BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan Islam terus menghadapi pilihan yang tidak mudah, yaitu antara
kebutuhan keagamaan dan kebutuhan duniawi. Disatu sisi, Pendidikan Islam
dituntut bisa berfungsi meningkatkan pemahaman ilmu-ilmu agama dan kemampuan mengamalkan
ajaran Islam. Sementara di sisi lain lembaga ini dituntut berfungsi menumbuhkan
kemampuan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak seluruhnya
bisa dipecahkan dengan ilmu-ilmu agama. Selama ini, umat Islam meyakini, ajaran
Islam telah selesai disusun tuntas dalam ilmu agama sebagai panduan
penyelesaian seluruh persoalan kehidupan duniawi. Sementara, ilmu-ilmu umum
(non-agama) dipandang bertentangan dengan ilmu agama akan membuat kesengsaraan
umat Islam. Namun, persoalan kehidupan duniawi yang terus berkembang, ternyata
tidak seluruhnya bisa dipecahkan dengan ilmu-ilmu agama.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya, karena
pembelajaran manusia dapat
mengembangkan potensi diri dan mengembangkan kepribadiannya melalui proses
pembelajaran adanya interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Interaksi ini dapat terjadi dalam lingkungan
keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Perbedaan yang mendasar antara ketiga model interaksi
pendidikan tersebut terletak pada adanya rancangan atau kurikulum formal dan
tertulis yang akan disampaikan pada siswa. Kurikulum mengarahkan segala bentuk
aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga
merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan demikian,
kurikulum memiliki kedudukan penting, baik dalam pendidikan formal maupun non
formal karena memberikan arahan terjadinya proses pendidikan.[1]
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat kurikulum pendidikan
islam?
2.
Apa saja karakteristik kurikulum pendidikan islam?
3. Bagaimana asas kurikulum pendidikan
islam?
4. Apa saja prinsip-prinsip kurikulum
pendidikan islam?
5.Bagaimana kurikulum pendidikan di rumah tangga dan
di masyarakat?
C.
Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui hakikat kurikulum
pendidikan islam
2. Untuk mengetahui karakteristik kurikulum pendidikan
islam
3. Untuk mengetahui bagaimana asas kurikulum
pendidikan islam
4. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip kurikulum
pendidikan islam
5. Untuk Mengetahui bagaimana kurikulum pendidikan
ctangga dan di masyarakata
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Kurikulum Pendidikan Islam
Secara
harfiah kurikulum berasal dari bahasa Latin, curriculum yang berarti bahan
pengajaran. Ada pula yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa
Perancis courier yang berarti berlari.[2]
Pengertian kurikulum secara
sempit, seperti diakatan Crow and Crow bahwa kurikulum adalah rancangan
pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis
yang diperukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan
tertentu.[3]
Hakikat kurikulum
mengenai konsep dasar kurikulum sebenarnya tidak sesederhana itu,tetapi
kurikulum dapat diartiakan menurut fungsinya sebagaimana pengertian berikut[4]
1.
Kurikulum sebagai program studi
2.
Kurikulum sebagai konten
3.
Kurikulum sebagai kegiatan terencana
4.
Kurikulum sebagai hasil belajar
5.
Kurikulum sebagai reproduksi cultural
6.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
7.
Kurikulum sebagai produksi.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum
pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk
mencapai tujuan.Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan
Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam
dan menunjang sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Maka dibutuhkanlah kurikulum
sebagai alat yang memiliki berbagai fungsi (multifungsi) demi terwujudnya
finaldestination dari pendidikan itu sendiri.
B. Karakteristik
Kurikulum
Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam tentu memiliki
karakteristik atau ciri khas tersendiri dibandingkan dengan kurikulum
pendidikan pada umumnya. Dalam pandangan al-Syaibany sebagaimana yang dikutip dalam buku Muhaimin ada lima
karakteristik kurikulum pendidikan Islam, yang secara ringkas dapat disbutkan
sebagai berikut:
1.
Menonjolkan
tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan,
metode-metode, alat-alat, dan tekhiniknya bercorak agama.
2.
Meluas
cakupannya dan menyeluruh kandungannya. Yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan
semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh. Disamping itu juga luas dalam
perhatiannya. Ia memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek
pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual.
3.
Bersikap
seimbang dianatara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan
digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengetahuan yang berguna bagi
pengembangan individual maupun. sosial.
4.
Bersikap
menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.
Menurut Azyumardi Azara, ada
beberapa karakteristik kurikulum Pendidikan Islam sebagai berikut:
1.
Penekanan
pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah
kepada Allah SWT
2.
Pencarian
ilmu, penguasaan, dan pengembangan ilmu dalam pengetahuan pendidikan Islam
sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak.
3.
Pengamalan
ilmu pengetahuan di dasarkan pada tanggungjawab kepada Allah SWT.
4.
Pengakuan
akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam satu kepribadian.
Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan di
santuni, agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan
sebaik-baiknya.[6]
5.
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.[7]
Dengan demikian karakteristik kurikulum
pendidikan Islam lebih memperhatikan aspek menyeluruh. Keseimbangan antar ilmu
agama dan ilmu umum. Pengalaman ilmu pengetahuan berdasarkan aspek tanggung
jawab kepada Allah. Pengakuan akan
potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam satu kepribadian. Setiap
pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan di
santuni, agar potensi-potensi yang dimilikinya .
C. Asas Kurikulum Pendidikan
Islam
Suatu kurikulum tak terkecuali kurikulum pendidikan
Islam harus mengandung beberapa unsur utama, seperti tujuan, isi mata pelajaran,
metode mengajar dan penilaian.Kesemua unsur tersebut harus tersusun dan mengacu
pada sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya.
Sumber kekuatan tersebut dikatakan sebagai asas-asas
pembentuk kurikulum pendidikan. Muhammad al Thoumy al Syaibany sebagaimana yang
dikutip dalam buku Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakir yang berjudul Ilmu
Pendidikan Islam mengemukakan asas-asas
pembentuk kurikulum sebagai berikut[8]
a.
Asas
religius/agama Kurikulum pendidikan Islam yang diterapkan berdasarkan
nilai-nilai ilahiyah sehingga dengan adanya dasar ini kurikulum diharapkan
dapat menolong peserta didik untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap
ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di
dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya
“sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu, yang jika kamu berpegang teguh
kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitabullah dan
sunnah nabi-Nya” (HR. Hakim).
b.
Asas
falsafah Asas ini memberikan arah tujuan pendidikan Islam. Dengan dasar
filosofis maka kurikulum akan mengandung suatu kebenaran terutama kebenaran di bidang nilai-nilai
sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran.
c.
Asas
Psikologis Asas ini mempertimbangkan tahapan kejiwaan peserta didik, yang
berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, intelektual, bahasa, emosi dan
lain-lain, sehingga dengan landasan ini kurikulum bisa memberikan peluang belajar
bagi anak-anak dan bagaimana belajar itu berlangsung, serta dalam keadaan
bagaimana anak itu bisa memberikan hasil yang sebaik-baiknya.
d.
Asas
Sosiologis Kurikulum diharapkan turut serta dalam proses kemasyarakatan
terhadap peserta didik, penyesuaian mereka dengan lingkungannya, pengetahuan
dan kemahiran yang akan menambah produktifitas dan keikutsertaan mereka dalam
membina umat dan bangsanya. Dan dapat ditambahkan pula asas Organisatoris.Dasar
ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum.Dasar
ini berpijak pada teori psikologi asosiasi, yang menganggap keseluruhan adalah
bagian-bagiannya, sehingga menjadikan kurikulum merupakan mata kuliah yang
terpisah-pisah.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa satu asas dengan
asas lainnya merupakan suatu kesatuan yang integral sehingga dapat membentuk
kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan
kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan,
pengembangan pribadinya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan
sosial.
D. Prinsip-Prinsip Kurikulum
Pendidikan Islam
Prinsip pada dasarnya merupakan konsistensi dalam
mewujudkan suatu tujuan. Sebagai tonggak yang harus dipegang dalam meniti jalan
yang mengantarkan kepada tujuan. Dalam suatu kurikulum pendidikan, prinsip
merupakan komponen penting demi tercapainya kurikulum yang intregral dan
matang.Sehingga dalam pelaksanaannya mencapai kesempurnaan yang diinginkan.
Terlebih lagi dalam kurikulum pendidikan islam yang berdasarkan kepada sumber
pokok agama islam, yaitu Al qur’an dan As sunnah.
Maka
disini dituntut kesinambungan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islamdan
sumber pokok islam. Dalam merumuskan kurikulum pendidikan islam para pakar
berbeda-beda dalam analisisnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:[9]
1.
Prinsip
berdasarkan islam termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
2.
Prinsip
mengarah kepada tujuan, artinya seluruh aktivitas yang diproduksi oleh
kurikulum harus mengarah kepada tujuan.
3.
Prinsip
pertautan antara seluruh kegiatan kurikulum dengan seluruh aspek sosiologis,
baik internal ataupun eksternal.
4.
Prinsip
Relevansi, kesuaian dengan kondisi sekarang.
5.
Prinsip
Fleksibelitas.
6.
Prinsip
Integritas, artinya SDM yang dihasilkan oleh kurikulum mampu menyelaraskan dan
mengintegralkan kehidupan dunia dan akhirat.
7.
Prinsip
Efisiensi, mengarahkan dengan cermat pendayagunaan usaha untuk mencapai tujuan.
8.
Prinsip Kontunitas dan Kemitraan, adalah bagaimana kurikulum mempunyai
kelanjutan dalam kerjanya dengan kaitan-kaitan kurikulum-kurikulum lain.
9.
Prinsip
Individulaitas, artinya kurikulum memperhatikan kondisi pribadi anak didik.
10. Prinsip pemerataan, artinya seluruh
peserta didik berhak memperoleh pembelajaran yang baik beserta hal-hal yang
mendukung pembelajarannya.
11. Prinsip Kedinamisan, artinya kurikulum
harus bersifat progresif terhadap perkembangan ilmu pengeahuan dan perubahan
social.
12. Prinsip Keseimbangan, artinya kurikulum dapat
mengembangkan potensi pesert didik secara harmonis.
13. Prinsip Efektivitas, adalah agar kurkulum
dapat menunjang efektifitas guru dalam mengajar dan murid dalam belajar.
Jadi prinsip kurikulum Pendidikan
Islam yang sebenarnya adalah terkokus pada tujuan awal yaitu mengutamakan nilai
moral dan religius dengan mengembangkan potensi peserta didik secara harmonis.
Peserta didik berhak memperoleh pembelajaran yang baik beserta hal-hal yang
mendukung pembelajarannya.
E. Kurikulum
Pendidikan di Rumah Tangga dan di Masyarakat
Pendidikan
terjadi hampir di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Yang sangat di
kenal oleh para ahli adalah pendidikan yang terjadi di rumah tangga, di
sekolah, dan di masyarakat. Setiap pendidikan itu seharusnya memiliki
kurikulum, sesederhana apapun. Tetapi mengapa yang dikenal hanyalah kurikulum
untuk pendidikan di sekolah. Jawabannya: karena tadinya kurikulum didefinisikan
sebagai sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai untuk memperoleh suatu ijazah.
Untuk memperoleh ijazah SMP murid harus menguasai (pada tahap tertentu)
sejumlah pengetahuan. Sejumlah pengetahuan itulah kurikulum. Sangat jarang
ditemukan penjelasan tentang kurikulum untuk
pendidikan di rumah dan di masyarakat.
Tempat
pendidikan itu ada tiga. Pertama di sekolah, ini sudah jelas. Kedua, di rumah,
ini pendidikan yang dilakukan di rumah murid. Ketiga, di masyarakat. Di
masyarakat maksudnya adalah masyarakat pada umumnya selain rumah tangga dan
sekolah. Termasuk di kantor-kantor, lembaga-lembaga masyarakat dan di
kursus-kursus, termasuk juga di terminal, di pasar, dan lain-lain. Karena
luasnya cakupan istilah masyarakat maka sangat sulit kita menyediakan
kurikulumnya. Sekalipun demikian ada tempat-tempat pendidikan dalam masyarakat
itu yang dapat di kurikulumi. Dan tempat-tempat itulah seharusnya dipikirkan
untuk dibuatkan kurikulum untuknya.[10]
Kurikulum
pendidikan di terminal apa diperlukan? Seharusnya, ya, tetapi itu sangat sulit.
Kalau begitu pilih saja tempat-tempat pendidikan dalam masyarakat yang mungkin
dibuat kurikulumnya.
Majlis
Ta’lim yang sangat banyak tersebar merupakan lembaga pendidikan yang besar
pengaruhnya. Sekalipun demikian sangat sedikit perhatian kita untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Majlis Ta’lim.
Ada
berbagai kemungkinan kurikulum Majlis Ta’lim, misalnya (1) Khusus tentang
shalat wajib, (2) Khusus tentang bermacam shalat sunnat, (3) Akhlak isteri
terhadap suami dan sebaliknya, (4) Akhlak bertetangga, (5) Berbagai perbuatan
yang dapat menyebabkan musyrik.
