal. 30-31
[4] Endang Ertiati Suhesti, Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hal. 25-29
[5] Juntika Nurihsan, Dasar-dasar Bimbingan&Konseling, (Bandung: Mutiara, 2003), hal.
[6] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal. 10.
[7] Ahmad Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 40.

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer