Monday, July 06, 2020

TUJUAN, FUNGSI, DAN POKOK-POKOK AL-QUR’AN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Al quran merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah swt yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, di pahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi manusia. Tujuan utama diturunkan Al quran adalah untuk menjadikan pedoman manusia dalam menata kehidupan supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al quran mengandung pelajaran yang baik untuk dijadikan penuntun dalam pergaulan antara satu golongan manusia, antara keluarga dengan sesama, antara murid dengan giru, antara manusia dengan Tuhan.
Umat Islam percaya bahwa Al quran merupakan puncak dan penutup wahyu Allah saw yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril. Al quran merupakan petunjuk dilalah dan irsyad (penjelasan dan bimbingan) bagi seluruh manusia, dan petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaima kedudukan Al Quran ?
2.      Apa tujuan dan fungsi Al Quran ?
3.      Bagaimana perilaku orang yang memfungsikan Al Quran ?
4.      Bagaimana isi kandungan Al Quran ?
C.      Tujuan pembahasan masalah
1.      Menjelaskan  kedudukan Al Quran
2.      Menjelaskan  tujuan dan fungsi Al Quran
3.      Menjelaskan  perilaku orang yang memfungsikan Al Quran
4.      Menjelaskan  isi kandungan Al Quran


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Dalil naqli bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama dan utama antara lain:
1.      Kitabul Naba’ wal Akhbar ( Kitab Berita dan Kabar)
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ {1} عَنِ النَّبَأِ الْعَظِيمِ {2}
“Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? “Tentang berita yang yang besar”. (QS. An-Naba’ ayat 1-2)
2.    Kitabul Hukum wa Syariat (Kitab Hukum dan Syariat)
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ {49} أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ {50}
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.[1]
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah ayat 49-50)

3.      Kitabul Jihad (Kitab Jihad)
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ {69}
“ Dan orang-orang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut ayat 69)
4.      Kitabul Tarbiyah
مَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ {79}
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata manusia: “Hendaklah kamu menyembah penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran ayat 79)
5.      Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)
هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ {20}
“Al-Qur’an ini sebagai pedoman bagi manusia,  petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. (QS. Al-Jasiyah ayat 20)[2]
6.      Kitabul Ilmi
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ {1} خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ {2} اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ {3} الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ {4} عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ {5}
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (QS Al-Alaq ayat 1-5) [3]

B.       Fungsi Al-Qur’an
Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai makhluk mempunyai hubungan timbal balik. Manusia mempunyai keterikatan atau hubungan dengan Allah. Paling tidak ada tiga hal yang membuat manusia terikat dan tergantung penuh terhadap Allah, yaitu hubungan penciptaan, pengajaran, dan pemberi rezeki.
Sebagai konsekuensi dari hubungan dan keterikatan itu, manusia juga harus menjalin hubungan baik dengan-Nya, yaitu bersyukur kepada-Nya. Manusia memang sudah Allah anugerahkan akal yang dapat menganalisis apa yang ada pada dirinya dan alam sekitar, yang mungkin saja dapat menemukan cara bersyukur kepada Allah. Akan tetapi, akal tidak cukup mampu menemukan cara bersyukur itu dengan sempurna. Maka untuk itulahAl-Qur’an diturunkan. Ia berfungsi membimbing manusia bersyukur kepada-Nya dan mengajarkan cara-cara bersyukur itu.
Al-Qur’an menyebutkan beberapa fungsinya hadir di tengah-tengah manusia, yaitu menjadi maw’izhah, syifa’ al-qalb, hudan, rahmah, dan al-furqan.
1.      Maw’izhah (nasihat)
Kata maw’izhah merupakan mashdar mimi dari wa’azha. Secara harfiah ia berarti an-nushhu (nasihat) dan at-tadzkir bi al-‘awaqib ( memberi peringatan yang disertai ancaman).
Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai al-maw’izhah (QS. Yunus (10 ; 57).  Hal ini berarti bahwa ia sebagai pemberi nasihat dan peringatan kepada manusia. Nasihat Al-Quran itu disertai dengan janji-janji, baik ancaman berupa neraka bagi orang yang melanggar nasihat tersebut maupun ganjaran berupa surga bagi orang yang menurutinya. Nasihat dan peringatan itu dapat melunakkan dan meluluhkan hati, sehingga jiwa diharapkan tertarik kepada kebenaran yang disampaikannya.[4]
2.      Syifa’ (obat)
Al-Quran menyebut dirinya dengan syifa’ (obat) (QS. Yunus (10):57). Al-Isra’ (17):82), dan Fushshilat (41):44). Kata syifa’ terulang sebanyak empat kali dalam Alquran, tiga diantaranya menggambarkan fungsi Al quran sebagai obat dan satu lainnya menggambarkan madu lebah yang juga sebagai obat untuk manusia. Artinya, Alquran dapat mengobati penyakit yang timbul di tengah-tengah komunitas, baik penyakit individu maupun penyakit masyarakat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit itu tidak hanya sekedar membaca,memajang, dan melantunkan keindahan ungkapannya. Akan tetapi, ia perlu dipahami, diamalkan, dan dijadikan pedoman dalam setiap langkah dan program kehidupan yang dibuat, baik oleh pribadi maupun pemerintah atau organisasi.
Pengobatan Al quran diarahkan terhadap hati, karena ia adalah sumber segala perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun terpuji. Penyakit itu adalah kesombongan, keangkuhan, mencintai dunia dan jabatan yang berlebihan, riya’, dengki dan lain sebagainya. Al quran diturunkan kepada manusia dalam rangka mengobati penyakit-penyakit tersebut. Ia berusaha memasukkan kebenaran, dengan sifat-sifat yang mulia ke dalam jiwa.[5]
3.      Hudan (petunjuk)
Kata hudan berasal dari kata hada. Dari kata ini juga terbentuk kata hidayahdan al-hadi, dima yang terakhir merupakan salah satu Asmaul Husna. Secara harfiah, ia berarti menjelaskan, memberi tahu, dan menunjukkan.secara istilah, hidayah berarti “Tanda yang menunjukkan hal-hal yang dapat menyampaikan seseorang kepada yang dituju”.
Maka Al quran sebagai hudan atau hidayah berarti bahwa fungsi Al quran adalah menjelaskan dan memberitahu manusia tentang jalan yang dapat menyampaikanya kepada tujuan hidup, yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Al quran bagaikan rambu-rambu dan isyarat yang mengarahkan manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.
Dengan demikian, hidayah itu bukan ditunggu atau dinantikan, tetapiharus dibaca, dicari, dan dipahami, kemudian menuruti arahan yang diberikannya.[6]
4.      Rahmat
Al quran sebagai rahmat mempunyai tiga arti. Pertama, ajaran yang terkandung di dalamnya mengandung unsur kasih sayang. Ia berfungsi menyebarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk. Kedatangan Muhammad dengan membawa Al quran digambarkan sebagai rahmat bagi semesta alam.
Arti kedua adalah ajaran-ajaran tersebut bermaksud menanamkan perasaan lembut dan kasih terhadap orang lain, bahkan alam sekitar. Perintah dan larangan serta ketentuan lainya yang terdapat dalam Al quran bermaksud membimbing manusia agar berada dalam kehidupan yang harmonis, saling mencintai, saling asih, dan saling menghargai.
Maksud ketiga dari Al quran sebagai rahmat adalah bahwa kitab suci ini merupakan perwujudan rahmad Allah bagi manusia. Dengan kata lain Allah memberikan rahmat kepada manusia melalui Al quran. Karena Allah tidak rela manusia hidup dalam kebinaan yang bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.[7]
5.      Furqan (pembeda)
Secara harfiah kata fuqan berasal dari kata faraqa, yang berarti pembeda. Dalam surah Al-Baqarah (2), Al quran menyebut dirinya sebagai pembeda antara yang benar dengan yang salah, antara yang hak dengan yang batil, antara kesesatan dengan petunjuk, dan antara jalan yang menuju keselamatan dengan jalan yang menuju kesengsaraan.
Sebagaiman yang telah di singgung di atas, manusia telah Allah bekali akal, indra, dan hati, dimana manusia melalui ketiga hal ini dapat mengenali kebenaran dan membedakan antara hak dengan batil. Akan tetapi, ia tidak cukup memadai melihat perbedaan-perbedaan itu karena begitu dominannya pengaruh hawa nafsu yang membuat akal salah dalam menitai, indra salah dalam memberikan informasi, dan membuat cermin jiwa menjadi kabur sehingga tidak dapat menangkap kebenaran. Maka itu Al quran di turunkan. Ia membimbing jiwa, akal, dan indra, bahkan juga nafsu sehingga semua perangkat jiwa munusia ini dapat mengenali kebenaran dan tahu perbedaan antara kebenaran dengan kebatilan, kemudian hanya mengikuti kebenaran tersebut.[8]
C.      Perilaku Orang dalam Memfungsikan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah dasar hidup bagi setiap umat muslim. Apabila dalam setiap kehidupan kita berdasarkan Al-Qur’an maka akan terasa tentram dan selalu ingat kepada Allah. Banyak sekali beberapa contoh perilaku seseorang yang dalam hidupnya memfungsikan atau menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupannya, salah satunya yaitu bersifat ikhlas.
VIDEO
Dari contoh diatas kita dapat mengetahui bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya karena Allah semata, dan menerima setiap apa yang telah Allah takdirkan kepadanya. Kemudian ikhlas adalah intisari dari iman. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam QS. Al-An’am ayat 162:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {162}
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam”.
D.      Isi Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an Al-karim adalah kitab Allah yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad SAW berisi petunjuk guna menjadi pedoman hidup umat manusia. Ajaran-ajarannya begitu luas dan dalam. Sedangkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya lengkap selaras dengan tuntutan hati nurani manusia, kapan dan dimana saja mereka berada menjadi rahmat bagi alam semesta (Rahmatan lil alamin). Menurut Syeikh Muhammad Rasyid Ridha isi kandungan Al-Qur’an itu meliputi:
1.      Aqidah/Tauhid
2.      Janji dan ancaman
3.      Ibadah
4.      Jalan mencapai kebahagiaan
5.      Kisah-kisah umat masa lalu
Sedangkan Syeikh Mahmud Syaltut, membagi isi kandungan Al-Qu’an itu menjadi dua, yaitu:
1.      Aqidah, dan
2.      Syari’ah[9]
Isi kandungan Al-Qur’an  selanjutnya secara global yaitu meliputi:
a)      Aqidah
Aqidah adalah keyakinan, kepercayaan. Aqidah islam adalah suatu kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh orang Islam. Apabila dikatakan diatas ajaran Islam itu berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW, maka tolak ukur kebenaran aqidahnya itu harus dilihat pada pedoman dasarnya.
Dalam Islam Aqidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal yang harus diyakini dalam hati seseorang dengan penuh keimanan, akan tetapi aqidah atau kepercayaan yang diyakini. Orang Islam itu tidak bermakna apabila tidak dimanifestasikan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai orang yang mengaku telah beriman.
Mengaku beriman saja tidak cukup. Untuk menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Ia harus mampu menyatakan keimanannya dalam amal perbuatan yang baik (amal shaleh) dan tingkah laku yang terpuji (al Akhlaq al Karimah) seperti yang diajarkan Allah SWT. Akhlak mulia dan amal shaleh adalah manifestasi dari aqidah Islam.
Pokok-pokok keimanan yang harus diyakini menjadi Aqidah Islam seperti yang diajarkan dalam Al Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu antara lain: Qs. Al Baqarah ayat 163 dan hadits riwayat muslim.
Pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini menjadi aqidah orang Islam meliputi:
1.      Iman kepada Allah
2.      Iman kepada Malaikat-Malaikat Nya
3.      Iman kepada Kitab-Kitab Nya
4.      Iman kepada Rasul-Rasul Nya
5.      Iman kepada hari Kiamat
6.      Iman kepada Qadar-Nya yang baik dan tidak baik
Orang-orang yang telah menyatakan beriman kepada Allah dan menganut Aqidah Islam berkewajiban melaksanakan ibadah kepadanya beramal saleh dan berakhlak mulia.[10]
b)      Akhlak
Kata akhlak merupakan jamak dari al-khuluq.  Secara harfiah, ia berasal dari kata khalaqa yang berarti menjadikan. Dan al-khuluq berarti kejadian. Secara istilah, al-Akhlak diartikan kepada suasana jiwa (ahwal an-nafs) yang berpengaruh kepada perilaku. Ibnu Miskawaih (421 H) mendefinisikan akhlak itu sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[11]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditegaskan bahwa akhlak sangat erat kaitannya dengan perilaku (as-suluk), dimana perilaku merupakan cerminan dari keadaan dan kehendak jiwa. Suasana atau kehendak jiwa yang baik akan melahirkan perilaku yang baik, dan suasana jiwa yang kotor akan melahirkan pula perilaku tidak baik. Karena begitu eratnya kaitan antara keadaan jiwa, yang disebut dengan akhlak, dengan perilaku maka dalam penuturan sehari-hari kita sering mengartikan akhlak itu kepada perilaku.
 Maka memperbaiki perilaku harus melalui perbaikan terhadap suasana jiwa, tidak bisa dengan pendekatan fisik semata. Itulah sebabnya perbuatan yang dilakukan karena dipaksa tidak berlaku tetap, ia tidak akan dikerjakan lagi bersamaan dengan hilangnya paksaan itu. Untuk itu Alquran melarang pemaksaan agama terhadap orang lain (QS. Al Baqarah  (2):256), bahkan perbuatan yang dilakukan secara terpaksa tidak bernilai apa-apa, baik positif maupun negatif. Pekerjaan yang dikerjakan dengan keterpaksaan bertentangan dengan konsep keikhlasan,  dan perbuatan buruk yang dikerjakan atas intimidasi atau paksaan tidak akan bernilai dosa. Hal ini berarti, nilai perilaku seseorang tergantung atas dorongan internal jiwanya. Maka Itulah sebabnya, ibadah dianggap tidak sah jika tidak berniat, di mana niat itu tumbuh dan berasal dari internal jiwa.[12]
1.      Hukum
Hukum Islam merupakan khithab Allah yang berkaitan dengan perbuatan para mukallaf, baik bersifat tuntutan, pilihan, maupun ketentuan mengenai sesuatu. Ia dibangun atas aqidah tauhid, yang bertujuan mendatangkan kenyamanan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi umat manusia.
 Hukum Islam mempunyai dua prinsip, yaitu dar'u al-mafasid (menghilangkan hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan) dan jalbu al-mashalih (mewujudkan hal-hal yang bermanfaat). Kedua prinsip ini merupakan kemaslahatan bagi umat manusia. Kewajiban, larangan, atau kebolehan yang ditetapkan oleh syar'i adalah dalam rangka menjaga kemaslahatan tersebut.  Mungkin saja semua hukum yang dibuat oleh manusia juga mempunyai kedua prinsip itu, seperti hukum positif yang berlaku di setiap Negara.
Secara garis besar, hukum yang diperbincangkan an meliputi dua hal, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji. Dan muamalah meliputi hukum keluarga, jinayah, hudud, politik, dan ekonomi.[13] Persoalan ibadah mencakup segala aspek yang berkaitan dengannya, mulai dari perbincangan mengenai bersuci sampai kepada persoalan mengenai aturan pelaksanaan ibadah haji di tanah suci. Demikian pula muamalah, ia juga mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan pergaulan hidup manusia, mulai dari pergaulan antar pribadi sampai kepada pergaulan antar Negara.
Para ahli hukum Islam mengklasifikasikan hukum itu kepada dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wadha'i. Hukum taklifi mencakup wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Dan hukum wadha’i mencakup pula shah atau bathal, rukhshah, azimah, sebab, syarat, dan mani’.  Yang terakhir ini (hukum wadha’i) berkaitan dengan yang pertama (taklifi). Keabsahan suatu perbuatan yang wajib tergantung kepada sebab, syarat, dan rukun. Demikian pula pengharaman juga bergantung kepada syarat dan sebab. Maka untuk mengetahui dan memahami hukum taklifi tidak dapat dipisahkan dari pemahaman terhadap hukum wadha’i. Bahkan kesalahan dalam memahami hukum wadha’i dapat mengakibatkan kesalahan pula dalam menentukan hukum taklifi.
2.      Sejarah
Sejara yang termuat dalam al-quran lebih merupakan sebagai metode atau cara pembelajaran aqidah, hukum, dan akhlak. Hal itu tergambar dalam setiap pemaparannya tentang sejarah selalu dihubungkan dengan salah satu dari ketiga aspek tersebut. Perbincangan sejarah selalu dihubungkan dengan ketaatan, keingkaran, keimanan, dan kekafiran. Oleh sebab itu, perbincangan Alquran mengenai sejarah tidaklah bertujuan agar manusia menguasai pengetahuan sejarah, tetapi bagaimana sejarah dapat mengantarkan manusia kepada pribadi yang sadar bahwa ia adalah makhluk Tuhan yang perlu patuh dan bersyukur kepadanya.
Jika dilihat dari masa terjadinya peristiwa yang dipaparkan dalam Alquran, kisah Alquran dapat dikategorikan kepada dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a.       Peristiwa yang terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW. Hal ini meliputi cerita para nabi terdahulu serta umatnya, orang-orang shaleh, dan orang-orang yang memiliki perilaku tercela.
b.       Peristiwa yang terjadi pada masa nabi Muhammad SAW, seperti kisah Perang Badar, Perang Uhud, Isra’ Mi'raj, dan Hijrah ke Madinah.[14]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.
Maka itu Al quran di turunkan. Ia membimbing jiwa, akal, dan indra, bahkan juga nafsu sehingga semua perangkat jiwa munusia ini dapat mengenali kebenaran dan tahu perbedaan antara kebenaran dengan kebatilan, kemudian hanya mengikuti kebenaran tersebut.
B.     Saran
Untuk semua umat muslim sebaiknya lebih memahami kedudukan, fungsi dan tujuan Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup kita. Lebih baik apabila kita dapat mengimplementasikan didalam keidupan kita sehari-hari.