Pada
Majlis Ta’lim itu dapat juga diberikan (1) Teori membuat pakaian anak-anak, (2)
Teori membuat kue tertentu, dan sebagainya yang sering disebut bukan pelajaran
agama.
Khutbah jum’ah itu adalah tempat pendidikan
yang sangat perlu ditingkatkan mutunya. Caranya antara lain dengan membuatkan
kurikulum untuk khutbah Jum’ah. Ini berbagai kemungkinan: (1) Tahun ini khutbah
hanya membicarakan aqidah; disediakan 52 topik khutbah mengenai aqidah, (2)
Disediakan 52 topik khutbah mengenai akhlak, (3) Disediakan 52 topik khutbah mengenai
cara berdagang Rasulullah SAW, dan lain-lain. Topik-topik itu disampaikan ke
khotib-khotib pada awal tahun, diminta khutbahnya tertulis. Setelah setahun
punya 52 teks tulisan, dikumpulkan, di edit, dicetak jadi buku. Jika 52 judul,
masing-masing judul 3 halaman, maka buku itu akan menjadi buku yang sangat
berguna setebal kurang lebih 150 halaman.
Buku itu dijual, uangnya untuk membiayai
masjid dan kegiatan-kegiatan di masjid itu. Untuk pendidikan di rumah tangga
dapat dibuatkan kurikulumnya. Sekalipun rumah tangga itu tidaklah sama
kondisinya, tidak sama juga cita-citanya, namun kurikulum minimal untuk
pendidikan di rumah tangga tetap perlu disediakan.
Pengadilan, Kepolisian, Lembaga
Permasyarakatan, kursus, sangat perlu dikurikulumi dan tidak sangat sulit
menyiapkannya. Membuat kurikulum untuk lembaga-lembaga itu sebaiknya dilakukan
tidak oleh satu orang, sebaiknya oleh satu tim orang ahli dan diikuti juga
orang awam yang kelak akan menjadi objek pendidikan.[11]
Jadi Tempat pendidikan itu ada
tiga. Pertama di sekolah, ini sudah jelas. Kedua, di rumah, ini pendidikan yang
dilakukan di rumah murid. Ketiga, di masyarakat. Di masyarakat maksudnya adalah
masyarakat pada umumnya selain rumah tangga dan sekolah. Termasuk di
kantor-kantor, lembaga-lembaga masyarakat dan di kursus-kursus, termasuk juga
di terminal, di pasar, dan lain-lain. Karena luasnya cakupan istilah masyarakat
maka sangat sulit kita menyediakan kurikulumnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasakan
pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan landasan yang
digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan
yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mental.
Kurikulum
pendidikan islam ialah bahan-bahan pendidikan islam berupa kegiatan,
pengetahuan, dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada
anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan islam. Adapun ciri-ciri
kurikulum pneidikan islam sebagai berikut:
1. Menonjolkan tujuan agama dan ahlak pada
berbagai tujuan, kandungan, metode, dan tehnik yang bercorak agama
2. Memperhatikan dan membimbing segala
pribadi peerta diik baik dari sisi intelaktual, psikologis, sosial maupun
spiritualnya
3. Memperhatikan keseimbangan berbagai aspek
ilmu pengetahuan
4. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan
dengan bakat dan minat peserta didik
5.
Bersifat dinamis dan fleksibel yakni sanggup
menerima perkembangan dan perubahan apabila dipandang perlu.
DAFTAR RUJUKAN
Mujib , Abdul
dan Jusuf Mudzakir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Numadiah,
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, jurnal Al Afkar vol.III No.Ii Tahun 2014
Nasutionengembangan
Kurikulum1991, Cet. Ke-4, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
Ramayulis. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Tafsir,
Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[1] Numadiah, Kurikulum Pendidikan Agama
Islam, jurnal Al Afkar vol.III No.Ii Tahun 2014
[2] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Cet.
Ke-4, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal.1.
[4] Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir. Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010)
hal. 122-123
[5] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tiggi, Cet. Ke-5,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hal. 490-512
[6] Azyumardi Azra, Tardisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. Ke-1, (Jakarta:
Logos, 1999), hal. 10.
[7] Anin Nurhayati, Inovasi Kurikulum, Telaah Terhadap
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren, Cet. Ke-1, (Yogyakarta:
Teras, 2010), hal. 37.
[9]
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2012) hal. 243-245
[10] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 109-110
[11] Ibid,. hal. 111
No comments:
Post a Comment