[1] Achmad Shohibuddin. Al-Qur’an dalam Membentuk Mental Remaja. (Jakarta: Dewaruci Press, 2001), Hal. 4-5
[2] Ibid., Hal. 5
[3] Ibid., Hal. 5-6
[4]Kadar M. Yusuf, Study Alquran, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 179-180
[5]Kadar M. Yusuf, Study Alquran, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 181-182
[6]Kadar M. Yusuf, Study Alquran, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 182
[7]Kadar M. Yusuf,......., (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 183-184
[8]Kadar M. Yusuf, Study Alquran, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 184-185
       [9] Modul Penunjang Aktif Siswa Al-Qur-an Hadits, (Al-fath Putra Kembar Jaya), 18
       [10] Modul Penunjang Aktif Siswa Al-Qur-an Hadits, (Al-fath Putra Kembar Jaya), 19-20
       [11] Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1969), 63.
       [12] Kadar M. Yusuf, Studi Al Quran (Jakarta: Amzah, 2014), 171-172.
       [13] Abdul Wahhab Al-Khallaf, Ilm Ushul Fiqh (Kuwait, 1978), 22-23.
       [14] Kadar M. Yusuf, Studi Al Quran (Jakarta: Amzah, 2014), 175-178.


No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

LAYANAN DALAM BIMBUNGAN KONSELING

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Mengacu dari Permendikbud No. 111 Tahun 2014, pada pasal 3 , Lay...

Postingan Populer